2.5 : Mira

53 7 5
                                    

Hari itu cerah dan tidak berawan pada awalnya. Lyra mengajak Yerrik untuk menemaninya ke toko kue dekat pantinya. Namun, Ward dan Steinar memaksa ingin ikut juga. Kata mereka bosan bermain di panti. Siapa tau di luar sana ada mainan yang mengasyikkan. Untung saja hari ini Hallvard sedang ikut Luna entah kemana. Pamitnya berburu di hutan.

"Gak boleh ngilang ya." Soren menatap cemas dua adik yang layaknya anak kembar. Kemana-mana selalu bersama. Tingkat kenakalannya pun sama. Soren tak ingin Hallvard kembali marah seperti tadi pagi. Perkara sepele sebenarnya hanya saja karena mood Hallvard sedang buruk jadilah dia memarahi Ward, Steinar dan Merikh yang tak bisa tenang saat ibadah pagi.

"Oke, Kak Ren." Ward menyengir lebar. Tampak mencurigakan.

"Kakak nanti gak mau belain kalian kalau dimarahin sama Hall ya." Soren menghela napas.

"Siap Kak Ren, kita berangkat." Steinar tersenyum, berusaha menyakinkan kakak tertuanya. Lyra terkekeh saja melihat tingkah anak-anak asuhnya. Kemudian, Lyra dan ketiga anak asuhnya berangkat.

Toko kue yang kata Lyra dekat dengan panti sebenarnya cukup jauh. Karena letak Panti 'Horizon' cukup dekat dengan hutan sehingga mereka harus menyusuri pinggiran hutan supaya bisa menuju bagian pinggir kota. Ketiga anak yang ikut dengan Lyra tak masalah. Mereka senang-senang saja. Terutama Ward dan Steinar. Banyak hal yang menarik di sepanjang jalan. Entah mereka akan mengejar kupu-kupu bersayap biru. Mengejar bajing yang tak sengaja lewat. Lyra sampai kewalahan supaya dua anak asuhnya tak berlari terlalu jauh.

Pada akhirnya, Yerrik mengandeng dua adik hiperaktifnya supaya tak berlari-lari lagi. Ward dan Steinar hanya menekuk wajah. Mau protes tentu tak bisa. Kasihan Yerrik dan Lyra yang dari tadi mondar-mandir mengejar mereka.

"Yei, sampai!" seru Steinar. Dia menarik-narik tangan Yerrik, tak sabar.

"Ya ampun, sabar Einar." Yerrik menghela napas. Ketika dia menoleh ke sebelah kirinya, Ward sudah hilang. "Baru juga ngalihin perhatian bentar." Yerrik rasanya ingin menangis. Pantas saja Hallvard selalu marah-marah kalau dua biang kerok ini bertingkah.

"Kak Erik ayo cepetan!" Rupanya Ward sudah berlari ke toko kuenya terlebih dahulu. Lyra menghela napas, Kenapa bisa dua anak itu bisa kelebihan energi seperti itu. Lyra segera menyusul ketiga anak asuhnya yang sudah terlebih dahulu masuk ke toko kue.

Ward menatap jalanan dari balik kaca toko. Steinar menepuk pundak temannya.

"Kenapa Ward?" tanyanya heran.

"Ayo keluar." Sepertinya ada yang menarik perhatian Ward di luar sana. Steinar mengikuti arah pandangan Ward.

"Itu apa?" Steinar juga menyadari objek yang dilihat Ward.

"Ayo lihat." Ward menarik tangan Steinar, rasa penasaran mereka lebih besar dari pada kewaspadaan mereka terhadap cuaca yang tiba-tiba saja berubah.

Lyra baru saja selesai membayar belanjaannya ketika hujan tiba-tiba saja turun.

"Yerrik, mana adik-adikmu?" Lyra menyadari dua adik Yerrik tidak ada di dalam toko.

"Kemana mereka?" Yerrik mulai panik, Astaga, dua adiknya benar-benar. Lyra meletakkan belanjaannya kemudian izin pada karyawan di toko itu untuk titip barang-barangnya dan anaknya.

"Steinar, Ward!" Lyra sekuat tenaga memanggil dua anaknya. Untung hujan hari ini tidak begitu deras, lebih tepatnya gerimis deras. Kemana dua anak itu?. Lyra menatap langit. Netra safirnya menemukan seekor burung gereja yang terbang rendah. Mungkin dia ingin berteduh.

Lyra bersiul pelan. Burung gereja itu seakan mengerti kalau Lyra memanggil. Ia mendarat di jemari Lyra yang terangkat.

"Ah, terima kasih burung kecil. Maaf sudah merepotkanmu." Lyra mengelus kepala si burung lembut sebelum membiarkan ia kembali mengudara di antara gerimis yang turun. Lyra kembali ke dalam toko untuk meminjam payung dan kembali keluar, menjemput dua anak asuhnya.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang