14 : Apa Yang Kau Maksud?

38 5 0
                                    

◇Merikh◇

Bau embun menguar bersama dengan lembutnya sinar mentari yang menembus garis cakrawala. Kicauan burung menyambut ceria pagi. Suara gemerisik angin yang menggoyangkan dedaunan. Mengusik seorang remaja berambut perak yang sepertinya baru saja memejamkan mata sejenak.

"Kenapa sudah pagi?" rengeknya pelan, membuat teman di sebelahnya terusik.

"Sudah pagi?"

"Bangun orang-orang malas! Ini sudah pagi!" Satu suara berisik semakin mengganggu dua remaja yang niatnya akan melanjutkan tidur mereka. Merikh, remaja bersurai perak yang terlebih dulu duduk. Mengumpulkan kesadaran sebelum ia menarik temannya yang kembali meringkuk.

"Vasko kau sudah dicari ayahmu. Cepat bangun!" Perempuan dengan rambut dikepang dua menarik paksa Vasko, teman Merikh yang masih tidur dengan kasar. Membuat Vasko tersentak.

"Bangun Vasko, Jasna akan menceburkanmu ke sungai kalau kau tak segera bangun," ujar Merikh seraya menepuk-nepuk kencang punggung Vasko.

"Diam kalian berdua. Ini aku sudah bangun." Vasko dengan kasar menepis tangan Jasna dan Merikh yang terus-terusan mengusilinya supaya cepat sadar. "Aku pulang duluan, jadi berhenti menggangguku."

Merikh dan Jasna hanya tertawa. Mereka melambaikan tangan pada Vasko yang menjauh sambil menggerutu. Kemudian mereka berdua segera pulang. Perut keduanya sudah meraung minta diisi.

"Isä, Äiti! Kami pulang!" seru Jasna begitu sampai di rumah berdinding kayu dengan tumbuhan ivy yang merambat di dindingnya.

"Cuci tangan dan kaki dulu sebelum masuk!" Suara perempuan terdengar membalas seruan Jasna. Merikh dan Jasna dengan patuh melaksanakannya. Setelah mencuci tangan dan kaki, Merikh meletakkan peralatan mengintainya di rak tempat penyimpanan yang berada di dekat pintu masuk.

"Äiti masak apa?" tanya Jasna mendekati perempuan paruh baya yang terlihat sibuk di dapur.

"Kau sudah bertanya tadi sebelum kau menjemput Merikh, Jasna. Sekarang bantu Äiti merapikan meja makan dan siapkan alat makan," titah yang lebih tua.

"Äiti, Isä kemana?" tanya Merikh, ikut bergabung di kesibukan dapur.

"Ayahmu entah pergi kemana. Tadi tetua memanggilnya untuk rapat dengan ketua kawanan. Masalah rogue akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan kawanan." Perempuan paruh baya menuangkan sup daging rusa di mangkuk besar kemudian menyajikannya di meja. "Isä akan lama jadi kita makan terlebih dahulu."

"Nanti Isä gak kebagian makanan dong," ujar Merikh. Sang ibunda memandang heran.

"Anaknya aja kalau makan semuanya dihabiskan," lanjut Merikh dengan terkekeh pelan. Perempuan paruh baya tertawa kecil.

"Jangan khawatirkan Isä-mu. Tetua pasti menyiapkan makanan saat rapat. Cepat habiskan makanan kalian, Jasna terutama. Kau harus masuk sekolah." Mendengar kata sekolah darii bibir ibunya, Jasna langsung merengut.

"Aku mau bolos aja, Merikh gak sekolah," rengeknya.

"Merikh kan habis jaga malam. Äiti sudah gak bisa buat alasan lagi biar kamu bolos, Jasna." Sang ibu menghela napas. Tak tega melihat wajah anaknya yang menahan tangis.

"Kalau Merikh gak ada, mereka selalu menggangguku, Äiti," keluh Jasna.

"Lawan saja apa susahnya. Mana Jasna yang sering menghukum werewolf nakal yang suka keluar tanpa seizin ketua kawanan." Yang lebih tua menepuk pipi putrinya, memberikan semangat.

"Biar Merikh temani saja, Äiti. Sekolah masih terasa menakutkan bagi Jasna setelah kejadian itu," tawar Merikh. Ia sendiri belum bisa melupakan apa yang terjadi pada Jasna dua tahun yang lalu, saat Merikh adalah murid baru di sekolah.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang