◇Merikh◇
Suara sirine kencang membangunkan seorang bocah bersurai perak. Kedua telinganya bergerak-gerak, merasa terusik. Dengan berat, sepasang netra ambar terbuka. Terkejutlah ia ketika mengetahui tempat sekitarnya. Jeruji besi menyapa dirinya.
"Ini di mana?" Merikh beringsut, merapatkan dirinya pada dinding. Anehnya dia merasa berat ketika berusaha menyeret kakinya. Ternyata, seutas rantai besi mengikat kedua kakinya.
"Kak Ren... Kak Hall." Merikh mengedarkan maniknya, mencari dua kakak tertuanya.
Merikh,
Si bocah bersurai perak mengerjap. Ada suara dalam kepalanya. Dengan raut kebingungan, ia mencari sumber suara.
Merikh ini Kak Erzhan.
Hah? Merikh semakin kebingungan. Dia mendengar suara kakaknya tapi tak melihat sosoknya. Apakah kakaknya sekarang sudah berubah seperti teman-temannya yang tembus pandang?
Tenang saja, Merikh. Kakak belum mati. Yang lain juga. Merikh tak apa?
Merikh mengangguk kecil. Perasaan takut mulai menguasainya. Di mana dia? Di mana saudara-saudaranya? Kenapa suara Yerzhan bisa bergema di kepalanya? Ia menggigiti kuku-kukunya, menyalurkan ketakutannya. Pipi gembilnya sudah basah dengan air mata.
Merikh tenang, sebentar lagi paman Azazel akan menyelamatkan kita.
Si bocah menggeleng pelan. Seolah berusaha mengusir suara yang menggema di kepalanya. Kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri. Kedua telinganya menegang, tertarik kaku ke belakang. Tubuhnya pun meringkuk.
Merikh,
Sekarang ia mendengar suara Yerrik. Apakah saudara-saudaranya benar-benar menjadi makhluk tembus pandang yang kerap kali mengganggunya?
Coba lihat sebelah.
Walau dengan perasaan takut, Merikh mengangkat kepalanya. Di sebelahnya, ada seekor rusa putih. Tanduk besarnya hampir menyentuh langit-langit sel. Cahaya putih berpendar lembut dari tubuh si rusa. Memberikan perasaan tenang pada Merikh. Si bocah tak merasa takut, sebaliknya dia senang. Ia sangat mengenali rusa itu.
Merikh mendekat pada si rusa. Rusa putih itu melipat keempat kakinya. Membiarkan si bocah memeluk leher jenjangnya. Merikh menyamankan pelukannya. Menenggelamkan wajahnya pada leher si rusa. Perlahan kedua telinganya melemas, sudah tak sekaku tadi. Tangisnya pun berhenti. Kedua mata Merikh mulai tertutup.
Tiba-tiba suara dentuman kencang membahana. Tembok dan jeruji sel sampai bergetar. Seakan-akan sel akan runtuh. Merikh semakin mengeratkan pelukannya. Disusul suara tembakan beruntun. Sesekali teriakan menyayat menyela.
"Menunduk!" Entah siapa yang berteriak. Namun peringatan itu sangat berguna karena tiba-tiba ledakan besar menghancurkan tembok lorong sel. Kemudian beberapa orang berbaju hitam-hitam muncul dari balik reruntuhan.
Seseorang berbadan ramping mendekati sel Merikh. Dengan mudahnya, ia membengkokkan jeruji besi tebal, membuat jalan masuk untuknya. Si bocah sampai menjerit. Ia ingin memundurkan tubuhnya tapi rantai di kakinya menahannya.
Orang itu mendekati Merikh. Sekali sentakan, rantai yang mengengkang kaki Merikh putus. Kemudian tanpa berucap lebih, orang berbadan ramping menggendong si bocah lalu keluar.
Keadaan di luar sel sangat kacau. Reruntuhan bangunan menimpa mayat-mayat. Api menjalar, melahap apapun. Langit-langit ruangan yang setengah runtuh. Bau amis dan asap bercampur di udara.
Merikh mengeratkan pelukannya pada orang yang menggendongnya. Menenggelamkan kepalanya di ceruk leher orang itu, menghirup aroma menenangkan yang menguar dari sana. Aroma mawar lembut bercampur bau hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust
AdventureWanderlust [wan-der-lust] noun A strong desire to travel. Delapan anak. Delapan jalan. Mereka saling bertemu di sebuah panti tua di pinggiran Kota Gargtus. Soren seorang anak yang penyabar dan penyayang. Hallvard sosok yang tegas. Yerrik anak yang...