◇Merikh◇
Kesabaran Merikh diuji kali ini. Kenapa pula dia di tempatkan di tempat penampungan hewan. Dia akui dia masuk ke dalam kategori hewan—setengah hewan lebih tepatnya—juga tapi tidak begini.
"Merikh, ini jatahnya makan serigala pas pagi."
Merikh menerima daging ayam satu baskom dari teman keeper-nya. Ia berjalan ke kandang dengan setengah melamun.
Jujur, dia merasa aneh sekali tiba-tiba berada di sini. Dia dibawa jauh oleh Altun, sejenak bertemu Elja, yang baru ia ketahui ternyata dia adalah orang yang menjaga Ward dan Yerrik selama ini. Semua terjadi dalam hitungan hari. Merikh dibawa Elja ke tempat entah berantah. Kemudian di sinilah dia, menjadi keeper abal-abal.
"Halo serigala-serigala manisku, ini sarapan pagi kalian." Merikh membuka kandang dan disambut oleh geraman para serigala.
"Apa? Kalian marah karena aku telat datang? Oho, dagingnya tak jadi kuberikan."
Merikh tak tau apa motif Elja meletakkan dia di sini, menjadi keeper serigala-serigala di penangkaran. Namun dia sedikit bersyukur, rasanya mendapat teman bermain yang sebaya.
"Ayo anak-anakku, baris yang rapi. Luna, jangan bertengkar dengan kakakmu." Merikh mulai memberi makan para serigala satu per satu.
Lalu kegiatannya berlanjut, dia mulai membersihkan kandang, memastikan jerami di tempat tidur cukup, memeriksa kesehatan para serigala.
Kadang dia merasa konyol juga.
Merikh mengusap dahinya, cuaca terasa panas padahal angin kencang berhembus. Jeremiah sendiri tengah bergelung nyaman, mengistirahatkan diri. Merikh tak berani membangunkan. Ia kembali ke posnya dan mengambil gaji.
"Oh ya, Rikh."
Merikh menoleh.
"Kupikir ketua akan mencarimu sebentar lagi. Katanya ada yang ingin dibicarakan." Laki-laki sesama rekan menghadap Merikh. Netra hijau jade-nya—mengingatkan Merikh akan sesuatu—menatap Merikh lekat. "Semoga beruntung."
Baik, itu menakutkan Merikh. Tidak ada bahaya, dia hanya memberi peringatan. Kalau ada hal yang membuatmu terusik bergantilah denganku, ujar Jeremiah.
Merikh mengangguk kecil. Niatnya ingin langsung pulang untuk merebahkan diri gagal. Padahal ada acara televisi yang ingin dia tonton.
Benar saja apa kata rekannya, ketua tempat ia bekerja menghampiri sekitar sepuluh menit kemudian. Seorang pria paruh baya yang tegap langkahnya tersenyum ramah pada Merikh. "Tak kusangka aku bisa melihat keturunan werewolf artik secara langsung."
Merikh menaikkan alisnya. "Maaf, Tuan?"
Pria paruh baya itu hanya tersenyum. Dia berbicara hal lain, "putra mahkota ingin bertemu denganmu. Mari ikut denganku."
"Ah, baik." Merikh menurut. Jeremiah tak memperingati ia apa-apa.
Merikh berjalan mengekori pria berambut kecoklatan semi abu-abu yang berjalan dengan tenang. Suara langkahnya tak terdengar. Bahasa tubuhnya halus, seakan dia seorang bangsawan.
"Bagaimana harimu?" Suara berat membuyarkan lamunan Merikh.
"Eh, baik Tuan."
"Apa di sini nyaman? Jika kau ingin sesuatu atau butuh sesuatu, kau bisa bilang pada Aquila."
"Siapa Aquila?"
"Astaga, kau bahkan belum kenal dengan rekanmu sendiri?"
Merikh terkekeh saja. Yah, dia kan juga canggung dengan orang-orang baru, cenderung menjauh. Dia lebih suka menyendiri saja, menyimpan pikiran-pikiran bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust
AdventureWanderlust [wan-der-lust] noun A strong desire to travel. Delapan anak. Delapan jalan. Mereka saling bertemu di sebuah panti tua di pinggiran Kota Gargtus. Soren seorang anak yang penyabar dan penyayang. Hallvard sosok yang tegas. Yerrik anak yang...