4 : Lari Tanpa Melihat ke Belakang

61 8 2
                                    

Gemeletuk guntur masih menyisa di langit ketika sang surya kembali ke peristirahatannya. Sisa-sisa lembayung menjejak di cakrawala. Kabut pelan-pelan turun bersamaan dengan suhu.

"Mereka sudah di sini." Luna dengan wajah pucat buru-buru berlari ke ruangan Zey. Tangannya menggengam secarik kertas lusuh karena terkena percikan lumpur dan air hujan.

"Mereka sudah di sini?" Zey menaikkan alisnya. Luna mengangguk sambil menyodorkan kertas yang ia pegang. Wajah tenang Zey berubah. Manik kelabunya berkilat panik. Sebenarnya dia sudah memprediksikan apa yang akan terjadi tapi tak menyangka akan secepat ini.

Para perawat yang lain berkumpul di ruangan Zey tanpa diberitahu. Wajah mereka memberikan raut yang sama, panik bercampur cemas.

"Azazel tak kan sampai di sini tepat waktu. Kita akan ambil tindakan awal." Zey menatap jendelanya yang menghadap hutan dekat panti. "Sebenarnya sudah beberapa hari ini mereka mengintai kita. Perihal masalah Yerzhan yang lalu pasti juga diketahui mereka."

"Tapi kali ini mereka akan mengambil paksa anak-anak." Netra Lyra berkaca-kaca, "aku belum siap berpisah dengan mereka." Kenangan lama berputar. Seakan keempat perawat itu baru bertemu kedelapan anak asuh mereka tadi fajar.

"Ini sudah waktunya, Lyra. Kalau mereka terus bersama kita mereka akan celaka. Organisasi sudah lama mengetahui cara untuk melumpuhkan kita." Selene memainkan busur milik Luna di tangannya. Menarik talinya seolah-olah tengah menembak anak panah. "Aku sudah tak sabar menembak kepala mereka satu persatu."

"Hentikan cengiran mengerikanmu, Sel. Seolah-olah aku yang akan kau bunuh," ujar Luna yang duduk berhadapan dengannya.

"Sudah terlalu lama memendam dendam." Selene meletakkan busur milik Luna di atas meja. "Jadi apa rencana kita?" tanyanya.

Zey mengusap wajahnya. Netranya masih tak lepas menatap hutan dari balik jendela. "Mereka mendengar kita."

"Baiklah. Kita lakukan dengan cara kita biasa." Lyra mulai mengetuk meja berirama. Kemudian dibalas oleh yang lain dengan hal serupa.

Hallvard terbangun saat fajar kedua karena mendengar suara gaduh yang tak wajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallvard terbangun saat fajar kedua karena mendengar suara gaduh yang tak wajar.

"Oh, Hallvard sudah bangun." Hallvard menoleh ke sumber suara.

"Cuci mukamu sayang, Sister mau minta tolong." Ternyata Luna. Dia membangunkan Soren. Hallvard mengangguk patuh.

Setelah mencuci muka, Hallvard mengekor di belakang Luna yang melangkah ke ruang penyimpanan yang terletak di belakang, dekat dengan ruang perawatan. Soren di belakangnya masih setengah tertidur walaupun air dingin sudah membasahi wajahnya. Hallvard sampai harus menarik temannya yang lebih tua beberapa bulan darinya.

"Hallvard, Soren nanti pagi kalian akan pergi dengan Sister Lyra untuk beberapa saat ya." Selene memasukkan beberapa potong baju dalam ransel berukuran besar. "Sister yang lain tinggal di sini."

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang