40 : Perjalanan Kembali

9 1 0
                                    

"Tidak, aku tidak setuju." Yerzhan dengan kasar menggebrak meja dengan menatap tajam orang di hadapannya.

Bagaimana tidak? Hallvard secara tiba-tiba memberitahu saudaranya yang lain kalau ia akan berangkat sendiri mencari dua adiknya yang hilang. Tidak. Yerzhan tidak akan setuju, begitu pula Soren.

"Hall, tolong jangan gegabah." Soren sudah tak tau harus melarang temannya itu dengan cara apa. Pasalnya Hallvard itu jika sudah ada kemauan ia akan susah sekali dibujuk untuk tidak melakukannya. Kali ini, Soren berharap Azazel tiba-tiba muncul di depan mereka dan menjitak si Hallvard yang keras kepala.

"Kak, itu terlalu bahaya." Yerzhan menghela napas.

"Malah lebih bahaya lagi kalau kalian yang pergi. Kalian tau kepala kalian masing-masing berharga tinggi bukan? Mereka tidak akan mengincarku karena aku hanya anak manusia biasa." Hallvard masih tak mengindahkan larangan Soren maupun Yerzhan.

Merikh yang sedari tadi hanya mengamati sedikit setuju dengan ucapan Hallvard. Ia seekor werewolf jenis langka. Soren seekor naga. Yerzhan seorang vampire. Mereka tidak akan aman. Yang jelas seorang manusia, bukan manusia jadi-jadian, hanyalah Hallvard dan kebetulan juga Hallvard salah satu murid Azazel yang dididik menjadi seorang pembunuh bayaran.

"Kak Hall sudah bilang putera mahkota?" tanya Merikh akhirnya setelah sunyi sejenak.

Hallvard menggeleng. "Aku akan menyampaikan ini nanti saat Paman Urfa pulang."

Soren, demi mendinginkan kepala, ia memilih pergi. Kemudian disusul Yerzhan. Hallvard hanya diam, tak mencegah. Ia tau kalau kali ini langkahnya sudah terlalu keterlaluan. Cuma hanya ini satu-satunya cara. Bisa saja ia meminta bantuan pada Urfa, hanya saja Hallvad tak mau malah bantuan itu menjadi ancaman untuk dirinya.

Hallvard menebak kalau penculikan kedua adiknya dimaksudkan untuk perdagangan manusia bukan sebagai permintaan uang tebusan. Melihat dari si penculik menargetkan Steinar yang ia tau dia seorang yang bisa berbicara dengan hewan dan tak sekedar berbicara, ia bahkan bisa memberi perintah mutlak. Sekalipun si kembar ikut terculik tapi keduanya bisa diselamatkan tepat sebelum mereka dijual sedangkan Steinar dan Jaromir tidak sempat karena mereka sudah diberangkatkan terlebih dahulu. 

"Perdagangan manusia?"

Hallvard mengernyit mendengar tiba-tiba Merikh menyahut pikirannya. "Kau membaca pikiran kakakmu, Rikh?"

"Bukan!" Merikh buru-buru menggeleng. "Jeremiah yang melakukannya. Maafkan aku, Kak Hall." Ia menyengir tipis.

Hallvard menggeleng. "Tak apa." Mungkin aslinya ia butuh seorang yang berkepala dingin untuk mendengarkan pikirannya dan Merikh ternyata orangnya.

"Ngomong-ngomong soal perdagangan manusia, temanku ada yang pernah menyebutkan tentang itu walau hanya sekilas," ujar Merikh, "ketika ia membicarakan hal itu juga dengan nada dendam. Kak Hall tertarik untuk bertanya ke dia terlebih dahulu?"

"Benarkah?"

Merikh mengangguk. "Kalau aku tak salah ingat."

Berkat sedikit informasi dari Merikh, Hallvard meminta izin untuk pergi saat sore bersama dengan Merikh. Atas izin Urfa, mereka berdua pergi ke penangkaran tempat Merikh bekerja. Mereka diantar oleh salah satu pengawal Urfa yang kalau Merikh ingat-ingat lagi adalah orang sama dengan orang yang menjemput ia sebelum ini.

Perjalanan yang cukup panjang, memakan waktu sekitar empat jam dengan mobil. Mereka sampai di tempat saat gelap dan untung saja Aquila belum pulang. Pemuda itu sedang berbincang dengan Tuan Wolfgrim di tempat parkir saat Merikh dan Hallvard sampai.

"Lho, Merikh?"

Merikh membalas dengan cengiran menanggapi wajah terkejut Aquila. "Hai."

"Anak nakal!" Tak disangka, Aquila mendekat kemudian dengan kasar menjitak kepala Merikh sampai empunya nyaris jatuh ke tanah.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang