26 : Mari Kita Pergi dari Dunia Ini.

33 2 0
                                    

Setelah makan malam, Merikh masuk kamarnya untuk bercerita dengan Jeremiah dalam zona kawasan milik roh serigalanya. Kegiatan yang sering dia lakukan. Hari ini hari kelulusannya. Hari yang cukup melelahkan. Untung saja nilainya cukup baik walau tidak seperti Jasna yang lulus dengan nilai sempurna.

Merikh terkekeh saat mengingatnya membuat Jeremiah menatapnya heran. "Apa yang kau tertawa kan?" tanyanya.

"Jasna menjadi lulusan terbaik di sekolah, satu-satunya omega yang bisa menduduki level kepintaran para alpha brengsek itu." Merikh terkekeh. Tangannya sibuk memainkan bulu putih Jeremiah.

Keluarga yang mengasuh Merikh adalah sepupu jauh Altun. Saat Altun harus pergi untuk misi, Merikh dititipkan pada keluarga yang hangat menurutnya. Ayahnya adalah seorang petarung omega. Dia memimpin sekelompok beta untuk tugas perlindungan kawanan. Ibunya seorang beta yang mandiri dan cerdas. Lalu ada Jasna yang mewarisi darah keduanya. Merikh sangat bangga dengan kakak angkatnya.

Merikh ingat dulu kedatangannya menakuti orang-orang terlebih saat mengetahui jenis roh serigala miliknya. Seekor serigala putih yang dikabarkan sudah habis jenisnya. Merikh terlihat seperti kutukan berjalan di kawanan hingga tetua turun tangan untuk memberi tanda pada Merikh kalau dia dilindungi dan diawasi oleh pihak dewan kawanan.

Ternyata sampai sejauh ini dia bertahan. Merikh terkikik geli saat Jeremiah mengusak lehernya dengan moncong besarnya. "Mereka apa kabar ya?" Ia mengusap kepala serigalanya.

"Mereka hidup baik seperti aku gak ya?" Ingatan Merikh mundur semasa dia di panti. "Kangen."

Jeremiah tertawa. "Mereka akan baik-baik saja."

"Semoga." Merikh menenggelamkan tubuhnya dalam bulu-bulu halus Jeremiah. Dia mulai mengantuk.

Sampai tau-tau suara ketukan kencang dari pintu masuk rumah mengusiknya. Karena kamar Merikh paling dekat pintu masuk jadilah ia yang harus membuka pintu. Dengan sedikit menggerutu, ia membukakan pintu. Terkejutlah mengetahui siapa yang datang.

"Bunda!" Akibat teriakannya ini, satu rumah langsung keluar dari kamar masing-masing.

Jasna hanya menggeleng-geleng saat melihat bibinya, Altun, tenggelam dalam pelukan adik angkatnya. "Halo, Bibi Jauh."

"Halo juga, Jasna. Astaga Merikh kau bisa membunuhku kalau memelukku seerat ini." Altun terkekeh sambil menepuk-nepuk punggung Merikh.

Merikh yang sibuk memeluk Altun menggeleng. Ia tak mau melepaskan pelukannya. Belum puas menghirup aroma mawar bercampur dengan hujan yang biasanya dulu menemani Merikh kalau tidak bisa tidur.

Alhasil Merikh seperti anak koala yang nempel dengan induknya. Altun tak bisa memaksa dia untuk lepas sebentar karena ada yang ingin berbicara dengan saudaranya. Jadinya dia tetap berbicara dengan Merikh dalam pelukan.

"Aku paham kalau waktu ini akan tiba. Kondisi negara ini memang sudah masuk level merah sejak dulu. Tapi karena jejak kawanan tidak pernah terendus pemerintah, dewan memutuskan untuk menetap di sini sampai waktu yang tak ditentukan." Ayahnya Jasna yang memiliki hubungan saudara dengan Altun, mengangguk kecil. Mencerna informasi yang baru saja diberikan Altun.

Altun menghela napas. Dia tak menyangka ternyata kasus yang menimpa kelompok pembunuh bayarannya bisa berimbas sebesar ini. Awalnya hanya ingin minta izin untuk membawa Merikh ke tempat lain, tak menyangka kalau dia mengetahui kejutan lainnya.

"Kawanan sudah siap berpindah sejak lima tahun yang lalu, Altun. Bukan sesuatu yang sulit dan untung saja anak-anak sudah selesai wisuda jadi tidak akan berat perihal kawanan. Kawanan ini sudah semakin kuat untuk mencari tempat yang lebih aman." Wanita yang lebih tua mengelus tangan Altun. "Malam ini siapkan barang-barang Merikh. Kami akan pergi menghadap dewan untuk melaporkan tentang kebijakan presiden soal perburuan makhluk mitologi pada mereka."

Altun mengangguk. "Saya izin undur diri dulu kalau begitu."

"Kita mau ke mana, Bunda?" cicit Merikh saat Altun sibuk melepas mantel musim dinginnya. Merikh pun sudah tidak nempel lagi padanya.

Altun hanya tersenyum. Tak menjawab apa-apa. Tangannya kemudian sibuk menyiapkan barang-barang Merikh. Jasna datang untuk membantu. Dia sudah diberitahu oleh orang tuanya. Merikh hanya menatap bingung kedua perempuan yang sibuk mondar-mandir di kamarnya.

"Merikh." Altun mengambil napas panjang untuk menjelaskan semuanya dengan detail. "Kali ini, kamu pindah rumah lagi. Ketemu lagi sama saudara-saudaramu yang lain."

Netra Merikh langsung berbinar senang. Baru tadi ia bilang pada Jeremiah kalau ia merindukan mereka. "Kapan aku ketemu mereka?"

"Besok pagi kita akan berangkat." Altun sungguh kebingungan untuk menceritakan semuanya.

Jasna yang mengerti, menepuk pundak Altun. "Merikh sudah besar, Bibi. Dia akan paham semua ini."

Altun sekali mengambil napas dan mengangguk. "Merikh, kita akan menempuh jalan yang jauh lagi. Kemarin, setelah Azazel melaksanakan misi dari seseorang tanpa nama, ia tertangkap kamera pengawas. Terpaksa dia membubarkan kelompok dan menitip pesan supaya kalian, kau dan saudara-saudaramu, diantar selamat ke negara tetangga demi keamanan. Belum ini menteri pertahanan mengeluarkan peraturan baru yang membuat para hunter akan memburu orang-orang seperti kita, para werewolf."

Merikh mengerjap kaget. Niatnya ingin memotong kata-kata Altun tapi Altun menahannya. "Aku hanya mengantarmu hingga perbatasan. Yang menemanimu hingga tujuan adalah Elja. Aku masih bertugas di sini. Jadi bisa saja ini terakhir kali kau akan melihatku."

Butuh beberapa menit untuk Merikh mencerna semua. Baru air mata perlahan meleleh, membasahi pipi. Altun kini ganti memeluk Merikh. Jasna izin pamit dulu. Memberikan ruang untuk bibi dan adiknya.

"Tapi aku baru ketemu Bunda," isak Merikh.

"Maaf ya, sayang." Altun semakin erat memeluk pemuda yang dulu dalam ingatannya adalah seorang anak cengeng yang takut dengan hantu dan tak bisa tidur sendiri.

Merikh tak menjawab apa-apa selain tangisnya yang semakin mengencang. Jeremiah memandang pilu tuannya. Malam itu hanya hening dan suara tangis Merikh yang menemani. Altun terus memeluk anak asuhnya hingga ia tertidur. Merikh mencengkram baju Altun sangat kuat. Sampai dia tertidur pun cengkramannya tak mengendur.

Altun mengelus rambut abu-abu Merikh yang mulai menyentuh tengkuknya. Tubuhnya benar-benar tenggelam dalam pelukan Merikh. Ternyata dia sudah sebesar ini.

Maafkan aku. Altun tanpa sadar menangis. Hatinya terasa sakit. Teringat kata-kata terakhir Azazel saat melepas mereka semua.

Aku harap kalian selamat. Hiduplah sebagaimana orang-orang menjalani hidup mereka. Makan, tidur dan minum yang cukup. Terima kasih sudah berjalan di sisiku selama ini.

Terima kasih Azazel. Dia merasa kalau Dezra ikut memeluk Merikh. Bau mawar, hujan dan hutan pinus bercampur. Menambah rasa pilu. Jasna yang berada di kamarnya sampai ikut menangis.

Rikh, kadang ngerasa dunia jahat banget gak sih?

Bukan dunianya Kak yang jahat, penduduknya aja yang brengsek.

Kalau gitu, ayo lari dari dunia ini.

Chapter yang nulisnya sedikit maksa :)) Jadinya cuma dikit dan mungkin gak memuaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Chapter yang nulisnya sedikit maksa :)) Jadinya cuma dikit dan mungkin gak memuaskan.

Semoga hari kalian menyenangkan, yang pusing-pusing sekolah semoga diredakan pusingnya. Yang pundaknya rapuh, semoga dikuatkan pundaknya ^^

Terima kasih buat kalian yang udah ngikutin sampai sejauh ini.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang