Azazel membuka matanya tiba-tiba. Perasaan was-was tiba-tiba menyerang. Ia segera membuka ponselnya kemudian membuka laman pencarian berita. Berita utama, kematian anak presiden.
"Astaga."
"Paman." Ketukan pelan pada pintu kamarnya terdengar. Azazel segera bangkit untuk membukanya.
"Ada apa, Hall?" Ternyata Hallvard yang mengetuk dengan wajah ngantuknya.
"Kayaknya ada sesuatu Paman. Perasaan Hall dari tadi gak enak," ujarnya dengan netra yang setengah tertutup.
Azazel hanya mengangguk. Toh, dia merasakan hal yang sama. Suara badai di luar sana sudah tidak terdengar. Hanya hening tapi membuat Azazel semakin curiga.
Maka dia berjalan ke ruang tamu untuk mengintip halaman rumah. Hallvard mengekor di belakangnya sambil menggenggam ujung baju sang paman. Sebenarnya di luar hanya ada sunyi dan tumpukan salju yang nyaris sepinggang. Namun Azazel menangkap hal lain. Ada laser penembak mengarah ke jendelanya.
"Ada sesuatu Paman?" tanya Hallvard yang melihat perubahan ekspresi Azazel.
"Si bajingan itu menjebak kita. Hallvard bangunkan saudaramu tanpa suara. Bangunkan Yerzhan dan suruh dia untuk minum darah Soren. Langsung persiapkan barang kalian," titah Azazel. Hallvard mengangguk tanpa banyak bertanya.
Dia segera naik ke kamarnya yang sekamar dengan Soren. Temannya ini sangat mudah dibangunkan. "Ren, bangun."
"Hm, kenapa?"
"Ada penembak." Soren langsung duduk tegak mendengar itu.
Hallvard memberi isyarat untuk tetap diam. "Aku bangunin adek-adek. Kamu yang beres-beres barang."
Soren mengangguk. Ia turun dari kasurnya kemudian mengambil tas besar yang selalu disediakan Azazel kalau mereka perlu melarikan diri. Dia yang menata barang, Hallvard pergi ke kamar sebelah untuk membangunkan dua adiknya yang lain.
"Ein, Aro ayo bangun." Jaromir yang terbiasa dengan disiplin tentara langsung bangun dengan punggung tegap. Steinar masih menguap pelan dalam keadaan setengah sadar.
"Cuci muka, jangan ribut habis itu ke kamar kakak," titah Hallvard. Lalu ia pergi ke kamar yang ditempati Yerzhan.
"Zhan, bangun dulu yuk." Hallvard mengelus kepala Yerzhan supaya anak itu tidak kaget.
"Kenapa Kak?"
"Bangun dulu, ikut ke kamar kakak." Hallvard membantu Yerzhan untuk berdiri.
Sudah beberapa hari ini Yerzhan terus-terusan tidur dan minum darah. Biasanya dia kuat tidak minum hingga sebulan tapi sekarang dia bisa minum darah tiga sampai empat kali dalam sehari. Tubuhnya pun terus melemah. Bahkan ia jalan harus ditopang Hallvard.
Soren sudah selesai menyiapkan barang ketika Hallvard dan Yerzhan datang. "Ren, bagi darah buat Erzhan," pinta Hallvard.
Soren mengernyit. Kan Yerzhan gak suka darahnya. "Tumben."
Hallvard menggeleng. "Disuruh paman Zazel."
Maka dari itu, Soren melukai lengannya dengan pisau pendek miliknya. Lalu ia tampung darahnya yang menetes di gelas. "Nih."
Yerzhan langsung menggeleng begitu bau darah Soren memenuhi penciuman. Bau belerang menyiksanya. Hallvard dengan usaha maksa dibantu oleh Jaromir akhirnya berhasil membuat Yerzhan minum. Ajaib, wajah Yerzhan terlihat lebih cerah.
Mereka pun segera bersiap. Soren oper satu tas pada Hallvard dan Steinar. Jaromir ditugaskan untuk menopang Yerzhan. Mereka berempat segera turun dan bertemu Azazel yang juga sudah siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust
AdventureWanderlust [wan-der-lust] noun A strong desire to travel. Delapan anak. Delapan jalan. Mereka saling bertemu di sebuah panti tua di pinggiran Kota Gargtus. Soren seorang anak yang penyabar dan penyayang. Hallvard sosok yang tegas. Yerrik anak yang...