30 : Lembaran yang Koyak

32 3 0
                                    

◇Ward◇

Ward memegangi kepalanya yang berdenyut kuat. Ayolah, ini sudah seminggu berlalu semenjak Ward menjadi 'anak magang' yang tugasnya lalu-lalang pergi ke pulau kecil, tidak kecil sebenarnya, dengan kapal kecil untuk mencari tanaman herbal. Tubuhnya tetap tak bisa diajak kompromi. Setelah kepala yang berdenyut disusul dengan perut yang mulai bergejolak.

"Ward, kamu masih kuat?"

Maunya Ward bilang iya tapi dia buru-buru pergi ke pinggir kapal, memuntahkan isi perutnya. Harusnya tadi dia menurut ketua anak magang untuk minum obat anti mabuk perjalanan. Ward menyandarkan tubuhnya di sisi kapal.

"Sudah tidak ya, bertahanlah sedikit lagi," ujar teman seperjalanannya, memberi semangat pada Ward yang tergeletak tak berdaya.

Temannya yang lain tertawa kecil. Padahal sebenarnya hanya butuh lima belas menit sampai ke pulau yang mereka tuju. "Berjuang adik kecil." Kepala Ward diusap lembut, kemudian menyalurkan sedikit energi sihir supaya anak itu reda rasa mualnya.

Pada awalnya, Ward dan Yerrik sama-sama memutuskan untuk tetap tinggal di hutan Corflok Timberland, membantu Elja yang super sibuk karena harus membagi waktunya sebagai penyihir yang berbakti ada klan dan sekalian ikut mengurus ladang. Namun tiba-tiba, Elja tanpa persetujuan kedua anak itu mengirim keduanya ke luar hutan. Bahkan sampai ke tanah seberang. Ward tiba-tiba disuruh berkemas dan meninggalkan hutan saat gelap. Dia sampai tidak berpamitan dengan Yerrik dan Ierzie.

Dengan begitu di sinilah Ward, sebagai penyihir magang di sebuah pusat kesehatan di pinggiran kota Hrazdin. Ward awalnya agak linglung. Dia anak asing tanpa pendamping yang bahkan tak bisa bahasa di tempat ia berdiri. Untung ada seorang yang baik hati mau menampung Ward. Kemudian dia menunjukkan surat rekomendasi yang dibawakan Ward. Dengan begitulah sekarang dia menjadi anak magang.

"Ward, kita sudah sampai!"

Ward mengangguk kecil. Dengan berpegangan pada pinggir kapal berusaha berdiri dengan tubuh yang sempoyongan. Akhirnya dia berhasil berdiri di daratan tanpa baju basah kuyup, sebuah pencapaian baru.

Pekerjaannya sebenarnya mudah, mencari beberapa tanaman herbal. Tanaman yang kali ini dicari pun bukan tanaman yang susah dicari. Ward pikir saat dia kerja magang akan diperlakukan macam budak. Ternyata, dia diperlakukan dengan baik. Bahkan dia mendapatkan julukan 'bayi Ward' karena anak yang paling muda di antara anak magang yang lain.

Selesai mengumpulkan bahan dalam daftar, Ward duduk di pinggir pantai sembari menunggu yang lain. Desir ombak yang perlahan akrab di telinga membawa rasa nostalgia aneh. Ward kan seumur-umur belum pernah tinggal di dekat laut. Namun, perasaan tenang yang selalu ia rasakan ketika mendengar suara laut itu cukup menyenangkan.

"Ward, kau sudah selesai?" tanya seorang teman yang datang kemudian beberapa menit setelah Ward termenung menatap laut.

"Kalau belum tentu aku belum duduk di sini," balas Ward yang dibalas tawa kecil oleh temannya.

"Ayo kembali ke kapal. Kepala bagian obat membutuhkan bahannya segera," ajaknya.

Ward mengangguk lalu beranjak dari duduk. Mereka segera kembali ke pusat kesehatan. Begitu sampai, para anak magang langsung memberi laporan kemudian segera pergi ke bagian mereka masing-masing. Ward masuk ke bagian obat-obatan.

"Kau sudah datang? Tolong siapkan cairan pembersih ya, Ward. Dokter akan segera melakukan operasi dan di sana persediaannya habis, nanti tolong antarkan." Adara, senior yang mengatur anak-anak magang di bagian obat, langsung menyambut Ward dengan tugas lain.

Ward mengangguk. Ia mencari barang yang dimaksud dan segera mengantarnya. Untung dia tepat waktu. Pekerjaan dia seharian tak jauh-jauh dari memilah bahan-bahan yang sudah bisa digunakan, yang tak bisa dan yang belum bisa. Selesai bekerja, Ward kembali ke rumah sewanya.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang