◇Yerzhan◇
Yerzhan menggerakkan kakinya yang kaku akibat bersembunyi hampir satu jam. Misi mengintai yang melelahkan. Yerzhan mengejar targetnya yang kembali berpindah. Ia tanpa kesulitan mengikuti laju mobil yang membelah jalanan ramai. Itu bukan apa-apa ketimbang saat dia harus sehari penuh mengikuti orang gabut seperti Magnar.
Mobil hitam yang Yerzhan ikuti keluar dari jalan raya, berpindah ke jalan sepi. Firasat Yerzhan sudah tidak enak. Mobilnya seolah memancing dia agar bisa menjebaknya.
"Kak Ronja." Yerzhan melakukan panggilan dengan earphone-nya.
"Diterima. Ada apa Yerzhan?" Ronja membalas panggilan Yerzhan.
"Kayaknya Yerzhan ketahuan. Erzhan mundur ya, Kak," ujar Yerzhan dengan mata yang masih mengawasi pergerakan mobil yang semakin menjauh. Masuk ke dalam pemukiman.
"Oke. Biar Magnar yang melanjutkan." Yerzhan mengangguk patuh. Tepat sebelum dia memundurkan diri. Suara ledakan mengalihkan perhatiannya.
Paman Magnar sudah mulai? Yerzhan mengedarkan pandangannya. Suara teriakan yang saling bersahutan terdengar. Yerzhan lebih baik segera mundur sebelum dia ikut terlihat dengan keisengan Magnar.
Namun ketika ia memundurkan diri. Bau menusuk menyergap hidungnya. Seketika, Yerzhan kehilangan kesadarannya.
◇♠︎◇
Ini hal yang buruk. Itu yang pikirkan Yerzhan saat terbangun dari pingsannya. Kedua mata yang ditutupi kain. Kaki dan tangan diikat. Bau yang tak menyenangkan. Sekarang kepalanya berpikir bagaimana caranya kabur.
"Sudah sadar bocah vampir?" Tubuh Yerzhan seketika menegang.
"Rupanya kau masih mengenal suaraku. Wah, benar-benar seorang anak vampir. Seperti yang diharapkan. Ku pikir tidak perlu lagi menutup matamu bukan?" Yerzhan merasakan bagaimana kasarnya ketika kain yang menutup matanya ditarik.
"Kita bertemu lagi." Topeng rubah yang serupa. Tak ada yang berubah. Suara yang selalu mengantarkannya pada mimpi buruk. Yerzhan tidak pernah lupa dengan semua itu.
"Jujur aku selalu berdoa setiap malam agar tidak pernah bertemu dengan kalian. Setiap malam, tidak pernah absen. Tapi apa balasan tuhan? Aku tetap bertemu dengan kalian." Yerzhan kembali mendengar suara itu. "Oh ya, kita belum pernah kenalan. Panggil aja Kitsune." Pria bertopeng rubah mengulurkan tangannya.
"Oh ya, aku terlupa lagi. Kau kan diborgol." Pria bertopeng terkikik. "Jadi apa sebenarnya rencana kalian? Kenapa pak tua botak dan buncit itu sangat marah?"
Yerzhan tidak membalas. Dia masih diam mengamati keadaan. "Apa kau bisu? Seingatku tidak," tanya pria itu.
"Memang tidak," balas Yerzhan.
"Lalu kenapa kau diam saja? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Pria bertopeng.
"Apa perlu dijawab?" balas Yerzhan dingin.
Entah ekspresi apa yang ada di balik topeng. Namun, terdengar suara tawa hambar. Tawa tak percaya. "Lihatlah, berani sekali berandalan ini. Kau hanya seorang tahanan yang entah kapan nyawamu akan hilang."
Yerzhan menggigit bibirnya. Berjuang kuat menahan tangis. Kenangan lama itu tidak pernah hilang. Bau asap yang terbayang. Bocah itu dengan berani menantang. "Kita lihat siapa yang akan habis terlebih dahulu. Aku atau anda tuan bertopeng."
Sedetik kemudian, Yerzhan bisa merasakan dinginnya bilah pedang di lehernya. Pria bertopeng seakan menatapnya penuh kebencian. "Selagi aku masih mengasihi nyawamu."
"Mengasihi nyawa? Sejak kapan anda mengasihi nyawa seseorang, Tuan?" Yerzhan membalas dengan tatapan yang sepadan.
Pedang di leher semakin menekan. "Ku harap kau bisa menjawab pertanyaanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderlust
AventuraWanderlust [wan-der-lust] noun A strong desire to travel. Delapan anak. Delapan jalan. Mereka saling bertemu di sebuah panti tua di pinggiran Kota Gargtus. Soren seorang anak yang penyabar dan penyayang. Hallvard sosok yang tegas. Yerrik anak yang...