11 : Pindah

46 4 0
                                    

◇Yerrik◇

Yerrik menggerutu pelan. Ia sudah lelah duduk diam di kursinya sedangkan temannya yang lain tengah fokus dengan tugas dari mereka. Hari ini tugas mereka menerjemahkan tulisan rune yang diberikan guru. Yerrik sudah menyelesaikannya sejak setengah jam yang lalu. Dia bosan.

"Erik jangan mulai cari perkara." Perempuan bernetra biru safir menatap Yerrik tajam.

"Tapi aku bosan." Yerrik mencebik pelan. Teman satu kelasnya hanya menatap Yerrik tak percaya. Satu papan tulis penuh dengan tulisan rune dan bocah berumur 10 tahun sudah mengerjakan semuanya.

"Kak Ierzie ayo cepat selesaikan tugasnya, Erik bosan." Yerrik menarik-narik lengan teman sebangkunya.

"Yerrik, kakak bukan anak jenius sepertimu yang bisa menerjemahkan bahasa rune satu papan tulis dalam waktu setengah jam jadi diam dan jadi anak manis. Ku laporkan kak Ronja kalau kau mengacau lagi dan jam latihan pedangmu ditambah." Ierzie, teman satu bangku Yerrik. Lebih tua 4 tahun dari bocah bersurai coklat cerah. Netra emasnya masih berkutat dengan kamus rune dan buku di mejanya.

"Kak Ierzie~" Yerrik mulai merengek.

"Elnairos, lebih baik kau kuberi tugas tambahan saja." Perempuan bermata biru safir menghela napas. Lelah memiliki murid hiperaktif seperti Yerrik. Bocah itu tadi pagi makan apa sampai tenaganya masih penuh saat mentari tepat di atas kepala.

"Tidak mau~ Erik mau main aja." Yerrik menyilangkan kedua tangan di dada. Gurunya menggeleng pelan. Ya ini resiko mengajar anak yang pada umumnya dia berada di kelas tingkat bawah tapi lompat kelas ke kelas menengah.

Sang guru pada akhirnya tak melarang Yerrik bermain dalam kelas. Si bocah sibuk berkeliling kelas sesekali membantu para seniornya mengerjakan tugas. Tangannya tak bisa diam menangkap hewan yang tak sengaja lewat di penglihatannya. Yerrik berlari keluar kelas untuk menangkap seekor tupai.

"Bisa-bisa mati muda aku karena mengurus anak Ronja." Sang guru mengusap wajahnya pelan.

"Bu Guru! Erik dapet anak serigala!" Satu kelas tersentak. Adik kecil mereka baru menghilang lima menit yang lalu dan sekarang kembali dengan bayi serigala putih di tangannya. Ini bocah dari mana sih?

"Astaga Erik, lepaskan anak serigala itu nanti induknya khawatir." Gurunya hampir saja kena serangan jantung. Netra bulat Yerrik langsung tampak kecewa. Ia kembali keluar kelas lalu kembali dengan hewan lain di tangan. Seekor kucing.

Ierzie menghela napas. Dari mana bibinya bisa mendapatkan anak ajaib seperti Yerrik? Kepalanya pening hanya dengan melihat tingkah Yerrik. Lebih baik dia kembali mengerjakan tugasnya yang kurang dua baris.

Yerrik sekarang duduk manis di bangkunya seraya mengelus kucing yang entah dari mana ia mendapatkannya. Ierzie sedikit bersyukur. Tak lama kemudian bel berdentang kencang pertanda kelas selesai. Semua tugas sudah dikumpulkan. Sekarang waktunya kelas memanah. Pelajaran kesukaan Yerrik.

"Kak Ierzie, ayo!" Yerrik melompat-lompat kecil.

"Kau itu tak ada capeknya, Rik. Sabarlah sebentar, Kakak masih mengikat tali sepatu." Ierzie merapikan tali sepatunya. Menyusul Yerrik yang berjalan sambil bersenandung riang.

Pelajaran memanah tak pernah membosankan. Selain pelajaran yang dilakukan di luar, Yerrik teringat dengan masa lalunya di panti. Saat dia belajar memanah dengan saudara-saudaranya dan berakhir mereka akan bermain di danau.

"Erik, kau sudah menyelesaikan tembakanmu?" Pundak kecilnya ditepuk oleh seorang pria elf paruh baya. Yerrik mendongak kemudian mengangguk.

"Duduklah untuk istirahat. Selanjutnya!" Yerrik menuruti kata guru memanahnya. Ia letakkan busur panah di tempatnya semula dan merebahkan badan di rerumputan pendek. Mata coklatnya menonton para elf berbeda usia tengah berlatih.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang