5 : Selamat Tinggal.

62 6 0
                                    

Lyra menatap langit fajar. Semburat kemerahan berpadu dengan warna kuning kejinggaan mewarnai langit. Sudah dua hari ia berjaga penuh. Mungkin ia tidur hanya dua jam dalam sehari di saat anak-anaknya sudah bangun.

"White, kita kembali dan kalian di sini." Lyra menaiki harimau putihnya. Sejauh ini belum ada tanda-tanda kalau organisasi berhasil mengendus jejaknya ataupun jejak anak-anaknya. Semoga Lyra tak salah menyangka.

Angin dingin berhembus. Daun-daun pada pepohonan lebat mulai meranggas. Beberapa sudah kehilangan seluruh daunnya. Musim gugur sudah ada di penghujungnya. Lyra merapatkan dirinya pada si harimau putih. Merasakan hangat dari bulu-bulu sang harimau. Dalam hati berharap kalau semoga anak-anaknya bisa melewati musim dingin tahun ini.

Ketika ia sudah dekat tempat singgah, sebuah teriakan kencang memecah sunyinya hutan. Lyra terbelalak.

"White!" sang harimau putih paham apa yang terjadi mempercepat lajunya. Oh, apa yang terjadi? Berbagai kemungkinan buruk menyerang pikirannya.

Keadaan pondok tempat singgah buruk. Asap hitam membumbung di langit. Bukti dari adanya kebakaran yang melahap pondok yang terbuat dari kayu. Sekelompok orang, sekitar delapan sampai sepuluh orang ada di sana. Tak seperti orang-orang yang menyerang panti beberapa waktu lalu. Orang-orang yang tengah mengepung kedelapan anak asuh Lyra mengenakan jaket dengan tudung yang menutupi separuh wajah. Pada lengan kanan jaket tampak sulaman naga merah memanjang.

Hallvard mengeretak pelan pada orang-orang yang mengepung mereka. Satu orang di antara para pengepung, yang menggunakan topeng kitsune tertawa.

"Kenapa bocah?" Ada nada mengejek di sana.

"Apa sebenarnya mau paman?" Hallvard menatap nyalang.

"Kalian. Sebenarnya aku tak punya urusan dengan kalian hanya saja atasanku cerewet sekali." Orang bertopeng kitsune menodongkan pistolnya. "Aku ingin sekali menekan pelatuk ini. Menyarangkannya di dahi-dahi mungil kalian. Tapi saja orang tua bangka itu meminta kalian ditangkap tanpa ada satu pun luka."

Soren di belakang Hallvard memeluk Jaromir yang sudah menggigil ketakutan. Yerrik dan Yerzhan memunggungi Ward, Steinar dan Merikh, memberi perlindungan.

"Tangkap mereka." Yerrik menembakkan anak panah. Dalam kedipan mata, panah yang ditembakkan Yerrik ditangkap dengan satu tangan. Kemudian, patah. Detik berikutnya semua anak sudah pingsan. Tepat saat Lyra datang.

"Brengsek!" Lyra mencabut pistol di pinggangnya. Harimau yang ia tunggangi mengaum kencang. Dibalas suara auman pula dari kejauhan. Baku tembak pun terjadi.

Lyra tanpa kesulitan menyarangkan dua tembakan pada orang yanng menyerangnya secara langsung, melompat di depannya dengan pisau teracung. Mayatnya ia tendang kasar hingga menabrak tanah disertai bunyi gedebuk keras. Sekali lompatan, ia turun dari harimaunya.

Dari belakangnya, seseorang melemparkan pisau berbilah tipis. Lyra berkelit ke sisi kanan, menghindar. Satu tinju dilayangkan oleh orang yang berbeda, bertopeng anjing, yang tiba-tiba muncul di sisi kirinya. Lyra merendahkan diri, kemudian membalas dengan tendangan. Mengenai wajah si topeng anjing hingga topengnya retak. Rekannya yang tadi melemparkan pisau merangsek maju. Tangan kanan menggenggam pisau diayunkan secara vertikal, mengincar pundak Lyra.

Tiba-tiba dari belakang si pembawa pisau, harimau berbulu keemasan menerkam. Kuku-kuku besarnya mengoyak leher lawannya dengan sekali gerakan. Di belakangnya muncul dua harimau Lyra yang lain. Suara auman tanda mengancam memekakkan telinga. Memberi tanda pada hewan lain untuk tidak mendekat.

Lyra beralih ke orang yang mengenakan topeng kucing. Tangan lentiknya menekan pelatuk, memuntahkan peluru panas. Namun lawannya sangat lincah. Dalam waktu sekian detik ia berhasil menghindar. Senjata sabit berantai ia loloskan dari balik jubah hitamnya. Tangan berbalut sarung tangan hitam mengerakkan sabit berantai secara memutar. Memotong udara kosong di atasnya sebelum dengan cepat digerakkan mengincar Lyra oleh sang empu. Sabit berantai salah satu senjata yang dibenci Lyra. Selain diperlukan ketangkasan dalam menggerakkannya, senjata itu senjata yang tak bisa diperkirakan gerakannya. Sama seperti cambuk.

WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang