Sebuah jerebu terbentuk dari mulut sosok laki laki jangkung yang sudah bertambah dewasa. Gulf, menghisap rokok sambil menyipitkan matanya di rooftop sebuah mall yang akan di bangun eskalator.
Ia sedang beristirahat setelah melakukan survei untuk projek terbaru nya. Angin tak jarang menyapu wajahnya hingga kemeja yang ia kenakan terangkat.
Fern, yang menjadi kepala penanggung jawab tak ikut dalam survei kali ini, dan menyerahkan semua tanggung jawab nya pada Gulf.
Gulf yang kala itu tengah menikmati rokok nya, di hampiri oleh Mew yang ternyata diam diam mengikutinya ke rooftop.
" Kamu jadi perokok sekarang".
Hening, hanya berteman suara mesin.
" Gulf .. aku ingin meminta maaf".
Lagi, keheningan berteman suara mesin.
" Gulf .. tolong jawab aku".
Gulf melemparkan rokok yang tengah ia hisap ke tanah lalu menginjaknya kasar. Raut wajah kekesalan nampak jelas sekarang.
" Maaf untuk?". Tanya Gulf.
" Untuk segalanya".
" Kamu tahu phi bagaimana dulu aku melewati masa sulit, bingung dan perasaan campur aduk yang berkecamuk karena kamu pergi begitu saja meninggalkan aku, ku coba mengerti semuanya. Susah payah ku tata kembali hidup dan sekarang tiba tiba kamu dengan gampang nya minta maaf?.
" Aku .. tak bisa memaksamu untuk mengerti dan paham atas apa yang tidak bisa aku bahasakan, aku pun sama rasa cinta , sayang rindu , cemburu, benci semuanya menyatu dalam tubuh. Aku sudah cukup lama menyembunyikannya di balik diam yang aku sendiri tak bisa terjemahkan".
" Phi tau berapa banyak waktu yang aku pergunakan untuk mencoba damai dengan keadaan? Ku coba perlahan menyapu sisa sia asa yang berceceran dengan susah payah".
" Maafkan aku Gulf".
" Coba dulu setidaknya Phi berbicara jika ingin pergi, jangan seperti hantu menghilang bak ditelan bumi".
Gulf pun pergi meninggalkan Mew sendirian, karena ia pikir percuma berdebat tentang masa lalu mereka, Gulf begini karena inginnya Mew juga.
*****
Mew menunduk dalam, ia agaknya sedikit menyesal. Memang benar, setidak nya dulu seharusnya dia mengucapkan sesuatu sebelum pergi kepada Gulf. Bukannya pergi dengan tiba tiba dan datang tanpa permisi.
" Aku tidak menyangka akan se asing ini denganmu yang dulu pernah se saling itu". Gumamnya sendiri.
Mew tak bisa menyalahkan kemarahan Gulf sepenuhnya, karena ia pun turut andil dalam kesakitan Gulf.
Mew kembali turun melanjutkan pekerjaannya.
Saat bekerja, Mew dan Gulf sangat bersikap sangat profesional sama sekali mereka tak melibatkan perasaan.
Hampir seharian mereka bekerja disana, tibalah waktunya untuk pulang.
Gulf yang tidak membawa kendaraan pribadi, diam di depan mall sembari menunggu taksi lewat.
Mew memberhentikan mobilnya, mengajak Gulf pulang bersama namun di tolak mentah mentah.
Mew turun, lalu memaksa Gulf untuk naik mobilnya. Ia memakai kan sabuk pengaman untuk Gulf, memang sudah menjadi kebiasaannya sedari dulu perhatian kepada Gulf
Gulf duduk di sampingnya dengan muka masam, keheningan terjadi di sepanjang jalan menuju pulang.
Tak ingin terus diam, Mew memulai percakapan terlebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSIVE LOVE DISORDER ( OLD )
عاطفيةMenjalani sebuah toxic relationship bukanlah suatu hal yang mudah, begitu juga bagi Gulf seorang mahasiswa semester awal di sebuah universitas terbaik di Thailand. Ia berkencan dengan dosen mata kuliah matematika lanjutan di universitasnya bernama...