Chapter 27

676 112 8
                                    

Anak laki-laki kecil itu sangat bersemangat. Kakinya berlari menelusuri rumahnya yang megah itu. Meskipun di luar tengah hujan lebat tapi penerus keluarga Wiharja itu tidak peduli selama hari ini adalah hari yang paling dia sukai dalam setahun. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke delapan.

Kini dia mencari keberadaan ayah dan ibunya. Ia ingin menagih hadiah dari mereka, boleh kan?

Walaupun di ruang utama sudah ada kue, lilin dan banyak kado terkumpul disana tapi biasanya ayah dan ibunya sudah menyiapkan kado spesial untuknya. Ayah dan ibunya tiap ia ulang tahun pasti memberikan sendiri kadonya langsung padanya.

Tapi hari ini terasa berbeda, begitu ia bangun dan melihat ruang utama sudah dihias layaknya pesta kecil tapi kedua orang tuanya itu tidak nampak.

Mereka kemana?

Raesham mencarinya. Hari ini hujan jadi dia langsung berpikir jika kedua orang tuanya itu pasti ada di suatu tempat di rumahnya. Mereka pasti tidak akan keluar.

Dan senyum Raesham mengembang begitu dia berdiri di depan ruang kerja ayahnya yang tertutup itu. Mereka pasti ada disini, pikir Raesham kecil itu.

Dengan perlahan dia mencoba membuka pintu itu. Dia senyum sendiri karena menyadari kedua orang tuanya yang tengah berdiri itu tidak menyadari keberadaannya. Dia ingin mengejutkan mereka.

Namun senyumnya langsung memudar begitu mendengar nada suara papanya meninggi. Papanya memarahi mamanya.

Otak kecil Raesham mencerna kata-kata kedua orang tuanya itu. Lambat laun air matanya mengalir mendengar pertengkaran mereka.

Raesham berusaha berteriak tapi suaranya kalah dengan geluduk. Ia ingin berteriak agar mama dan papanya bisa berbaikan tapi gagal. Semakin keras suara geluduk, semakin keras pula suara pertengkaran mereka.

Raesham takut. Raesham takut kedua orang tuanya akan pergi darinya. Raesham sayang kedua orang tuanya tapi disitu Raesham mulai membenci papanya.

Papa yang selalu dia banggakan ternyata sudah tidak pantas ia banggakan. Bagaimana bisa ia bangga pada orang yang menghancurkan sebuah kesetiaan?

Tentu saja tidak.

Raesham hanya bisa menangis begitu menyadari papa dan mamanya sudah sadar akan kehadirannya. Tapi sayangnya mereka terlambat. Mereka terlambat dan berhasil membuat Raesham akhirnya benci pada geluduk.

***

"Rae, Rae are you okay?"

Raesham akhirnya membuka matanya. Lagi-lagi ia bermimpi buruk. Kejadian masa kecilnya itu benar-benar terus muncul sebagai mimpi buruknya.

Tapi mimpi buruknya kali ini berubah menjadi wajah Kala yang khawatir.

"Kamu kenapa Rae?"

Raesham langsung bangun dari pangkuan Kala.

"Mimpi buruk kah?" tebak perempuan yang wajahnya di dekatkan pada Raesham itu. Raesham langsung tersenyum dibuatnya.

Raesham lalu mencubit pipi Kala.

"Mimpi basah," sahut Raesham menggoda Kala dan berhasil membuat Kala memasang wajah kesal sementara Raesham langsung terkekeh.

"Percuma aku khawatir kalau gitu..."

"Jadi udah bisa belum?" tanya Raesham saat mengingat apa yang mereka lakukan saat ini.

Raesham saat ini tengah menemani Kala di sebuah taman untuk berlatih sepatu roda. Awalnya Raesham memang membantu Kala berjalan dengan sepatu rodanya tapi perlahan Raesham kelelahan lalu duduk di bangku dan ketiduran.

BelofteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang