"Pa, aku mau ngomong. Ini soal Rein."
"Mau ke Bandung lagi? Kamu tahu jawaban Papa, Ri—"
"Papa dengar dulu, mau?"
"Oke. Silakan."
"Selama di Bandung, Papa larang aku main sama Rein. Alasannya, Rein muslim. Tapi teman SMP-ku, Zikra dan Aldi, mereka muslim juga. And they're not as bad as you said, Pa. Fine, dulu mungkin aku enggak bisa membedakan apa yang baik dan enggak. Tapi sekarang aku bisa. Usiaku 14. Jadi, sekarang, I'm here just to tell you, bukan minta izin. Aku dapat kontak Rein. Aku mau menghubungi dia kembali. Sewaktu Zikra pindah, dia pamit baik-baik. Sewaktu aku berhenti sekolah, aku pamit baik-baik pada Aldi. Tapi aku enggak pernah benar-benar pamit pada Rein. Aku berutang itu padanya. Aku enggak merengek minta pindah lagi ke Bandung seperti dulu, tapi jangan larang aku menghubungi teman-temanku hanya karena agama mereka."
"Asal kamu tahu konsekuensinya, River. Aturan agama mereka berbeda dengan kita."
"Kita? Who is this 'us' ?Aku dan Papa? Aku bahkan enggak memeluk agama apa-apa secara resmi. Atau Mama dan Papa? Bahkan aturan agama Papa berbeda dengan aturan agama Mama. Agama kalian berbeda! Tapi kalian bisa saling mengalah, saling menerima. Kalian bahkan menikah. Aku cuma mau berteman."
"Just do whatever you want, River. Papa rasa, dunia tempatmu besar sekarang sudah berbeda dengan dunia Papa dulu."
"Papa ke mana saja? The world changes every second. Dan setelah puluhan tahun, Papa baru sadar? Jadi, ya, itu saja yang mau kuberi tahu. Enggak ada respons lebih, kan?"
--------------
*beberapa dialog diterjemahkan langsung ke bahasa Indonesia, karena sebagian besar obrolan di Puzzle ini menggunakan bahasa Hokkian.
--------------
To be continued ....
~Senin, 28 Maret 2022~
KAMU SEDANG MEMBACA
His Rebel
Teen FictionTravel Series #2 His Rebel "Can I Trust You?" Begitu tiba di Bandara Jend. Ahmad Yani Semarang, Denias kabur sebagai bentuk pemberontakan pada orang tuanya. Tapi, bagi River, Deni bukan siapa-siapa selain anak dari klien sang ibu. Sampai akhirnya...