"Bang—"
"Jangan panggil aku abang, Deni. Please, I beg you. Sudah berapa kali aku memintamu ...."
"Oke. Maaf. River. Ng ... kulihat kamu enggak pernah sekolah."
"Dunia adalah rumahku, taman bermainku, sekaligus sekolahku."
"Seru, ya, bisa menjadikan dunia sebagai taman bermain."
"Kerasa fun and interesting selama kamu masih punya hal untuk dijelajah. Manusia enggak pernah puas. Oh ya, pekerjaan ibumu apa sih? Dia sering beli tiket pesawat sama mamaku, tapi kota tujuannya berbeda terus."
"Sosialita yang terhasut pergaulan termasuk pekerjaan?"
"Okay, I get it. Okey-dokey."
"Mamamu baik banget. Aku tahu Umi sering curhat sama mamamu. Tapi mamamu enggak kapok dengernya. Walaupun Umi datang cuma untuk curhat, bukan untuk beli tiket pesawat."
"Orang yang mau didengar harus mendengar. Orang yang mau dihargai harus menghargai. That simple."
"Kamu juga gitu?"
"Sorry?"
"Kamu mendengarku karena mau didengar?"
"Aku mendengarmu karena kamu bicara. Itu prinsipku. More simple."
"Berarti selama ada yang bicara, kamu akan mendengar?"
"Meski dia berbicara pakai chat atau bahasa isyarat, iya. Pasti kudengar asal si pembicara enggak menjelekkan seseorang yang kutahu dengan 'rumor' yang aku tahu itu enggak benar."
"Contohnya gimana?"
"For example, aku kenal seorang preman yang sering menolongku. Kamu bilang, dia tukang palak, jahat, and on and on, jadi aku enggak boleh percaya padanya. Nah, siap-siap saja aku berhenti mendengarmu. Atau, another example, aku punya sahabat. Dia selalu ada untukku, bukan tipe yang sok-sokan menempeli aku. Kalau kamu mengatakan dia baik cuma karena aku apalah, padahal kamu enggak tahu apa aja yang sudah dia lakukan untukku, bersiaplah mendengar perkataan fuck off."
"Aku iri pada orang yang bisa jadi sahabatmu."
"Thanks. What? Jangan bingung. Sahabatku yang tinggal di Bandung pasti akan berterima kasih mendengarmu bilang begitu."
------------------
To be continued ....
~Rabu, 30 Maret 2022~
KAMU SEDANG MEMBACA
His Rebel
Teen FictionTravel Series #2 His Rebel "Can I Trust You?" Begitu tiba di Bandara Jend. Ahmad Yani Semarang, Denias kabur sebagai bentuk pemberontakan pada orang tuanya. Tapi, bagi River, Deni bukan siapa-siapa selain anak dari klien sang ibu. Sampai akhirnya...