BAB 17. RANI

456 96 37
                                    

"Dah, Samuel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dah, Samuel. Thank's ya udah anter gue." Maura melepaskan helm milik Samuel dan memberikannya.

"Iya ... gue nggak disuruh mampir, nih?"

"Lo mau mampir?"

"Nggak, becanda doang gue," Samuel tertawa. "Ya udah gue pamit ya. Jangan ngedrakor terus lo. Belajar, inget ujian!"

"Iyaa bawel kayak nenek gue lo lama-lama." Maura tertawa.

Samuel pergi dengan motornya.

...

Maura menatap punggung Samuel.
"Thank's juga, Sam. Gue tau lo berusaha buat hibur gue, dan nemenin gue sepanjang jalan." Maura tersenyum. Setidaknya, ia tidak benar-benar sendiri. Ada Samuel yang kini bisa menjadi sahabat barunya yang selalu ada untuknya.

💨💨💨

"Maura, kamu baru pulang?" tanya nenek saat Maura hendak masuk rumah.

"Eh, Nenek kok di sini? Nggak buka toko?"

"Nggak. Nenek lagi nggak enak badan."
Nenek menyimpan teh yang ia bawa dari dalam rumah ke meja dan duduk di kursi teras depan rumah.

"Nenek sakit? Kok nggak bilang-bilang Maura? Ayok kita periksa ke dokter!"

Nenek hanya tertawa. "Nggak apa-apa, Maura. Nenek cuma pusing aja, kayaknya tekanan darah nenek tinggi lagi. Nenek udah minum obat, kok."

Maura memeluk tangan kanan Neneknya.
"Nenek, dijaga ya makannya. Nenek juga ngga boleh banyak pikiran, jangan capek-capek. Nenek sabar ya, bentar lagi Maura lulus bisa bantu Nenek cari uang deh."

Nenek menatap Maura sedih.
"Nggak boleh, Nak. Kamu gak boleh pikirin itu dulu, Kamu masih harus belajar, kuliah. Kamu udah daftar kuliah, kan?" nenek menatap Maura.

Maura sedikit menunduk. Sebenarnya kemarin adalah pengumuman hasil SNMPTN. Namun ia belum mengecek apakah ia lolos atau tidak. Tetapi kata guru dan wali kelasnya, Maura justru lolos dan bahkan ia mendapat banyak tawaran beasiswa penuh dari beberapa lembaga untuk berkuliah di beberapa Universitas. Namun, Maura masih mempertimbangkannya. Ia masih ragu apakah akan berkuliah atau tidak. Atau mungkin dirinya lebih baik menerima tawaran beasiswa full, kemudian mencari pekerjaan sampingan untuk membantu neneknya.

Maura menarik napasnya pelan.
"Iya, Nenek. Maura udah daftar kok. Tapi Maura nggak akan bisa fokus belajar kalau Nenek masih mengabaikan kesehatan Nenek, jadi Nenek gak boleh sakit-sakit lagi, Maura sedih," ringik Maura sambil mencembikkan bibirnya.

Nenek memeluk cucu satu-satunya tersebut. Hanya Maura yang ia punya, begitupun sebaliknya, Maura hanya memiliki dirinya. Jadi, beliau tidak boleh sakit, Maura masih sangat membutuhkannya.

"Maura cuma punya Nenek. Nenek jangan tinggalin Maura, ya?"
Neneknya menatap wajah Maura sebentar, lalu kembali memeluknya.

"Nenek nggak akan tinggalin Maura."
Maura semakin memeluk neneknya erat dan merasakan tangan hangat neneknya yang membelai lembut kepalanya.

DATING APP (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang