BAB XVI

2.2K 47 3
                                    

Hujan menguyur kota Bandung pagi ini, ku terbangun, akibat derasnya suara hujan kali ini. Aku melihat saat ini, aku terbaring lemas di kamar yang bercat biru muda. Aku sepertinya asing sekali tempat ini ada di mana.

Ku melirik ke arah meja tidur yang tepat berada di samping kananku. Ku ambil sebuah gelas teh hangat manis yang sepertinya baru di buat. Kemudian aku tarik selimut nya kembali... cuaca kota Bandung sangatlah dingin sekali pagi ini.

Seluruh badan, lebam, ada beberapa luka di sekitar tangan dan kakiku. Wajahku sudah tidak karuan, badanku sakit sekali. Aku hanya bisa terlentang saja. Baju tidur berwarna biru muda aku gunakan saat ini, sepertinya ini punya dia.

Si Joni tertidur lemas tak berdaya, akibat kemarin dia berusaha extra kerja keras mengeluarkan terlalu banyak.

Kejadian, kemarin, adalah kejadian yang paling mengerikan buatku, dimana kesalahan terbesar aku sepertinya belum terbayar lunas. Tetapi sejujurnya aku sudah tidak kuat lagi menahan semua hukuman yang aku terima saat ini.

Ku pejamkan mata ini, tetapi tepa saja aku tidak bisa tidur, mimpi buruk kemarin selalu menghantuiku di saat aku akan tertidur. Sejujurnya aku selalu terjaga, bila Om Rendi siap untuk menyiksa ku kembali, perasaan takut yang selalu hinggap di dalam otak ku.

Entah mengapa saat ini, aku bisa tertidur di ranjang empuk ini, tidak seperti kemarin aku tertidur di atas lantai yang dingin dan terikat.

Lebih dari enam kali, kemarin aku mengeluarkan spermaku, dan setiap aku keluar Om Rendi selalu menyiksaku, entah itu dengan pecutan tendangan atau apapun itu. Aku tidak bisa memohon atau bahkan meminta tolong buka kan ikatan ini, karena mulutku terbungkam oleh kaos kaki Om Rendi beserta sepatu tungangnya tersebut.

Tangisan air mata keluar begitu saja saat dia menyiksaku, tetapi saat aku mengeluarkan air kenikmatan, rasanya sungguh sanggat nikmat sekali.

Sampai sekarang, aku selalu berpikir mengapa Om Rendi yang sangat baik, dan pendiam itu berubah menjadi ganas, saat menyiksaku. Apakah dia memang sangat kejam, dan jahat saat aku mengikat dan menculik dia dan mengeluarkan sperma itu. Entahlah.. saat ini aku hanya butuh untuk istirahat dan melupakan sejenak masalah yang terjadi kemarin..

" Sayang... janganlah begitu... ayo come on... " Ucap seseorang di balik pintu kamar yang aku tinggalin

Om Rendi sedang berbicara dengan seseorang di balik pintu, tetapi aku tidak tau. Itu siapa.... sepertinya istrinya... aku berharap kamar itu terkunci. Tetapi itu semua tidak...

Aku melihat Om Rendi masuk kedalan kamar. Hingga dia lalu melihat keadaanku yang sudah terkapar tak berdaya di atas kasur, aku melihat raut mukanya penuh dengan kekesalan dan seperti menahan amarah yang semakin dalam.

" Woi... Rama bangun kau... jangan asik tidur aja, Ucap Om Rendi.

Aku berpura-pura untuk tertidur, dan tak megubris sautan nya tersebut. Aku melihat sedikit ke arah dia, dia pasti tidak akan menyadari, karena bentuk mataku sipit jadi seolah -olah aku tertidur.

Om Rendi, yang berbaju merah ketat terlihat sekali bentuk lekukan badan nya. Membuat dia semakin manawan, hari ini aku tidak melihat Om Rendi menggunakan seragammya, sepertinya dia baru saja menganti seragamnya dengan baju santai

Setelan celana jeans panjang sangat cocok dia pakai, di tambah dengan rambut cepak tipis sangat tampan sekali.

Aku diam tanpa mengerakan apapun, aku berusaha seperti seolah-olah aku sedang tidur, aku berharap dia tidak menyadari bahwa aku sedang memperhatikan dia.

Aku pejamkan mata, sejujurnya aku diperhatikan olehnya membuat aku sedikit kaku di campur dengan rasa takut. Tetapi aku udh lelah, cape di siksa seperti ini. Kapan semua ini berakhir ya Tuhan, aku kangen keluargaku, aku kangen adik dan teman-temanku, aku ingin bebas dari semua penculikan dan penyekapan yang di lakukan oleh seorang polantas.

Rama Halim SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang