BAB VII

2.9K 62 2
                                    

Aku diam di pelataran cafe di sekitaran jalan kota Bandung yang cukup terkenal. Di temani dengan 2 gelas Minuman dingin, cuaca Kota Bandung sungguh sangat panas sekali, maka dari itu cocok sekali bila minuman segar ini muncul menamaniku. Sudah hampir 30 menit aku menunggu di bangku nomer 10, tetapi seseorang yang mengajak ku kesini, masih sibuk dengan pekerjaannya.
Sehingga aku harus lebih sabar kembali.
10 menit kemudian ada suara yang muncul di belakangku

"Rama, maaf Om nyuruh kamu menunggu disini. Ucap Om Rendi
"Iya Om, gpp..... ucapku datar dan tegang.
"Kita mulai dari mana ya..... Kata Om Rendi sambil duduk di depanku.

Aku tersontak kaget mendengar ucapan darinya, kita mulai darimana, what.... dia masih ingat kejadian waktu itu. Aku mulai sedikit kikuk, dan merasa bersalah... dan beberapa kali aku mengelap dahiku yang keluar keringat... dan ingin rasanya aku secepatnya meninggalkan tempat ini dan sembunyi jauhhh pergi...

" Maaf Om, Rama salah, Rama minta maaf" ucapku langsung sontak

"Gak Ram, Om. Gak mau membahas mengenai masalah itu..
"Ehmmmm... maksud om bagaimana , tanyaku
" Ram... Om butuh sekali kamu,....... kring bunyi telefon langsung menghentikan perkataan nya.
Dengan sigap Om Rendi langsung memberikan lambaian tangan, menandakan bahwa perkataanya akan dilanjutkan setelah iya selesai mengakat telefon

Sosok laki-laki dengan pekerjaan sebagai pelayan masyarakat tepat didepanku, perkataan membutuhkan mu, itu menjadi sebuah tanda tanya besar, tetapi apa mungkin beliau ini juga sama seperti ku, seorang lelaki yang suka dengan lelaki juga, Oh my gate, apabila itu benar- benar terjadi mungkin beruntungnya diriku, yang setiap hari aku bisa ngesex bareng dia menggunakan seragam kebangganya, termasuk dengan fantasiku. Hehehe.... setiap hari aku bisa menunggu dia di depan gerbang, kemudian aku bisa mengendus sepatu tunggang patwalnya, dan juga harumnya keringat kaos kaki dia yang berwarna hitam itu. Heheheh, indahnya rasa nya hidupku, hingga enggan untuk berpaling dari sosok yang selalu menjadi imaginasiku di setiap malamku ini.

Ku melihat sebuah sarung tangan hitam ada di atas meja, dan sepertinya aku mulai terhipnotis untuk mengambil dan menciumi sarung tangan itu. Terlihat sarung tangan nyak mengkilap gelap. Tetapi hati ku berbisik bahwa bila besok Om Rendi ini membutuhkanku, aku tidak perlu mengendap-ngendap lagi untuk mengendus sarung tangan nya, dan aku juga bisa setiap hari menciumi dan menjati sarung tangannya itu, kemudian aku lepas sarung tangan nya dan aku cium tangan nya seperti layaknya seorang pasangan suami istri, yang di mana suaminya pulang istrinya menyambut dan mencium tangan nya. Sunguh sangat fantastis apabila itu benar adanya, ku tertawa kecil dan entah bagaimana pun, aku yakin bahwa Om Rendi ini memang membutuhkan ku. Hahahaha

"Ram.. Ram.. Ram...." tegur Om Rendi...
"Eh.... Kenapa Om, ucapku kaget yang terbagun dari lamunanku.
" Kamu tertawa kenapa Ram... selidik Om Rendi
" Anu.. anu om gak......jawabku binggung..

Hahahah, padahal, aku pengen bilang, bahwa aku siap jadi pasanganmu om yang selalu ada di manapun Om membutuhkanku, dan tentunya Fetishku dapat tersalurkan dengan lebih terarah... hahahah (Ucapku dalam hati )

" Om tadi mau ngomong apa" Tanyaku penasaran.

" Oh iya, Maksudnya gini Ram, akhir akhir ini Om sibuk sekali dengan pekerjaan Om, hingga usaha om terbengkalai, dan Istri om juga sibuk ngurus anak, Om bener-bener ngebutuhin kamu, untuk kamu bisa kembali bantuin Om ngurusin usaha Om,

Hah, jadi dia membutuhkanku, hanya untuk bantuin usahanya itu. Bukan untuk jadi pasangan yang selalu siap menunggu saat dia kembali ke rumah... oh my gate.... semua lamunanku ternyata salah besar,

"Om bener-bener butuh kamu Ram, Om tidak tau harus minta tolong sama siapa lagi.... ucap Om Rendi kembali..

Aku terdiam, dan tidak tau harus bilang apa lagi. Dan aku hanya bisa binggung dan berusaha untuk tidak fokus terhadap tatapanya yang sangat memelas sekali. Lelaki dengan paruh baya dan mempunyai anak kembar 2 ini, sedang ada di depanku, berharap ada suatu kemurahan hati dari diriku untuk bisa membantunya mengurusi usaha sablon nya itu. Emang sih, gaji gak seberapa tetapi kepuasan batin yang aku bisa dapatkan.

"Maaf Om, Rama gak bisa bantu Om" Ucapku sambil menundukan kepala

Sebuah kalimat singkat keluar begitu saja, entah hati kecil yang mana bisa menjurus untuk memilih sebuah kata-kata tersebut.

" Om.... berharap Rama bisa bantu Om, sekali ini saja, " ucap lelaki yang mengambil minuman dan langsung menyeruput dengan sangat Tandas nya...

"Gimana ya Om, aku binggung harus bilang apa lagi.......

Om Rendi langsung mengambil sebatang Rokok di dalam saku celananya, kemudian langsung dengan kuat iya hisap semakin dalam. Kaki kananya bertupu ke kaki kirinya, sehingga sepatu tunggang ujung sepatu mengarah ke arahku.

Jlepp.... seperti menusuk ke jantungku, tidak ke hatiku juga, ingin rasanya aku menunduk hingga aku bisa menjilati sepatu Bootsnya layaknya seorang Anjing yang duduk di sebelah pemiliknya. Sepertinya aku harus menerima permintaan Om Rendi ini, agar aku bisa selalu menyalurkan fetishku, walaupun aku harus mengendap-ngendap untuk menciumi dan mengendus aroma keringat sepatu dia.

Tetapi, tidak sepertinya memang aku harus menolaknya, karena ini berkaitan dengan mentalku dan psikis yang sudah mengilai sepatu boots dan seorang Polantas.

" Gimana Ram, kamu bisa bantu Om, atau sampai Om bisa cari pegantimu saja. Tanya Om Rendi, sambil memasukan jari-jarinya ke dalam balutan kain berwarna hitam kulit...

Hatiku, melihat adegan di depan mataku ini sungguh sangat mengairahkan, sampai menuju ubun-ubun otak ku, deru napas ini terdengar lebih jelas, karena melihat sosok pria dengan atribut Polantas memakaikan glove nya di depan orang yang mempunyai fetish. Hisapan Rokok dia, membuat aku menggila, karena hanya 1 inci lagi sudah menyentuk hidungnya yang mancung seperti perosotan anak TK.

Ku ambil tas di sebelah tempat kududuk, dan ku ucapkan sebuah kalimat yang akan menjadi pertentangan mungkin akan menjadi sebuah penyesalan kelak. " Maaf Om, saya gak bisa, permisi Om, saya duluan... saya ada urusan lain......ungkapku pergi meninggalkan dia yang sedang terlihat kecewa.....

Rama Halim SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang