BAB IV

4.9K 87 5
                                    

BAB 4


Cahaya mentari sore hari hari mulai beranjak turun, semilir angin melangkah mengelus pergelangan kaki, kepulan asap rokok filter menari-nari di udara dengan berbagai gerakan yang di tampilkan, beberapa kendaraan lalu lalang di depan rumah dengan bercat warna biru terang, kicauan burung hingap kesana kemari sepertinya bersiap-siap untuk berteduh, iya sepertinya akan turun hujan. Jarum jam pendek mengarah pada pukul 5 sore, waktunya aku untuk bergegas pulang, tetapi entah kenapa, sepertinya aku tidak ingin pergi meninggalkan rumah ini. Satu botol susu beruang tepat berada di atas meja dengan taplak berwarna putih, sudah batang rokok kedua yang ku hisap di depan pekarangan rumah Om Rendi ini, suasana rumah sore ini terlihat sangat sepi, dikarenakan Istri dan dua anak kembar sedang pergi menjenguk keluarganya di Tasik pada saat aku datang, kemudian mereka berpamitan terhadapku, yang paling buatku gemas adalah Aldi dan Aldo, yang berantem terlebih dahulu sebelum mereka pergi, karena mainan Robot yang aku berikan berbeda warna.

"Kaka Aldi, Mainan obot itu punya Aldo" Teriak Aldo sambil menarik robot berwarna merah menyala

"Dede ini punyaa kaka.. di balas dengan teriakan Aldi yang langsung merebutnya robot itu dari gengaman tangan Aldo.

Kulihat tingkah laku mereka sangat lucu, apalagi lesung pipi mereka yang menjadi daya tarik orang untuk berniat mencubit pipi mereka.

"Sini, sini sayang, kataku, sambil mengendong mereka berdua dengan kedua tanganku yang lumayan ada bicepnya dan ku langsung membawa mereka berdua duduk di kursi depan. "Kalian, gak boleh berantem, apalagi kalian ini kaka adik, harusnya kalian akur ya sayang, nda boleh marah-marah ya Kaka Aldi dan Dede Aldo kataku, sambil mencium mereka berdua.

"Om Lama, punya adik nda, Tanya Aldo dengan gaya cadelnya, huruf R selalu saja di baca L ,

"Punya dong, tetapi, Om nda pernah berantem sama adik Om, kataku berbohong, walaupun aslinya aku sering berantem, apalagi kalau sudah urusan makan, pasti aku gak mau kalah sama adiku, tetapi itu dahulu waktu masih kecil.

"Tuh dengelin(dengerin maksudnya), Ade gak boleh nakal sama kaka, timpal Aldi dengan mengelus rambut Aldo.

Mereka berdua memang sengaja aku kasih hadiah robot Gundam berwarna hijau dan merah, sebenernya aku cari yang sama warnanya, tetapi karena posisinya sudah satu paket, ya mau tidak mau, aku beli 1 Paket saja, karena gajiku kerja di rumah bapak mereka tidak cukup untuk membeli 2 Paket robot Gundam. Seorang wanita dengan hijab datang menghampiri kami yang sedang asik bercengkrama.

"Ayo sayang, Aldi Aldo, jangan gangu Om Ramanya, Om Ramanya mau kerja, Ungkap Ibu dari anak kembar itu

"Nda papa mba Naila, mereka sangat lucu ko, sambil kucubit pipi Aldi yang dari terus menyender di pelukan ku

Istri dari Om Rendi ini, sangat senang sekali dengan keberadaanku disini, apalagi, semenjak aku disini, Aldi dan Aldo mereka sangat akur, karena biasanya mereka berantem apalagi Aldo yang sangat hobi sekali mengagu kakanya itu.

"Iya Mas Rama, tetapi, Mba gak enak aja, soalnya Mas Rama malah belikan mereka mainan lagi, oh iya Mas, Mba udah masakin Rendang, buat Mas Rama Sarapan, jadi mas Rama, tinggal makan saja, sambil menunjuk kea rah dapurnya. Wah makanan Favorit aku itu, apalagi bumbunya yang menjadi khas sekali.

"Iya mba, terima kasih, Jawabku, sambil berdiri dan melambaikan tangan kepada mereka dan berangsur berdiri.

"Mba kurang lebih satu minggu mas di tasik, dan semua makanan sudah ada di dapur, anggap saja rumah sendiri loh, Kata Ibu dari anak kembar ini sambil berjalan dan mengambil anaknya yang asik bermain gundam di kursi tempat aku duduk tadi

"Iya mba, terima kasih, kataku sambil berjalan mengantarkan mereka ke Mobil warna Putih yang ada di garasi dengan Mas Tono, Mas Tono adalah Saudara dari Om Rendi yang sudah duduk di depan kemudi dan siap untuk berangkat menuju Kota Tasik.

"Tadi Om bilang kalau Mas Rama, mau pulang, pulang saja, kuncinya Mas bawa, karena Om bawa kunci cadangan ko, sambil menaikan Aldi dan Aldo ke dalam mobil dengan di posisi kursi belakang.

Aku melamun sejenak, Om Rendi, iya aku baru sadar kalau dia tidak terlihat dari tadi, seperti biasa, pergi kantor sangat pagi, dan tak sempat deh aku melihat seragam Patwalnya yang membuatku merem melek, gumamku dalam hati, dan aku baru menyadarinya bahwa mereka pergi dari mataku sampe aku tak sempat untuk melambaikan tangan kepada mereka, karena aku terlalu asik memikirkan kepala keluarga mereka.

Sudah bolak-balik badan ini duduk kemudian berdiri lagi, berharap seseorang yang aku tunggu datang di ujung jalan Komplek, tetapi tak kunjung Nampak kedatangannya. Menunggu adalah sesuatu hal yang aku benci, tetapi demi seseorang yang aku Pujakan, kenapa tidak pikirku. Gemericik suara hujan mulai bersuara di genteng rumah Om Rendi, lambat laun dari arah kejauhan hujan mulai datang bersama teman-temannya, kemudian hujan datang tanpa permisi, hujan di musim kemarau tiba di awal bulan. Jam sudah menujukan pukul 6 sore hampir mendekati magrib. Ku ambil Rokok Filter, ku hisap kembali rokok filter untuk ketiga kalinya, hingga memasuki rongga-ronga tenggorokanku, hening dan sepi yang kurasakan sore ini, biasanya aku sudah pergi, meninggalkan rumah ini, tetapi mengapa aku mendadak enggan untuk beranjak dari tempat ini. Dari arah kejauhan suara deru motor besar terdengar sangat garang dan gahar melaju melalui aspal mulus dan berbelok ke arah garasi rumah ini, garasi rumah berukuran masuk 2 mobil, didalamnya bertengger mobil Fortuner hitam pekat.

Seseorang yang dari tadi ku tunggu akhirnya datang juga, Om Rendi, datang, dengan sekejap aku langsung berdiri dan melamun, melihat kedatangannya yang dari tadi membuatku dongkol. Pakaiannya terlihat basah pikirku dalam hati. Jaket Kulit khas Patwal dengan Tulisan Polisi di tambah dengan Badge PJR di sebelah kananya melengkapi kegagahan dari seorang Polantas ini, Masker berwarna Hitam dengan kacamata hitam masih terpasang di wajahnya, helm polantas putih membuatnya menjadi terlihat keren, kemudian turun kebagian tangannya, menggunakan sarung tangan warna hitam, aku termenung, dan aku kaget, sejak kapan, Om Rendi menggunakan sarung tangan warna hitam, yang ku tau dia kemarin-kemarin menggunakan sarung tangan putih lantas full, mungkin iya baru beli, setelah di lihat-lihat kenapa tangannya terlihat besar, dan keras, apa yang terjadi gumamku.

Celana Hitam PDL Sus melekat di bagian bawah, tak ketinggalan sepatu boots tunggang lantas berwarna hitam menyala, berhasil membuat hati dan perasaanku campur aduk, apalagi si Joni jagoanku ini, selalu meronta-ronta ingin di perhatikan bila melihat pemandangan yang membuatnya tertarik. Ku pandangi lelalaki yang datang, dan ku perhatikan setiap lekukan pakaian yang dia kenakan, membuat berhasil jantungku meleleh dibuatnya, tak ada kata-kata apa lagi selain kata-kata sungguh sempurna sekali Om Rendi ini, membuatku tak bisa berkutik dan mematung.

" Ram, kamu masih ada disini" Tanya Om Rendi, dengan turun dari Motornya dengan membuka Helm serta maskernya

Ya tuhan, dia melepaskan helmya kemudian maskernya dia lepas dan menaruhnya di jok motor. dengan kacamata hitamnya masih dia gunakan terlihat sangat menawan sekali lelaki ini, Om Rendi masih ada di depanku, masih dengan pakaian lengkapnya dan dia sepertinya kebingungan melihatku diam menatapnya hingga dia berjalan menghampiriku berhasil menepuk pundakku, dan Oh tuhan sarung tangan kulit itu menyetuh bajuku, aku mesti bagaimana ini. Aku seperti tak tau harus berbuat apa, dan tak berkutik sama sekali seperti patung tanpa bergerak sama sekali, ingin rasanya, aku menciumi sarung tangan kulit hitamnya, hingga tangan yang masih mengenakan sarung tangan,sedikit basah menepuk pipiku, dan aku tersadar.

"Iya Om, maaf om saya kurang tidur, kataku berbohong

"Pantas, dari tadi Om Tanya tak kau jawab Ram" tanyanya binggung.

Sambil melepas sarung tangan hitam kulitnya dan ternyata dia memakai dobel sarung tangan, dan dengan sontak dia bercerita, kalau tadi pas sedang mengawal Pejabat daerah, tiba-tiba ada yang memberikan dia sarung tangan, setelah itu dia mencobanya, walaupun dia sudah memakai sarung tangan putih lantasnya, hanya untuk mencoba jelasnya, selang beberapa detik ada panggilan dari Halong Tanggo alias HT agar Patwal siap sedia karena pejabat akan pergi meniggalkan tempat itu, tak sempat untuk melepasnya akhirnya dia masih gunakan.

"Panas juga, pakai dua sarung tangan Full begini" Kata Om Rendi tertawa lucu.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat demi detik sarung tangan itu di buka, hingga tangan Om Rendi seperti berkeringat, Sarung tangan kulitnya memang sedikit basah, dan pada saat menyentuh pipiku, hingga bau sarung tangan itu sangat khas bau kulit. Om rendi lalu menyimpan 2 buah sarung tangan itu di atas jok motor membiarkan tertiup angin berharap besok kering. Jaket kulitnya dia buka dan di gantung di atas spion motor dan langsung dia duduk di kursi depan, membuka sepatu tunggangnya, dan terlihat ada bercak-bercak lumpur yang menempel di ujung sepatunya.

" Hujan tadi cukup deras, tetapi tanggung kalau Om berhenti Ram, hanya 200 meter lagi, kata Om Rendi yang merebahkan pundaknya di bantalan kursi depan

"Oh iya om" jawabku, sambil duduk di sebalahnya Om Rendi.

Sepatu tungganya iya lepaskan dan tercium bau khas kaos kaki hitam, sungguh tercium samar-samar hingga, Om Rendi, terlihat lucu megibas-ngibaskan kaos kaki di depanku. Aku hanya tersenyum dan berpura-pura menutup hidung karena bau, tetapi aku suka melihat tingkah laku Om Rendi.

"Maklum Om ini, di jalan terus, jadi agak sedikit bau jalan raya Ram.

Secara tidak langsung si Joni dari tadi tidak tahan untuk masuk menyundul ke atas, dengan pikiranku kemana-mana berekreasi dengan liarnya.

Dengan cepat Om Rendi memegang kepalaku mengelus-ngelus rambutku yang lurus dan beralih elusan itu ke bagian belakang kepala dan kemudian dengan kasar dipaksanya aku untuk jongkok dan kemudian dia menyuruhku untuk menjilati boots nya dengan menggunakan lidahku kemudian dengan pasrah aku mengikuti perintahnya, kugunakan mulut ini untuk menjilati bootsnya menggunakan lidahku yang sedikit basah oleh air liur, lambat laun fantasiku semakin liar seperti tak sanggup untuk menahannya lagi, aku tarik seleting sepatu tunggang ini dengan mulut dan gigi putihku, ku buka pelan-pelan dari atas hingga kebawah dan lalu kemudian aku hisap aroma dalam sepatunya, iya khas sepatu tunggang lantas, yang selalu berada di jalan raya menusuk ujung hidungku. Tidak hanya itu ku jilati kaos kaki hitam panjang dan ku buka perlahan demi perlahan kaos kaki hitam lantas dan sedemikian rupa hingga tak ku sia-siakan setiap jengkal untuk aku cium dan ku jilati aroma kaos kaki ini. Orang yang punya sepatu ini terlihat mulai bernafsu melihat tingkah lakuku.

Setelah puas dengan menjilati kaos kakinya. ku buka perlahan-perlahan kaos kaki yang menempel itu. Aku melihat kaki kiri yang sedikit memerah dan berkeringat setelah aku buka kan, dengan nafsu yang membara kucium dan ku jilati punggung kaki Om Rendi ini sambil aku mengocokan si Joni ini dan secara tidak langsung kaki sebelah kanan Om Rendi yang belum ku buka dan masih menggunakan sepatu, menggerakannya mengarahkan kepada si Joni, memainkan secara perlahan dan perlahan dengan menggunakan ujung sepatu yang lacipnya, hingga sedikit demi sedikit si Joni mengeluarkan lendir putih bening, dan Om Rendi Memaksakan diriku untuk menciumi daerah vital seorang lelaki dengan paksa,

Blukkk.. sangat besar dan keras, setelah itu dia menyuruhku untuk membuka lebar-lebar mulutku, sebuah sarung tangan kulit jari telunjuk masuk kedalam mulutku dan aroma khas kulit terasa sekali. Sarung tangan kulit itu sudah iya gunakan pada saat aku asik menjilati bootsnya, seakan-akan dia sudah tau fantasiku yang menyukai sarung tangan lantas.

"Arkhhhhhh Sakit Om" Teriakku saat si Joni di tekan lebih keras oleh sepatu lantas Om Rendi.

"Tidak apa-apa Ram, ini Enak buatmu" Rayu Om Rendi,

dengan cepat langsung Si Joni mengarang kenikmatan, dan ku di bekap oleh sarung tangan kulit Om Rendi ini. Bau kenikmatan sarung tangan kulit ini membuatku tergoda semakin di buai oleh fetishku yang sudah mengila. Om Rendi langsung mengambil Borgol di pinggang kananya kemudian menyuruhku untuk melepaskan baju dan celananya sekarang juga alias bugil.

"Ram, kau sekarang lepas baju, kamu sekarang juga" Perintah Om Rendi sambil menujuk dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Baik Om" Jawabku polos

Dengan secepat kilat, aku melepas celana jeans hitam serta baju merah tanpa gambar menempel dan kuletakan di ujung kursi kayu depan. Pada saat akau melepaskan pakaianku, Om Rendi langsung memakai Masker Hitamnya dan megunakan kacamata hitam dengan merek Oakley tidak ketinggalan helm lantasnya, setelah aku telanjang bulat dengan posisi si joniberdiri siap untuk di lumat, Pak Polisi ini langsung memborgol tanganku ke belakang, layaknya seorang Polisi menangkap penjahat yang tertangkap basah akibat di gerebeg ML di warung bordir. Om Rendi memaksaku untuk terlentang, aku tak terbiasa dan sangat kaku sekali akibat tangan tertindih di belakang tubuh, seperti sebuah benda yang menghalangi punggungku.

"Hei Bodoh, kau bisa tidak" teriak marah lantas ini kepadaku

"bii....saa om" , Om aku mau pulang saja, tolong lepaskan aku" kataku dengan memohon,

Tetapi, yang ada hanya tamparan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kulit yang kudapatkan. Plakkkk

Om Rendi duduk di Kursi dengan senderan kayu jati, untuk membuka sepatu tunggangnya mau tidak mau dia harus duduk di kursi yang berwarna cokelat, dan sepatu Boots Kanan yang belum dia buka, iya buka dan langsung melepaskan kaos kaki hitamnya, aku pikir mungkin Om Rendi akan melepaskan semua pakaiannya, sama sepertiku tetapi ternyata salah besar, iya malah memakai kembali sepatu tunggang itu, tanpa menggunakan kaos kakinya, dia langsung berdiri, kemudian meludah ke arah mulutku dengan senyum sinis,

Cuihhhhh

Setelah itu dia mengambil kaos kakinya di lantai dan menaruhnya di atas wajahku. Bau menyengat kaos kaki Om Rendi sangat terasa sekali di hidungku ini, wangi bau keringat yang sepertinya sudah seminggu dia tidak cuci, Tersenyum mengerikan dia.

" Gimana rasanya kaos kaki Lantas Ram, yang seharian Om gunakan untuk mengawal dan mengatur lalu lintas" Ungkap Om Rendi yang sangat dekat sekali raut wajahnya di depanku,

Dengan cepat dia memasukan kaos kaki busuknya kedalam mulutku, aku meronta-ronta, aku mengeleng-gelengkan kepalaku dengan bibir ku tutup rapat, tetapi Om Rendi tidak kehabisan akal, dia lalu menekan si Joni dengan sepatu tunggangnya, seketika aku merasakan sakit yang sangat hebat, biasanya sepatu tunggang di jalanan beraspal dan berbatu, tetapi kali ini menginjak penis yang sangat lunak,

"argghhhhhhh" terbukalah mulutku dan berhasilah dia memasukan kaos kaki itu kedalam mulutku, pada saat akan memasukan kaos kaki hitam, wanginya sungguh sangat menyengat, sudah tak bisa aku bayangkan lagi, yang ada dalam otakku hanya ingin segera meninggalkan rumah ini secepatnya, tetapi tangan di borgol dengan posisi telanjang apa dayaku. Yang ku harus lakukan adalah menahan napas dan blessssss kaos kaki itu masuk ke dalam mulutku, aku tidak kuat menahan kaos kaki itu dalam mulutku, aku dengan sekuat tenaga untuk memuntahkannya, tetapi Om Rendi lebih pintar dariku, iya langsung membekap mulutku dengan sarung tangan kulit kemudian langsung mengambil Lakban dengan tangan kirinya yang berada di saku celana PDL Susnya pada saku kiri, lalu melakban mulutku dengan melakban ke sekeliling kepalaku hingga aku tak dapat mengucapkan kata-katapun, entah darimana dia mengambil lakban berwarna hitam itu, sepertinya dia sudah persiapkan masak-masak untuk melakukan semua ini.

Aku di tergeletak terlentang di bawah keramik berwarna putih, suara air hujan sangat deras pada malam itu, seandainya aku berteriak, pasti tidak akanada orang yang mendengarnya. Di tambah udara semakin dingin. Seorang dengan Profesi Penegak hokum di jalan raya sudah berada di depanku, di atasku lebih tepatnya. dengan sangat sempurna dan menawan sekali Polantas ini, dia melihat ke arahku yang seakan-akan siap untuk di pakai untuk melampiaskan nafsunya yang sudah kepalang tanggung di karenakan sang istri tidak ada di tempat. Beberapa kali dia melangkahi tubuhku. Sepatu bootsnya sesekali menyentuh tubuhku. Kemudian tiba-tiba Si Joniku malah berontak dan berhasil berdiri tegak menujuk ke arah dimana si Om berdiri.

"Punya lu gede juga ya Ram"Tanya Om Rendi di balik masker hitamnya, yang sudah dia pakai kembali pada saat dia mengelilingi tubuhku.

Ingin aku jawab, tetapi apa daya, ku hanya bisa diam, dan mengeleng-gelengkan kepalaku, antara takut dan nikmat beda-beda tipis, karena kaos kaki hitam Lantas sudah terlanjur masuk memenuhi mulutku. Entah apa rasanya kaos kaki ini, asin karena keringat kaki darinya. Dengan sigap Om Rendi memainkankan Si Joniku dengan ujung sepatuku yang sudah terlanjur berdiri tegak, ingin rasanya berteriak di karenakan kenikmatan tiada tara, ini fantasiku, ini gaya sex ku yang suka dengan atribut tentang abdi negara Polri, dengan pelan-pelan iya memainkannya sangat halus kemudian sedikit kasar dan bertambah kasar, kepalanya si Joni sepertinya menganguk-anguk menadakan ingin di tambah elusan sepatu tunggang itu, sesekali dia memainkan lubang pantatku dengan ujung sepatu tunggang, se-akan akan sepatunya masuk kedalam lubang anusku, kenikmatan dunia tiada tara, seperti pas sekali menusuk klitorisku yang berada di belakang Penis, hingga si Joni akhirnya mengeluarkan cairan bening kedua kalinya.

Om Rendi tau cairan beningku keluar kembali, dengan cepat dia duduk di antara pahaku lalu melepaskan maskernya, juga kacamata hitamnya dan helm Polantasnya
Telihat wajah ganteng dengan muka tirus dengan hidung mancung, langsung mengambil cairan itu bening di ujung si Joniku, cairan bening itu sangat terlihat jelas di atas ujung telunjuk tangan Om Rendi, apalagi dia memakai sarung tangan kulit. Cairan bening memang biasa keluar apabila dia mulai terangsang, cairan yang ada di telunjuk si Om itu iya masukan kedalam mulutnya kemudian iya telan mentah-mentah cairanku itu dan memasukan maju mundur telunjuknya di dalam mulutnya. Seakan-akan dia sudah puas akhirnya langsung dia meludah " cuiihhhhhhhh di atas wajahku.

"Gimana, suka lihat Om lakukan gini, gimana Ram, mau lihat, Punya Om gak Sayang". Rayu Om Rendi kepadaku.

Gila pikirku ini, apakah ini beneran atau tidak, akhirnya yang kunatikan tiba juga, si Joni punya Om Rendi pasti tebal dan besar pikirku apalagi tadi kepalaku sudah bersentuhan dengan daerah vitalnya, di tambah tubuhnya lebih besar dengan dada tegap dan perut kotak-kotak.

Sepertinya ada sesuatu yang gatal di bagian bawah dan sudah bisa tak ku tahan lagi, iya si Joni akan memuntahkan ganjalan ini. Di tengah ujung jalan si Joni akan perlahan suara samar-samar terdengar

"Ram, kamu sedang melamun apa?, Tanya Om Rendi kepadaku yang diam memandang ke arah Sepatu Tunggang dan sarung tangan yang berada di jok motor Patwalnya.

"Eh.. tidak Om, sepertinya saya ngantuk". Kataku sambil terkejut, akibat pikiran fantasiku terlintas hingga aku tersadarkan oleh suara Lelaki yang berada di depanku ini.

"Ya sudah, kamu menginap saja disini, Tawar Om Rendi

"Saya pulang saja Om, jawabku, sambil membetulkan si Joni yang sekiranya akan menyundul ke atas dan memuntahkan cairan.

"Tidak usah, kamu nginep disini, di depankan ada kamar tamu, kamu pakai saja" Paksa Om Rendi dengan berdiri dan bersiap-siap untuk masuk kedalam untuk berganti pakaian karena sedikit basah apalagi di bagian pahanya.

Aku mengaguk, dan sedikit kecewa jadi, kecewa bukan karena aku menginap tetapi karena barusan itu hanya lamunanku saja, jadi yang barusan itu pikiranku saja, haduh, kenapa tidak menjadi kenyataan sih, gerutuku dalam hati, pantas saja, dari tadi si Joni bergerak tidak karuan di dalam celana dalamku ini.

"Ram, Om Minta tolong sekalian bawakan Sepatu Om ke ruang tamu, takutnya nanti malah tambah basah, Om ini lagi tanggung, sudah telanjang, teriak Om Rendi dari dalam Kamar, yang letak kamarnya tidak terlalu jauh dari teras depan aku berada.

Otakku mulai bekerja kembali malah lebih extra keras, telanjang dan sepatu Lantas yang dia pakai seharian untuk mengawal. Haduh Please Joni, jangan sampai saat ini, kamu tidak bisa kompromi ya pikirku...tetapi sepertinya kali ini si Joni tidak mendegarkan apa yang ku katakan, dia bergeliat semakin menjadi-jadi. Hatiku berdetak tak karuan, ada dua kesempatan di depan mata, pertama adalah mengintip Om Rendi Lagi telanjang atau menciumi kaos kaki dan sepatu tunggangnya, di tambah dengan sarung tangan kulit yang sedikit basah yang dari tadi terlihat sangat indah dan melambai-lambaikan ke arahku. Ini adalah kesempatan sangat bagus dan langka, apa aku ambil sarung tangan itu kemudian, aku pakai kemudian aku mengambil sepatu tunggang berikut kaos kakinya dan membawanya ke dalam kemudian secara mengendap-ngendap aku mengintip Om Rendi yang sedang berpakaian, suara samar-samar di sebelah kiriku berkata.

" ayo Rama, lakukan lagi, hanya sebentar saja, tidak akan ketauan. Ayo Ram... katanya

Untuk mengambil sarung tangan dan mengambil sepatu kemudian mengintip Om Rendi sepertinya sangat beresiko tinggi, lebih baik aku menciumi sepatu PJR ini saja, perlahan-lahan aku mendekat dan ku pegang ujung sepatu tunggang ini dan pelan-pelan aku mengelus-ngelus sepatu Boots lantas ini, sangat bagus, dan sangat indah sama seperti orang yang punyanya, tidak ketinggalan, aku pegang juga kaos kakinya.

" Oke bagus sekarang kamu cium kaos kaki itu, pasti rasanya bau dan nikmat" Teriak seseorang yang mirip dengan diriku datang dari sebelah kiri.

Aku mendekatkan kepala ini hingga menuju benda mati kenikmatanku ini. Perlahan-perlahan sangat pelan tinggal berjarak 10 Cm lagi, aroma kaos kaki ini mulai terasa wangi baunya. Setiap centi demi centi dan ..

"Ram, kamu sedang apa? Tanya Om Rendi Heran yang sudah berada di belakang ku dengan jarak 3 meter.

Aku terdiam terpaku. Dan binggung mau berbicara apa.


Rama Halim SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang