10. Indekos Baru

385 31 2
                                    

**tetep support dan vote ya!

~•~

Tima masih digerayangi pikiran tentang Adam. Sedari tadi wanita itu masih terdiam menopang dagu sambil menarik napas panjang. Ia tak habis pikir, mengapa Adam harus merasa sensitif ketika di hadapkan topik seputar Andong Pocong. Bukankah dia tak percaya mitos itu? Atau sejujurnya Adam percaya, tetapi mencoba menutupi semuanya.

"Tima, udah siap, nih! Jangan nunggu sampai sore, nanti malah kecapekan dan gak bisa kuliah besok!" Noor datang membuyarkan lamunan Tima.

Tima menatap Noor. "Ha? Ok ok!"

Noor kemudian mulai duduk di samping Tima. Beberapa detik kemudian mengelus punggungnya. "Mikirin apa kamu? Adam lagi?"

Tima mengangguk, tak berani menatap Noor.

Noor memutar kepala Tima, kemudian mereka saling tatap. "Bukankah masalah itu sudah selesai? Tolonglah Tima!"

"Noor, tolong mengertilah!" Tima melepas telapak tangan Noor yang menempel di kedua pipinya.

"Tima, sebaiknya kau lupakan itu sebentar. Bagaimana aku bisa membantumu jika kau tidak kuat seperti ini? Jadilah seperti kupu-kupu. Mereka punya yang namanya metamorfosis sempurna maka jadilah kuat melalui tahap-tahap yang enggak mudah ini. Belajarlah dari ini, Tima. Bukankah Bu Siti juga sering menasehatimu?" terang Noor panjang lebar.

Tima menarik napasnya. "Daritadi aku memikirkan Adam. Mengapa setiap kali topik Andong Pocong mulai mencuat, sikapnya jadi sensitif seperti itu. Aku bingung. Apakah Adam ingin melindungiku? Ingin menutupi semua? Ingin menguatkan aku saja supaya tidak kepikiran dengan hal-hal negatif itu lagi, atau Adam emang enggak percaya dengan kisah horor itu? Bagaimana bisa? Yang merasakan aku. Aku yang tahu bagaimana susahnya tinggal di desa itu!"

Noor menghela. "Yang kau katakan ada benarnya, Tima. Tapi hipotesis yang kau katakan itu bisa saja salah! Jangan terlalu mencuigai kekasihmu dengan berlebihan. Hubungan kalian bisa-bisa malah berantakan."

Tima membisu.

"Anggaplah seandainya itu benar. Kita harus cari tahu dulu, kan? Enggak asal judge!" imbuh Noor.

Noor meninggalkan Tima sendiri mengambil koper dan barang-barangnya yang lain. Barusan saja truk datang dengan membawa sejumlah pekerja yang sudah siap mengangkat barang-barang Noor.

"Mau diem terus? Enggak mau ikut aku buat izin ke Ibu Kos?" tawar Noor, kemudian mengangkat alis kirinya.

Senyum Tima merekah. "Ok, Tima sudah move on!"

"Nah, ini baru sahabatku! Kuat kayak baja! Haha." Noor ikut tersenyum .

Sebelum pergi, hal yang harus dilakukan adalah izin meninggalkan rumah kepada pemilik indekos yang lama. Well, Tima sudah menghubungi Bu Zul bahwa temannya itu akan ngekos bareng dan bakal tetanggaan. Jadi di sana Bu Zul sudah mengosongkan satu indekos ukuran medium untuk Noor.

Well, walau tak sebesar indekos Tima, tetapi Noor sudah bersyukur dapat ukuran medium daripada indekos yang kecil. Toh bayarnya juga enggak harus mahal-mahal.

Segera seteah diizinkan meninggalkan desa, Tima dan Noor menuju Desa Urban. Butuh waktu sekitar 45 menit dengan ngebut untuk sampai ke sana. Namun sayangnya, Tima tak membawa mobil karena mobil itu hanya dipakai bila ayahnya kerja saja. Mereka terpaksa ngangkot bareng. Yah, setidaknya mereka dapat kebersamannya. Melelahkan bila tidak menyewa para pekerja untuk mengangkut barang-barang.

Tima dan Noor memakai masker hitam guna menutupi hidung dari polusi yang semakin membabi buta. Macet. Yang harusnya 45 menit dengan kendaraan motor, malah jadi 2 jam enggak karuan nunggu kendaraan mulai berjalan.

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang