29. Adam

265 21 0
                                    

Vote sebelum baca!

~*~

Malam, ketika rembulan berada di puncak singgasananya. Udara menyeruak menembus pori-pori yang tipis. Ketika itu terdengar suara jangkrik yang bersautan hebat. Burung-burung berkicau di atas rumah-rumah warga. Desa menjadi sunyi sekejap. Tak ada yang beraktivitas. Mereka yang bekerja malam sudah keluar mencari punda-pundi nafkah. Sementara sisa warga lainnya—di malam ini— menikmati mimpi indah bersama keluarga masing-masing. Burung-burung yang sedari tadi berkeliaran, kini bertengger di salah satu atap rumah seorang pria. Tertulis di kamarnya nama Adam. Pria itu adalah Adam.

Pemuda itu terbaring di ranjang warna putih, kemudian merapatkan selimut yang sedang dipakainya. Ia menggigil, gigi-giginya gemetar, berusaha tidur lagi setelah terbangun karena udara yang ekstrem. Entah kenapa, udara malam ini tak seperti udara malam-malam sebelumnya.

Kini tenggorokannya terasa kering. Lantas Adam berdiri sembari membawa selimutnya sempoyongan seperti orang mabuk. Ia menatap sebentar jam dinding yang menempel di atas pintu kamar coklat miliknya. Ah, masih jam dua belas malam! Mulutnya menguap, ingin segera cepat-cepat balik ke kasurnya itu.

Matanya masih buram ketika ia pergi ke dapur mengambil sebuah ceret minum berwarna biru dan satu gelas kaca di rak piring. Ia berusaha mengucek matanya, barangkali ia dapat berjalan dengan benar setelah ini.

Angin mengibaskan rambut-rambutnya yang kering. Kain-kain mulai berjatuhan. Asap tiba-tiba keluar menjebak Adam yang masih di dapur—sama sekali belum meneguk minumannya.

Pandangan Adam sudah tak karuan. Ditambah lampu yang mati karena konsleting listrik barusan. Bagaimana caraku keluar dari kabut ini? Adam memegangi kepalanya yang nanar. Belum ada yang aneh sejauh ini.

Udara semakin menyeruak dingin. Semakin dingin dan lebih dingin. Embun datang dari arah yang entah dari mana. Adam masih terpaku di tempat yang sama. Ia tak dapat keluar dari kabut ini.

Matanya yang rapat kini semakin membesar melihat sebuah bayangan putih yang lewat begitu saja, setelah itu menghilang. Sekilas seperti sosok wanita. Kulit-kulit Adam kini meremang. Badannya kaku tak bisa berkata. Ia ingin sekali terjatuh, tapi tak terjatuh. Tubuhnya gemetar hebat. Jantungnya berdetup dua kali lipat. Ia terus saja mengusap lengannya yang sedari tadi masih mengeluarkan keringat-keringat dingin.

"ARRRKHHH!"

Teriakannya memecah atmotsfer kesunyian sesaat setelah wanita itu mencul di hadapannya. Pria itu meneguk ludahnya. Perlahan ia mundur dua langkah ke belakang. Ia berusaha keluar dari jebakan ini.

Hantu itu menyeringai ke arahnya. Kulit-kulitnya pecah. Matanya memerah. Dari mulutnya keluar belatung-belatung yang menggeliat. Borok di sepanjang wajahnya memberikan sentuhan ngeri yang menusuk kalbu. Pakaiannya lungset dan tertempel bekas-bekas lumpur yang belum mengering. Darah keluar dari hidung wanita itu. Rambutnya yang panjang berkibar tertiup angin.

Wanita itu memakai pakaian pengantin warna putih. Sepanjang pakaiannya juga ditemukan darah-darah yang masih segar menyengat menusuk hidung Adam. Bau amis!

Beberapa menit, hantu tersebut tertawa masih menatap Adam yang ada di depannya. Sedetik kemudian langsung hilang. Asap, embun, hawa dingin, lampu menyala, dan semua keanehan mulai menghilang.

Adam mengelus dadanya yang sesak. Ia menghela berat, mencoba bersyukur wanita aneh itu sudah hilang. Ia mengucek matanya sekali lagi, memastikan wanita itu benar-benar pergi dan tak kembali lagi.

Dengan cepat, langkah kakinya tergerak ke arah kamar tempat semula ia tidur. Bagaimanapun, ia harus melupakan kejadian ini.

Krincing .... Krincing ....

Belum sampai kamar, suara kerincing kereta kuda menembus gendang telinga milik Adam. Sesegera mungkin ia mendelik kegirangan. Ia kemudian tersenyum. Saat itu, pasir-pasir putih terbang tersambar sepatu kuda yang terdengar sangat kencang. Sangat cepat sehingga hentakannya terdengar cukup keras. Menderap. Luruh. Apakah ada orang di luar? Kuharap dia bisa membantuku! Adam mulai lega jika itu benar-benar terjadi.

Tok ... Tok ...

Ketukan pintu menyeruak masuk sampai terdengar di telinga Adam. Perlahan lega. Napasnya yang sedari tadi memburu, kini menurun—mencoba mengembuskan napas. Detak jantungnya sudah mulai normal. Perlahan ia pulih. Aku harap malam ini ada tamu!

Ketukan pintu itu semakin terdengar keras. Tiga kali, empat kali, dan lima kali, kemudian tak terdengar lagi. Udara kembali mendingin, lebih dingin, dan semakin dingin. Tak peduli apapun di depan, Pria itu sudah terlanjur ketakutan. Dengan segera ia menyentuh gagang pintu dan pelan-pelan mulai terbuka. Decitan pintu itu terdengar sangat nyaring.

Matanya mendelik tajam melihat seseorang yang ada di depannya. Bermata merah, wajahnya rusak pecah-pecah. Gigi-giginya sudah copot. Darahnya mengalir dari pelipis mata, sepanjang hidungnya mengeluarkan lendir dan belatung. Ia menyeringai ke arah pemuda itu. Pakaiannya terbungkus kain kafan dengan tali pocong yang masih terikat. Ini bukan orang! TAPI POCONG! ANDONG POCONG KEMBALI!

"ARRRKHH!"

Bersama sosok pengantin, pocong itu naik ke kereta kuda dan segera menjalankan hantu kuda yang masih menunggu tuannya naik.

Hi hi hi hi! Kedua hantu itu tertawa kemudian menyeringai ke arah Adam yang kemudian terjatuh. Pemuda itu hanya dapat menyaksikan sosok yang selama ini hilang, kemudian kembali setelah begitu begitu lama.

Kau mengkhianatiku! Tak sangka kau berbuat ini kepadaku! Karena selama ini — aku sangat sayang kepadamu, Kak Herry! ...

Pemuda itu memegangi dadanya yang sesak. Kemudian ...

Arrkhg!!

Gelap!

~*~

Jangan lupa vote part ini ya!
Oh ya karena part ini berisi beberapa part prolog tapi direvisi, aku bakal up lanjutannya aja 😁
Share ke teman kamu yang suka horor! Komen juga yaa!

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang