28. Musuh

254 20 0
                                    

Vote sebelum baca!

~*~

Tima berdecak. Wajahnya tambah memerah. Matanya tambah berapi-api. Bukannya tambah mereda, emosinya justru naik drastis hanya perkara wajah songong wanita paruh baya ini.

Wanita paruh baya itu mendekati Tima, Noor, dan Adam. Ia melirik wajah Tima dengan mata tajam. Senyuman licik itu keluar lagi. Di otaknya kini hanya tersirat masa lalunya yang pahit. Sampai sekarang ia masih sendiri. Hidupnya kaku, hampa, dan tak distastesful.

"Saya Ida." Wanita itu menjulurkan tangan kanannya.

Tima sempat melirik sebentar. Ragu untuk membalas salam wanita itu. Tima menggelengkan kepalanya. Terlepas seberapa berapi hatinya, Tima harus lebih bersabar menghadapi orang lain. Ia tak lama membalas salam itu.

"Saya seorang wanita tua. Renta. Tak berdaya. Janda dan mungkin tidak akan menikah lagi karena tidak akan ada yang mau menikah dengan saya. Saya seorang Ibu. Ibu dari satu anak. Anak tunggal. Satu-satunya. Edo. Namanya Edo. Membayangkan namanya akan teringat kelucuannya. Dia hampir remaja, tapi ...." Bu Ida menghentikan kata-katanya.

"Tapi apa? Apa yang terjadi?" tanya Tima.

"Edo meninggal. Dia terbunuh!" tegas Bu Ida.

Tima, Noor, dan Adam melongo tak percaya.

"Apa yang membuatnya terbunuh?" tanya Tima lagi.

"Jika diceritakan akan sangat panjang. Ini terjadi sebelum kedatangan kalian. Anak saya hilang di malam itu. Malam ketika purnama bertahta dengan gagahnya. Ketika itu, saya sudah melaporkan kejadian ini ke RT. Respons RT sangat baik. Beliau melakukan pencarian sampai subuh. Anak saya diketemukan. Haha, sayangnya ditemukan sudah tak bernyawa," jelas panjang lebar Bu Ida.

Bu Ida mulai meneteskan darah beningnya melalui matanya yang besar. Mengusap-usap air matanya sambil mengingat kenangan tersirat anaknya.

"Zul melakukannya! Dia sempat berdebat denganku. Mendebatku dengan segala ocehannya. Membuat isu andong pocong itu. Yang katanya andong pocong bangkitlah, andong pocong membunuh anak sayalah bahkan andong pocong meneror warga sekitar. Sangat tidak percaya bahwa makhluk gaib seperti hantu itu membunuh anak saya. Apa salahnya? Apakah hantu itu mencari korban anak untuk diadopsi jadi teman-teman anak mereka di alam sana?" tambahnya.

"Jadi ... kau ikut membenci Bu Zul sama halnya dengan kami?" tanya Noor mengernyit heran.

Bu Ida mengangguk. "Saya membencinya! Sangat membencinya! Setelah mengintip dan mendengar semuanya, saya jadi tahu. Ya, maafkan saya karena saya ikut mengintip. Sejak kejadian itu, semua aktivitas Zul saya awasi. Saya tahu dari cerita-cerita kalian. Saya mengikutinya. Anggapan saya tentang Andong Pocong yang mustahil ada ternyata salah. Andong Pocong benar-benar ada. Itu membunuh anak saya. Saya tidak menyukai ini, tapi saya harus mengakui bahwa Andong Pocong ada karena Zul. Itu karena Zul. Zul yang menciptakan keributan dan semua drama ini. Dia sosok yang munafik. Hanya berpura-pura baik. Berpura-pura pendiam. Berpura-pura jadi orang yang tertutup. Ini supaya identitas aslinya tak akan pernah diketahui."

"Saya jadi paham sekarang, Bu. Selama ini ternyata sifat dingin Bu Zul ada tujuannya. Menarik. Bu Zul, kau membuat drama yang sangat menarik!" balas Tima.

"Drama Zul tak akan ada habisnya. Contohnya sekarang ia mengusir kalian. Ini bagian dari dramanya. Dengan kesokimutannya, dia memengaruhi yang lain untuk membenci siapapun yang dibencinya." Bu Ida tersenyum kikuk.

"Baiklah, sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Noor.

"Tak perlu gegabah. Tak perlu melakukan apapun. Tinggallah di rumah saya sementara. Kalian bertiga bisa memantau Zul dari jauh. Termasuk saya. Setiap hari kita masih bisa mengawasinya, melewati rumah ini, dan mencari semuanya." Bu Ida tersenyum percaya diri.

Tima ikut tersenyum. "Baiklah sore ini saya akan mengemasi barang-barang dan pergi dari indekos ini."

"Aku ikut!" sahut Noor.

"Aku akan kembali ke rumah Paman Sam saja. Tidak baik ada laki-laki yang tinggal bersama banyak perempuan di satu rumah," timpal Adam.

Tima tersenyum tampak giginya. "Baiklah, Adam. Pulanglah! Terima kasih telah membantu hari ini. Kau bisa membantuku mengemasi barang-barang, kan?"

Adam mengangguk.

"Mari ke rumah saya dulu," ajak Bu Ida.

"Tidak, Bu. Kami akan membereskan ini dulu!" seru Tima.

"Kalau gitu aku akan membantumu!" sahut Adam.

Bu Ida menyetujui permintaan Tima untuk membereskan barang-barangnya dulu. Begitupula dengan Noor, kembali ke indekos untuk beres-beres. Mereka saling bantu. Adam juga membantu. Keringatnya jatuh satu persatu, lalu Adam mengusapnya saking capeknya. Hari-hari yang melelahkan untuk sekadar berdebat dengan orang berego tinggi. Untung saja Bu Ida masih mau menampung mereka.

Setelah barang-barang dipindahkan, Adam pulang mengiringi matahari yang mulai terbenam. Hilangnya mentari menutup hari ini. Adam kembali ....

Krincing .... Krincing ....

Aku kembali ...

Untuk menyadarkan Ibu, perlu sesuatu yang menyakitkan ....

Ibu harus merasakannya lagi ....

Kehilangan ....

~*~

Wah apa ini??
Vote yaa!
Besok lanjut up lagi dan besok ga bakal terduga si
S

idoarjo, 11 Juni 2023
Authormu 💛

Info cerita baru:

Kisah Urban Legend di salah satu desa di Surabaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kisah Urban Legend di salah satu desa di Surabaya. Hantu Musala (Musholla) sering meneror korbannya dengan menjadi imam salat. Sesekali ia ikut berwudu menyamarkan dirinya sebagai manusia. Kadang-kadang mereka dijumpai dengan wajah rata bersinar, berjubah seperti pakaian Arab, dan membaca Qur'an. Mereka yang tak tahu akan menganggap dan mengikuti gerakan hantu ini sebagai imamnya.

Bagaimana kisah Urban ini berlanjut?
Apa yang terjadi setelah teror menghantui?
Apakah warga akan semakin jauh dari keimanan mereka? atau justru lebih taat beribadah?

Bisa cari di profil aku ya!

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang