19. Di Ujung Tanduk

250 24 0
                                    

Vote sebelum baca! Share ke teman kamu yang berminat horor juga!

~•~

Tima dan Noor meminta izin untuk segera pulang, tetapi Pamannya mencegahnya agar tidak pulang. Ia menanyakan beberapa pertanyaan tentang alasan mereka cepat-cepat ingin pulang.

"Tima, apa yang terjadi? Mengapa kamu menangis? Mengapa kamu ingin pulang?" tanya Paman Sam. Raut wajahnya mengerucut khawatir.

Tima langsung memeluk Pamannya itu. "A-aku enggak bisa mengatakan alasan itu sekarang, Paman!"

Tima melepas pelukan Pamannya. Jari-jarinya langsung menggenggam erat tangan Noor sampai benar-benar tercekat seakan ingin cepat-cepat mengajaknya pergi.

Tima pergi begitu saja tanpa basi-basi. Paman Sam berkeringat hebat. Takut terjadi sesuatu dengan ponakannya itu. Takut ada yang salah dengannya atau dengan rumahnya. Baru saja Tima datang setelah sekian lama, Paman Sam merasa telah mengecewakannya.

Tubuh Paman bergetar hebat. Matanya menyempit melihat ponakannya pergi. Tubuhnya mendadak lemas. Kulit-kulitnya yang keriput semakin jelas pori-porinya. Rintihan suara serak basah memanggil nama ponakannya itu. "Ti-tiimaaa!"

Terlambat, Tima sudah pergi. Tak ada penjelasan sampai kepergiannya. Paman Sam terjatuh. Tangannya menopang kayu-kayu pintu yang mulai rapuh. Berkali-kali Paman Sam merasa bukan tuan rumah yang baik. Ia sangat menyayangi Tima lebih dari dirinya sendiri.

"Penyesalan terbesarku adalah tidak sempat memberinya nasihat sebelum ia pergi. Aku harap Tima dapat mengontrol emosinya," gumam Paman Sam, kemudian mengusap sisa air matanya yang masih menempel.

~*~

"Bisa-bisanya Adam melakukan itu!" seru Tima yang baru saja sampai dan membanting tasnya di lantai.

"Kau masih belum tenang juga, Tima? Sebelum ini kau adalah wanita yang tegar!" balas Noor, kemudian mengusap pundak Tima perlahan. "Ayo duduk dulu! Tenangkan diri dan kita berdiskusi dengan nyaman tanpa emosi berlebihan."

Tima menarik napas panjang. Ia mengangguk setuju dengan perkataan sahabatnya. Mereka duduk di sofa tamu.

"Kau sudah menyakiti Paman Sam. Seharusnya kau tak melakukan itu padanya!" Noor menatap serius Tima.

Tima mengangguk setuju. Ia merasa memang kurang bersikap baik dengan Pamannya tadi.

"Baik lupakan. Kita coba analisis dengan penemuan ini. Setelah itu, minta maaflah dengan Pamanmu itu!" Senyum Noor merekah kemudian Tima ikut setuju.

"Kita mulai dari kebaya itu. Bagaimana kebaya itu bisa di lemari milik Adam?" telisik Tima.

"Apakah itu punya temannya?" balas Noor mengernyit heran.

"Bukankah aku pernah cerita tentang kebaya itu? Sepasang kekasih membeli kebaya yang mirip dengan yang aku ditemukan tadi. Motifnya mirip, warnanya sama bahkan aroma melati masih meresap di dalam kebaya itu," telisik Tima.

"Logikanya gini, kalau kebaya itu sudah bertahun-tahun disimpan, bukankah seharusnya bau melati itu sudah pudar? Atau jangan-jangan ...." Noor melirik Tima. Mereka saling bertukar pandang.

"Maksudmu kebaya itu milik wanita lain? Dan dengan sengaja Adam memberinya wangi-wangian itu untuk kencannya tiap malam?" Darah Tima mendidih. Ia langsung berdiri. Dengan cepat Noor memintanya duduk kembali.

"Tenang! Duduklah dulu! Kita belum selesai," perintah Noor.

Tima menarik napas panjang kemudian segera duduk kembali.

"Jangan-jangan Adam mengenal wanita itu. Bagaimana jika Adam membunuh wanita itu dan melakukan pesugihan setiap malam? Bisa enggak kita terima ide ini?" tanya Noor.

"Membunuh? Di tahun segitu Adam bahkan masih sekolah. Harusnya dia dipenjara jika sebabnya itu!" balas Tima.

"Atau ... atau ... wanita itu dibunuh Herry kekasihnya sendiri? Dan Adam harusnya jadi saksi mata saat itu! Jangan anggap Adam buruk dulu di mata kita. Kalau memang benar Adam saksi mata bagaimana? Kalau Adam ada trauma bagaimana? Adam menyimpan itu semua karena Adam bekas saksi mata sebuah pembunuhan. Kamu tahu, kan posisi Lila pada saat itu? Aku lupa-lupa ingat. Tapi sepertinya ia sedang mengandung anak Herry. Herry sengaja membunuhnya dan yaa ...," Noor memutus pembicaraan kemudian mengangkat satu alis kirinya.

"Sepertinya itu masuk akal. Informasi ini yang harus kita pegang dulu. Ta-tapi di mana Adam tadi saat kita pamitan?" tanya Tima.

"Sepertinya di kamar mandi setelah bangun tidur. Dan kita telah mengambil barang bukti itu. Mungkin saja Adam akan ke mari dan menanyakan barang itu. Dan ketika itu terjadi, aku harap kamu bisa jujur apa adanya supaya masalah ini bisa terselesaikan antara kalian berdua," saran Noor.

Tima mengangguk. Tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Tima dan Noor saling lirik. Baru saja dia membicarakannya.

"Itu suara Adam! Cepat buka, Tima! Apa yang aku takutkan terjadi, kan?" ujar Noor.

Tima membuka pintu. Decitnya terdengar beberapa detik sampai akhirnya wajah Adam benar-benar ada di hadapannya.

"Tima, apa yang kau lakukan? Mengapa Paman Sam menangis? Mengapa kau membuatnya sedih? Dan mengapa kau tiba-tiba pulang begini?" tanya Adam panjang lebar.

Tima menarik napas sebelum berbicara. "Sebaiknya kamu diam, Adam. Hatiku sakit!"

Adam tak mengerti. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Sakit mengapa?"

"KAMU SELINGKUH! KAMU PEMBUNUH!" sentak Tima dengan mata membesar.

Noor mendelik tak percaya. Bukannya tadi sudah berdiskusi masalah ini? Tapi menapa begitu Adam datang emosinya langsung meningkat dan menuduhnya sembarangan? Kesepakatannya tadi ... Adam belum tentu bersalah. Aduh Tima, Tima! Noor menepuk jidatnya.

"A-apa maksudmu?" tanya Adam.

"Mengapa kamu menyimpan kebaya itu! Pedal kuda dan kertas menjijikkan itu! KAMU SELINGKUH, KAN?!" semprot Tima.

Adam mendelik tak percaya. Napasnya terengah-engah. Darahnya seakan dipanaskan sampai mendidih. Matanya seakan ada api yang membara.

"JADI KAU YANG MENGAMBIL BARANG-BARANG ITU!" Adam menunjuk wajah Tima dengan kaku.

"IYA, AKU! KENAPA MARAH? KAMU SELINGKUH, KAN!" seru Tima tajam, kemudian mendorong tubuh Adam.

Perlahan air mata Tima jatuh. Adam tersadar telah menyakitinya. Ia mencoba mengusap air mata itu, tapi Tima menepis tangannya.

"Enggak perlu pegang-pegang! Kamu udah enggak jujur sama aku! AKU BENCI KAMU, ADAM!" bentak Tima.

Adam menyentuh pundak wanita itu. "Ini bu-bukan seperti yang kau pikirkan! Aku akan menjelaskannya, tapi tidak sekarang! Percayalah padaku!" pinta Adam.

Tima menurunkan tangan Adam dari pundaknya. "Mulai sekarang, aku enggak mau ada hubungan lagi sama kamu! Kamu tahu rasanya diteror? Dan kamu sama sekali enggak peduli sama aku selama ini! AKU MAU KITA PUTUS!"

Noor menganga tak percaya. Tima benar-benar moody. Dia sekarang hanya dipengaruhi oleh mood buruknya.

"Ti-tima, pikirkan lagi!" pinta Adam.

"Benar, Tima! Jangan gegabah dan mengedepankan emosi!" Noor setuju dengan Adam.

Tima menatap wajah Noor. "Sahabatmu disakiti, tapi kau tetap ingin aku menjalani hubungan dengan pembohong ini?!"

Noor benar-benar tak dapat berkata-kata lagi. Wajah Tima menunjukkan gestur yang serius. Noor meminta Adam menjauh sementara ini sambil menunggu penyelidikan berikutnya.

Adam mulai berjalan keluar. Sesekali ia menoleh melihat Tima yang sedang terisak sembari ditenangkan Noor. Ini belum saatnya. Nanti ketika hari itu tiba, aku berjanji akan mengatakan semuanya!

~*~

Vote ya!
Sidoarjo, 1 Juni 2023

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang