26. Pertemuan Kembali

258 20 0
                                    

Adam mengusap air mata yang menempel di sela-sela hidungnya. Pandangannya lurus. Badannya tegap. Seketika kakinya membuatnya berdiri. Segera ia keluar dari rumah itu menuju rumah sebelahnya.

Adam melihat pintu rumah ibunya tertutup. Ia sempat terhenti dan berpikir apa yang ia harus lakukan. Mungkin saja ibunya sedang tidur. Namun Adam tak peduli. Semua kebohongan ini membuatnya sial.

Adam meneguk salivanya sembari merapatkan tangannya dengan kuat. Segera ia berlari ke pintu itu. Diketuknya dengan kasar. Membuat ayam-ayam terpental kaget saking kerasnya. Membuat bayi tetangga yang jaraknya agak jauh bahkan sampai bangun dan menangis terjerat-jerit.

Begitupula dirasakan Bu Zul. Guncangannya dirasa begitu kuat. Suaranya menyakiti gendang telinga. Bu Zul yang tadinya terlelap mendadak bangun.

Bangun-bangun wanita itu mengucurkan banyak keringat, sampai membekas basah di sprei warna merah mudanya. Wanita itu langsung dilanda kegusaran. Keringat dingin menguasai tubuhnya.

Bu Zul menyempitkan alisnya, berusaha mencerna siapa yang ada di balik pintu itu. Ia sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Nyawanya saja belum genap. Matanya masih buram. Masih di kasur itu dengan kaca mata yang belum terpakai.

Bu Zul mulai sadar, ada yang mengetuk pintu itu dengan keras. Setelah itu ia beranjak dari kasurnya kemudian mengambil kaca mata yang ia letakkan di mejanya.

Perlahan Bu Zul berjalan dari kamarnya menuju pintu. Semakin keras saja suara ketukan itu ketika ia semakin mendekat.

"Sebentar!" seru Bu Zul kemudian menyentuh gagang pintu dan perlahan membuka pintunya.

Suara decit pintu menambah kebisingan. Pintu tua itu sudah tak layak dipakai lagi. Bu Zul sampai dengan usaha keras membukanya.

Bu Zul tertegun. Menatap wajah Adam. Matanya melotot. Jantungnya berdetak dua kali lipat. Tak percaya apa yang dilihatnya ini. Saking tersambarnya, kantuknya perlahan hilang. Seakan bertanya-tanya, mengapa dia datang ke sini? Ingin pura-pura tak tahu, tapi rasanya Adam serius ingin mengungkap sesuatu kepadanya.

Adam meneteskan air matanya. Air mata berharga yang hanya jatuh beberapa tahun sekali, kini menyatu dengan tanah. Adam tak bisa menahan air mata itu. Bagaimanapun, Adam tak bisa menghadapi ibunya. Kali ini karena keterpaksaan.

Adam juga manusia. Manusia yang lemah. Masih ada kata sayang di hatinya. Namun itu semua terpaksa terkikis karena masalah yang tak kunjung berakhir.

Adam mengusap sisa air matanya. "Apa kau terkejut, Ibu?"

"A-apa, apa, a-apa yang terjadi? I-ibu? Ka-kau siapa, aku tak mengenalmu!" Bu Zul gelagapan.

Bu Zul memutarbalikkan badannya membelakangi Adam. Ada rasa grogi yang masih tersemat di batinnya. Bu Zul harus tetap merahasiakan itu, meskipun semuanya sudah jelas.

"Buat apa kau memalingkan tubuhmu. Kau mengenalku, bukan?" Adam mengusap beberapa air matanya yang masih menempel, kemudian tersenyum.

Tima datang dengan bantuan Noor. Sebelumnya wanita itu bahkan tidak bisa berdiri. Noor menggotongnya karena Tima ingin melihat kesaksian mereka.

Adam menengok ke arah Tima. Mereka saling tatap. Adam tersenyum kepadanya dan menganggukkan kepala seakan tersirat kata, "Percayalah padaku!"

Tima membalas anggukan Adam dengan senyuman. Adam kembali menatap Bu Zul yang belum berani melihat dirinya lagi.

Bu Zul membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar. Adam mengikuti langkah ibunya itu.

"Tak ada gunanya kau berlari, Ibu!" seru Adam.

Bu Zul menghentikan langkahnya. Ia kemudian berbalik ke arah Adam. "Apa yang kau inginkan! Mengapa kau mengikutiku! Aku tak mengenalmu!"

Bu Zul membuat air matanya sendiri perlahan menetes membasahi pipi. Napasnya terengah-engah. Biasanya ia akan menatap orang dengan tatapan tegas dan tajam, tapi kali ini di hadapan Adam, rasanya enggak mungkin.

Adam berdeham, dengan suara serak dan tinggi, Adam berkata, "Air matamu itu mengisyaratkan sesuatu, Ibu! Berhentilah berpura-pura! Kenali anakmu ini!"

Bu Zul mangguk-mangguk. "Ya, Adam. Kau Adam, bukan?"

"Aku, Adam! Namun bukan Adam di masa kecilku dulu!" seru Adam. "Aku, Adam. Adam yang membencimu!"

"Kau anak durhaka! Kau sama saja dengan Kakakmu! DURHAKA!" Bu Zul mengatakan itu dengan nada tinggi.

"Itu karena kau membunuh Kakakku!" balas Adam dengan nada tinggi pula.

Tima dan Noor saling tatap. Mereka berdua terkejut. Matanya tak dapat berkedip. Bengong. Mereka baru menyadari bahwa semua yang dikatakan, ditelusuri, dan diungkapkan adalah benar.

"AKU TAK PERNAH MEMBUNUH KAKAKMU!" kekal Bu Zul.

"Lalu, bagaimana kau menjelaskan tentang hari itu?!" tanya Adam.

"Aku hanya tak sengaja memukul kuda itu! Hanya itu!" balas Bu Zul. "Aku menyayangi Kakakmu!"

"Dengan cara meminta Kak Lila menggugurkan kandungannya?" sindir Adam.

"Kamu tahu apa soal kandungan? Kamu masih kecil!" seru Bu Zul.

"Di mata Ibu anak-anak selalu akan menjadi kecil. Namun sekarang aku sudah mengerti semuanya!" balas Adam.

"Kakakmu telah melakukan hal yang memalukan, itu tak pantas dimaafkan. Kau membela Kakakmu? Apakah Kakakmu kau anggap benar? Ibu yang benar!" bela Bu Zul.

"Aku tak pernah anggap perbuatan Kakak benar. Ibu harus tahu itu!" jawab Adam.

"Lalu kau anggap Ibu salah?" tanya Bu Zul.

"Ibu hampir saja membunuh cucu, Ibu!" bentak Adam.

"Akhirnya dia mati juga, kan? Cucu haram itu tak pantas untuk hidup dunia makanya Tuhan tak pernah merestui dia lahir!" Bu Zul tersenyum percaya diri seakan sudah berhasil membuat Adam bungkam.

"Dan Bu Zul bangga untuk itu?" sahut Tima.

"Hei, Tima! Tahu apa kamu tentang saya dan keluarga saya? Sebaiknya kau diam saja!" perintah Bu Zul.

Adam menghela. "Tima tahu semuanya, Bu! Bahkan detailnya dia tahu! Aku sudah tidak bisa berkata lagi jika Ibu terus menyangkal!"

"Sebaiknya cukup di sini saja, Adam. Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kesimpulannya Ibu tetap benar. Syukurlah anak itu tidak lahir ke dunia ini. Jika anak itu lahir, entah jadi apa besarnya. Biarlah selamanya mengeras di kandungan Ibunya yang telah tiada. Mungkin sekarang Lila sudah jadi hantu pengantin dengan perut buncit." Bu Zul berbicara panjang lebar.

"Tega Ibu berkata seperti itu. Yang kau bicarakan ... ah sudahlah! Ibu tak akan pernah mengerti," balas Adam.

"Memang sebaiknya sudahi saja. Ibumu ini tak mengerti yang kau bicarakan!" seru Bu Zul.

Seorang wanita datang dengan beberapa rombongan pria. Mungkin karena mendengar ada keributan akhirnya mereka memutuskan untuk datang. Ditambah lagi ketukan Adam yang sangat keras tadi membangunkan mereka.

"Zul, apa yang kau lakukan? Mengapa terjadi keributan?"

~*~

Vote ya!
Adegan ini masih berlanjut karena bakal ada perseteruan menarik!
Share dan komen juga^^
Sidoarjo, 9 Juni 2023

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang