Vote sebelum baca ya!
~*~Tima melirik kedua orang yang barusan datang tadi. Diliriklah balik Tima oleh mereka. Raut wajahnya masam, mulutnya bengkok ke bawah, alisnya mengernyit seakan ingin tahu keributan apa yang terjadi.
Mereka Bu Sum dan Pak RT. Keduanya mewakili warga yang merasa terganggu dengan keributan di rumah ini. Beberapa warga sudah melaporkan dan akhirnya Pak RT mendengar keluhannya. Pak RT merespons cepat, kemudian meminta Bu Sum menemaninya untuk membantu menyelesaikan masalah itu.
"Kau bertanya keributan apa?" Bu Zul menyahut. "Kau tidak lihat?"
Bu Sum menarik napas panjang. "Tenanglah, Zul. Dewasalah sedikit. Kami hanya bertanya kok. Suaramu yang keras kayak gitu sadar tidak, itu mengganggu aktivitas kami!"
"Kok jadi saya? Tanya dia!" Bu Zul menunjuk Adam.
Bu Sum menatap Adam mulai dari bawah sampai atas. Matanya mengernyit heran. Masih belum menyadari wajah itu. Alisnya mulai rapat, kepalanya tetiba sedikit maju, masih mencoba dengan jelas mengingat wajah itu. Bu Sum seperti pernah melihat manusia ini.
"Aku seperti mengenalmu!" seru Bu Sum.
Bu Sum kembali menatap wajah Adam dengan lekat. Kemudian ia lanjut menatap Bu Zul untuk membandingkannya. Seperti ada kemiripan antar keduanya. Bu Sum menggaruk kepalanya yang tak gatal. Barulah ia menyadari.
"ADAM! KA-KAU, ADAM!" Tangan Bu Sum mencoba meraih pipi Pria itu. Ia mengusapnya saking kangen karena lama sudah tak jumpa.
"I-iya," balas Adam, kemudian menggenggam tangan Bu Sum yang masih mengusap pipinya itu.
Bu Sum tersenyum. "Apa yang kau ributkan wahai, Zul? Anakmu telah kembali. Apa yang lebih berharga dari ini?"
Bu Zul berdecak. "Anak apa? ANAK DURHAKA?!"
"Apa maksudmu?" tanya Bu Sum, kemudian mengernyit heran.
"Kau baru tahu? Dia menuduh saya membunuh anak saya sendiri?! Makanya dia pergi!" seru Bu Zul.
Mata Bu Sum mendelik. "Ha? A-apa yang kau katakan? Ma-maksudmu Herry?"
Bu Zul mengangguk. "Anak durhaka ini menuduh saya membunuh Herry!"
Adam menyahut. "Silakan Ibu menghardik saya dengan segala macam tuduhan. Yang terpenting saya tahu pasti Ibu yang membunuh Herry, Kakakku!"
"Segala macam tuduhan? Di sini siapa yang dituduh. Aku atau kamu, Adam! Berani sekali kau menyentak Ibumu!" Bu Zul mengelak. "Lihatlah Sum, benar kan apa yang aku bilang? Dia kembali hanya untuk menuduh saya sebagai seorang pembunuh anak sendiri!"
Bu Sum menarik napas panjang, kemudian melirik wajah Adam. "Benar, Adam?"
Adam menatap Bu Sum tajam. "BENAR! DIA YANG MEMBUNUH, KAKAKKU!"
Bu Zul menatap Bu Sum. "Kan, lihatlah dia yang sekarang, Sum! Di masa lalu saya telah merawatnya dengan baik sehingga menjadi anak yang baik pula. Jangan kembali ke masa lalu, sekarang anak ini sudah menjadi anak kurang ajar!"
"Kau benar ternyata, Zul. Anakmu ini ... Adam, kau tega sekali?" Bu Sum matanya berkaca tak percaya.
"Bu-Bu Sum, ini bukan sekadar yang kau tahu!" balas Adam.
"Benar, Bu Sum. Jangan mudah percaya omong kosong orang ini!" sahut Tima.
"Tima! Beraninya kau ikut campur lagi pembicaraan kami! Kurang ajar kamu! Keluarga bukan, mantu bukan, anak bukan kok sembarangan aja ikutan nimbrung!" cecar Bu Zul.
"Saya memang bukan siapa-siapa, Ibu. Namun karena ulah Ibu, saya jadi kena teror anak dan mantu Ibu!" debat Tima.
"Teror apa? Kau halusinasi? Orang meninggal mana ada yang meneror. Apalagi anak saya. Ada dendam apa sama kamu sampai teror-teror segala!" balas Bu Zul.
"Memang dia tidak ada dendam, tapi dia tahu saya bisa membantunya!" seru Tima.
Bu Zul tertawa terbahak-bahak. "Membantunya? Kau anak indihome?"
"Jangan menghina saya dengan mangatakan hal itu, Bu. Selama ini saya menghormati Anda!" balas Tima.
Hatinya panas, keringatnya mulai mendidih disertai napas yang panas.
Bu Sum geleng-geleng. "Tima, Bu Zul sudah banyak membantumu. Kau ingat ketika kau dituduh membunuh dan menculik anak kecil? Di malam itu Ibu Kosmu sempat berdebat dengan ibunya. Kau ingat? Apakah balasannya seperti ini?"
"Kau salah paham Bu Sum, a-aku ...." Tima berhenti tak bisa menjawab.
"Jadi maksudmu Bu Zul hanya pura-pura menolongmu dan bla bla bla!" ejek Bu Sum.
"Gadis tak tahu balas budi!" cecar Bu Zul.
Tima menarik napas panjang. Tak pernah berpikir akan semakin jadi runyam. Bahkan Bu Sum, dia sangat baik waktu itu. Terlalu dibutakan persahabatan sampai tidak bisa menilai.
"Bu Siti pernah menasihatiku suatu hal. Jujurlah untukmu dan untuk orang lain. Apa yang saya katakan adalah bentuk kejujuranku!" ucap Tima.
"Haha mana Bu Sitimu yang selalu kau sebut itu, Tima! Wujudnya saja tidak nyata!" balas Bu Zul.
"Sudah! Sudah!" seru Pak RT.
Daritadi Pak RT hanya melihat saja. Itu karena Pak RT tidak dekat dengan Bu Zul sehingga Pak RT harus mencerna dulu obrolan mereka.
"Intinya kalian saling tuduh. Sepertinya kalian sudah tidak bisa bersama. Coba cari jalan keluar Anda, Zul! Saya tidak bisa membantu banyak. Ini urusan keluarga. Untuk Tima, lebih baik Anda diam karena ini tentang Adam dan Ibunya. Jika Sum dan Tima ikut campur, menurut saya akan memperburuk keadaan," jelas Pak RT.
"Tuh, Pak RT saja tahu. Ngakunya berpendidikan. Where is your manner?" sarkas Bu Zul.
"Bu Zul, ini keputusan, Anda. Saya hanya ingin kau membuat keputusan dengan cepat. Silakan!" pinta Pak RT.
"Silakan Tima angkat kaki dari sini. Untuk Adam, pergilah kau jauh. Jangan dekati ibumu lagi jika kau tak sayang. Untuk Noor, dia masih bersikap sopan. Daritadi saya lihat diam tidak ikut campur. Jadi, silakan Noor tetap tinggal di sini. Baik, tak perlu menunggu. Turuti perintah saya sekarang!" usir Ibu Kos itu.
"Dengan berat hati, kau harus meninggalkan desa ini, Tima!" seru Pak RT.
"Aku tanpa Tima tidak berarti apa-apa. Dari awal aku pindah, aku hanya berniat ingin membantunya. Aku ikut Tima!" sahut Noor.
"Baiklah, Noor, silakan pergi bersama sahabatmu itu!" Bu Zul tersenyum.
Bu Zul langsung berbalik. Tanpa banyak kata-kata ia kembali menuju rumahnya. Pak RT hanya geleng-geleng. Ia pergi tanpa pamit bahkan kepada Bu Sum. Tampak wajahnya masih memerah. Bahkan setelahnya ia membanting pintu dengan kasar.
Tima dan Noor saling tatap. Kemudian mereka berpelukan. Air mata Tima perlahan keluar membasahi baju milik Noor.
Noor menepuk-nepuk punggungnya, seakan memintanya tegar dan berhenti menangis.
Bu Sum dan Pak RT tak peduli. Mereka hanya memandanginya tanpa bersimpati. Akhirnya mereka pergi juga.
Tinggal Adam, Tima, dan Noor. Adam mengusap-usap rambut mantan kekasihnya itu. Adam tidak ingin menangis. Dalam keadaan ini Adam perlu tegar untuk menguatkan Tima.
"Di-dimana kita harus tinggal?" Tima bertanya kepada Noor.
"Di mana saja yang tak jauh dari desa ini," balas Noor.
"Kau boleh tinggal di rumah saya!"
Seorang wanita paruh baya datang dengan senyuman iblis. Tima, Noor, dan Adam tersentak dibuatnya. Mata mereka tak dapat berkedip untuk beberapa detik. Tak sangka orang ini yang menawarkan tumpangan kepada mereka.
~*~
Vote ya! Penasaran siapa yang kasih tumpangan??
Share, dan komen juga ya!
Sidoarjo, 10 Juni 2023
Authormu 💛
![](https://img.wattpad.com/cover/294591321-288-k347741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)
Horror#PLAGIAT ADA UNDANG-UNDANGNYA!! (LENGKAP) #(27/6/23 #12 Horor) #(4/7/23 #33 Mistery) #(31/7/23 #9 Hantu) #(4/7/23 #19 Seram) #(8/723 #26 Mistis) #(1/10/23 #1 Setan) #(24/7/23 #52 Paranormal) Tahun 2007-2008 menjadi momok menakutkan tatkala mendeng...