30. Sesal

349 18 0
                                    

Vote sebelum baca!

~*~

Paman Sam terbangun karena ada aroma aneh yang membuatnya mual. Seperti aroma busuk, tapi tercium dari luar. Ia yakin aroma ini bukan dari dalam.

Paman Sam duduk di kasur merahnya yang empuk, kemudian mulai merenggangkan tubuh-tubuhnya yang kaku. Sudah lama ia tak berolahraga. Orang tua selalu saja begitu. Mudah capek. Sampai-sampai tulangnya mengeluarkan bunyi retakan yang lumayan keras. Mungkin saking lamanya tidak direnggangkan.

Ia kemudian berdiri. Merapatkan spreinya agar bagus seperti semula. Merapikan dan melipat selimut yang berantakan di atas kasur, serta menyemprot seluruh ruangan dengan parfum jeruk untuk menghilangkan bau itu.

Paman Sam membuka pintu kamar. Berjalanan beberapa langkah maju ke depan. Terpantau cahaya menyilaukan matanya. Ternyata pintu rumah terbuka. Firasat Paman Sam semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba pikiran negatif bermunculan.

Paman Sam mengucek matanya. Dari jauh terlihat orang tertidur di depan pintu, tapi tak begitu jelas. Matanya sudah benar-benar lamur. Ia mengucek matanya sekali lagi. Benar-benar ia tidak bisa menebak siapa orang yang tergeletak di lantai itu. Apakah seorang maling yang tertidur?

Paman Sam mulai melangkah maju. Ia sangat penasaran dengan yang dilihatnya itu. Namun Paman Sam melangkah dengan penuh kehati-hatian. Bukannya berburuk sangka, Paman Sam takut jika itu adalah sebuah jebakan yang mengancam nyawanya. Pelan-pelan kakinya yang keriput melangkah maju. Semakin dekat, lebih dekat, dan sekarang sudah di depan mata.

Bagai petir yang menyambar di siang bolong, Paman Sam hampir saja terjatuh karena ini. Itu Adam! Dalam hatinya berkata demikian. Jantungnya berdetak parah. Ia meyakinkan dirinya bahwa Adam hanya tertidur di sini. Namun ia tak bisa menyangkal, bau busuk itu bersumber dari Adam.

Pikiran Paman Sam semakin kacau. Jantungnya berdetak lebih cepat. Seakan dikejar kuda hitam gila yang marah. Keringatnya mulai keluar dari pori-pori dan menjatuhi tubuh Adam yang ada di bawahnya. Lututnya seketika lemas. Ia terjatuh, tak dapat berdiri lagi.

Paman Sam mencium aroma yang lebih menyengat dari tubuh Adam setelah lebih mendekat. Ia mengucek matanya lagi, takut yang dilihatnya ternyata mimpi.

Paman Sam menyadari sesuatu. Lirikannya beralih ke arah perut Adam yang sudah tak bernapas lagi. Dengan tangan yang gemetar, ketiga jari Paman Sam mencoba memastikan denyut nadi pria itu.

Innalillahi ...

Paman Sam mencoba menggugah Adam sembari air mata yang mulai bercucuran. Semakin kencang saja Paman Sam menggugahnya. Namun Adam tak kunjung bangun.

Ia memanggil-manggil namanya. ADAM! ADAM! Tetap saja pria itu enggan membuka matanya. Air mata Paman Sam membasuh muka pria itu. Paman Sam menatap mata Adam, yang sudah dianggap sebagai anaknya. Ia tersenyum. Menyadari Adam mungkin sudah berada di alam yang layak untuknya.

Paman Sam mengusap wajah Adam dan rambutnya yang mulai kering. Dalam hatinya ia berusaha ikhlas. Ia teringat Tima. Bagaimana perasaan wanita polos, yang dulu ceria, ceroboh, dan banyak tingkah sekarang dipaksa dewasa oleh keadaan. Dia yang sering tertawa, mungkin akan berubah menjadi gadis pendiam yang kehilangan setengah dari dirinya. Paman Sam belum mengabari wanita itu.

Segera Paman Sam keluar. Mencari bantuan warga sekitar termasuk tetangga dan RT. Ia meminta mereka mengangkat Adam ke kasur dan memintanya menjaga Adam selagi ia menelpon Tima.

Paman Sam kembali ke kamar. Mengambil ponselnya yang ia letakkan di laci tempat ia menyimpan peralatan tulis. Segera Paman Sam mencari nomor ponakannya itu. Begitu ditemukan, Paman Sam segera memencet tombol hijau yang berarti telpon. Tak berselang lama telpon itu tersambung.

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang