Ekstra Part

381 18 0
                                    

Vote sebelum baca ya!
~•~

"Apakah sesal itu berguna, Zul?" tanya Paman Sam di belakang wanita tua itu.

Zul menoleh ke belakang, melihat wajah Paman Sam yang matanya sudah bengkak juga sama halnya dengan dirinya. Ia kemudian berdiri, kemudian berbalik menatap pria tua itu.

"Saya tahu sesal ini tidak akan berguna. Saya menyayangi anak saya. Apakah salah sesal ini ditujukan kepadanya?" balas Bu Zul.

"Jika kau menyayanginya, aku tak akan menjadi Bapak untuknya! Sejatinya dia bukan anakmu. Dia anakku! Ikatan bukan hanya sekadar ikatan darah, tapi bisa lebih dari itu. Walau Adam tak ada darahku, tapi Adam adalah anakku. Sesal terhadap orang yang sudah mati sangatlah tidak berguna, lebih baik kau pergi saja!" seru Paman Sam.

Bu Zul mulai meneteskan getih putih dari matanya yang besar. Mengisak ingusnya yang masih basah dan mengusap perlahan pipinya agar ia dapat bersikap tegar.

"Baik, aku akan menjadi gila besok! Hidup tanpa anak bagai telur tanpa garam. Haha, apakah aku harus hidup sendiri sampai tua?" Bu Zul menoleh ke arah Tima.

Tima menatap wajah gila itu. Omongannya semakin melantur saja tak karuan. Apakah ia benar-benar sudah gila??

Tima mendekati wanita itu. Mengusap air matanya dengan perlahan, kemudian tersenyum. "Kau memiliki kami semua, Ibu."

Bu Zul semakin menumpahkan air matanya. "Ibu? Kau memanggilku Ibu? Bahkan setelah aku jahat padamu, kau bisa mengatakan itu?"

Tima mengangguk. "Ibu Adam adalah Ibuku. Sekarang kau adalah ibuku. Ibu, jangan kau siakan hidupmu dengan meratapi kepergian, Adam. Cukup beberapa bulan saja, jangan berlarut. Saya tahu bagaimana kepedihan Ibu sekarang ...."

Bu Zul tiba-tiba tersungkur. Telapak tangannya menyentuh kaki Tima. "Kau sangat baik padaku, Nak! Aku tak tahu harus membalasnya seperti apa. Ma-maafkan aku ...."

Tima menyentuh pundak wanita itu, kemudian memintanya berdiri. "Ibu tidak perlu bersujud seperti ini. Kewajibanku sekarang adalah menjaga, Ibu."

Tima tersenyum, kemudian Bu Zul memeluk gadis itu. Tima meneteskan air mata haru. Sebenarnya Tima masih tak ikhlas atas kepergian Adam, tapi Tima percaya Adam pasti sudah bahagia di sana. Sekarang yang harus dilakukannya adalah tegar. Bahkan setelah menerima banyak cobaan dari pemilik kos itu, Tima tetap saja masih baik kepadanya.

"Nak, maukah kau tinggal bersama saya malam ini saja?" tawar Bu Zul.

Tima mengangguk. Bu Zul langsung memeluknya lagi. Kali ini sangat erat bahkan sampai Tima kesulitan bernapas.

~*~

Air mata itu jatuh di sebuah bingkai foto bergambarkan wajah kekasihnya, Adam. Tima mengusap-usap kaca pada bingkai itu sambil tersenyum, mengingat kenangannya bersama.

"Adam, kau mati meninggalkan luka yang terdalam. Kau hilang meninggalkan kita yang masih menyayangimu. Sesal memang ada di akhir, aku menyesal ...."

Tima hanya menyalahkan diri sendiri atas apa yang tidak ia perbuat. Itu karena Tima pernah membentak dan memutuskan hubungannya dengan Adam. Cuma sesal yang tersisa.

Tima mengernyitkan pandangannya, melihat tirai yang berterbangan di ruang tamu. Jendelanya belum juga dikunci.

Hari sudah malam, tapi malam ini udara mendadak dingin. Entah apa yang terjadi, mungkin saja BMKG sudah memprediksi bahwa akan ada badai di Kabupaten Sidoarjo.

Sebelum ini di pemakaman, memang gerimis telah melanda. Menurut Tima kemungkinan akan terjadi badai hebat.

Tima menutup jendela itu dengan perlahan, kemudian mengikat tirai-tirai hitam itu.

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang