22. Lahirnya Petunjuk Baru

259 22 0
                                    

Vote sebelum baca!

~•~

Malam ini Tima duduk di kursi sambil menonton siaran berita favoritnya. Ia terlamun, pikirannya kacau sedari tadi. Sudah banyak channel ia lewati, tak ada yang menarik baginya. Mungkin hanya berita ini saja yang bisa membuatnya tenang. Beberapa acara lawakan kini sangat jauh dari tujuannya. Tidak untuk menghibur lagi. Banyak joke bapak-bapak yang sudah basi dan enggak lucu di kalangan anak muda. Bahkan beberapa harus dicampurkan dengan politik yang menurut Tima sangat tidak pantas ditonton.

Tima masih merasa bosan padahal sudah disambil nonton TV. Itu karena pikirannya masih berjalan-jalan. Kadang tiba-tiba kosong. Masih sama yang Tima pikirkan, tentang Bu Zul dan hubungannya dengan Andong Pocong itu. Mengapa ia ingin melupakan kejadian yang benar-benar nyata itu? Mengapa beliau mengatakan aku halusinasi dan harus periksa ke psikolog? Kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakannya mungkin saja benar. Akhir-akhir ini aku merasa gila!

Tima berdiri dari kursinya, kemudian berjalan menuju ke arah kipas angin. Ia ingin mematikan kipas itu saja. Malam ini udara rasanya dingin. Kulit Tima ikut mendingin karenanya.

Tidak tahu dari mana arah embun ini,  tiba-tiba membuat telapak tangannya basah. Begitu pula dengan benda-benda di sekitarnya. Televisi, bingkai foto, bahkan ponsel Tima ikut basah.

Dari luar terdengar suara gemuruh. Pantas saja bau segar tercium dari dalam. Rupanya hujan akan segera datang. Tima merindukan hujan.

Tima membuka pintu rumahnya. Mencoba meresapi aroma hujan yang ia rindu-rindukan di teras. Napas gadis itu merasa segar. Bagaimana tidak? Rintik hujan yang mulai turun membuatnya ingat masa-masa kecilnya.

Ia juga ingat bagaimana Adam membuatnya tak basah saat itu dengan memberikan jaketnya sendiri. Mungkin kenangan itu adalah kejadian langka yang tak akan terulang. Bersama kekasih.

Senandung Tima menenangkannya. Sembari melihat langit malam yang tak bertaburan bintang dan tak berdiri gagah bulan. Yang biasa menyinarinya kala ia sepi.

Tima melihat sebuah kilatan cahaya. Akan ada petir yang menyambar. Benar saja, petir menyambar tepat di depan rumahnya. Ini pemandangan yang sangat langka. Ia bisa mati jika bermain hujan-hujanan seperti masa kecilnya.

Tiba-tiba gelap. Listrik padam. Semua lampu mati. Tima merasa heran. Namun setelah dipikir-pikir, mungkin petir barusan yang membuat pemadaman lampu mendadak. Tima yang sudah merasa tenang segera masuk ke rumah kembali. Ia lupa belum mencabut kabel televisi yang masih menempel.

Tima yang merasa matanya buram, berinisiatif mencari lilin dan korek api di kamarnya. Tima mengobrak-abrik lemarinya. Mungkinkah ada di situ? Tima agak lupa meletakkan lilin itu. Beberapa detik kemudian Tima ingat, ia meletakkan lilin dan korek api di laci meja belajarnya.

Tima segera mengurak-arik laci. Benar saja ada lilin di sana. Segera Tima mengambil lilin itu. Ia menyalakan korek api dan mendekatkannya ke lilin.

Lilin menyala terang. Api-apinya menghangatkan. Sekilas Tima melihat seorang wanita di depannya, kemudian menghilang.

Angin datang dengan cepatnya, membuat lilin padam kembali. Tima yang melihat lilin padam, segera menyalakannya lagi. Kembali, Tima melihat seorang wanita dengan gaun putih di balik api lilin itu. Wajahnya tak terlihat jelas. Remang-remang. Yang Tima lihat rambutnya panjang dan berantakan.

Angin datang kembali. Kali ini lebih kencang. Pertama membuat api kalang-kabut. Lama-lama api itu padam. Memadamkan lilin itu lagi. Tima menghela. Kemudian menarik napasnya. Entah berapa kali lagi ia harus menyalakan lilin ini lagi.

Tima memegang rapat lilin itu. Ia menggesek korek manual sampai hampir terkelupas kertasnya. Dengan cepat ia menyalakan lilin yang tadi padam untuk ketiga kalinya. Tima menunduk, melihat api itu sebentar. Memastikan api itu tidak akan padam lagi.

Tima rasa kali ini sudah aman. Ia memalingkan wajahnya ke depan. Sosok itu muncul lagi. Memperjelas wajahnya. Mendekat ke arah Tima. Mereka saling menatap. Hanya berjarak tiga centimeter saja jarak saat ini.

Tima terkesiap. Jantungnya bertedetak dua kali lipat. Keringatnya berjatuhan seperti hujan. Di luar gerimis sudah menjadi hujan, membuat genteng mengeluarkan kebisingannya.

Hantu itu semakin mendekat ke arah Tima. Menyeringai tanpa dosa. Mengeluarkan cairan merah kental dari setiap pori-pori tubuhnya. Memuntahkan belatung-belatung putih dari mulutnya. Matanya mendelik tampak urat-urat hijau. Bibir pecah-pecah beroleskan darah.

Tima merasa sesak. Lampu tetiba menyala, kemudian mati. Menyala lagi, kemudian mati lagi. Seakan hantu itu ingin bermain-main.

Tima ...

Hantu itu memanggil nama Tima. Namun Tima hanya bisa meneguk ludahnya. Mulutnya seperti dilem. Tidak bisa terbuka untuk sekadar bicara.

Tolong aku ....

Hantu itu menghilang. Tima terjatuh. Ia memegangi dadanya yang sesak. Jantunya kembang kempis tak bisa terkonrol. Rasanya ia ingin pingsan sekarang juga, tapi tak bisa. Tangannya menopang kepalanya yang pening. Matanya buram, tak dapat melihat dengan jelas sekitar karena lilin ikut terjatuh dan mati.

Gelap. Tima tak bisa melihat sekitar. Hanya remang-remang hitam yang tak tahu di depannya ada apa. Tima hanya melihat sosok kebaya putih tidak jelas. Sosok itu menunjuk-nunjuknya dengan tawa yang ceria.

Xixixixi ....

Kau tak akan mati sekarang! Kau harus membantuku!

Dengan nada yang meringkih hantu itu meminta tolong. Tima yang masih tak dapat melihat dengan jelas hanya dapat mendengarkan tanpa mengerti apa yang ia maksud.

Tima menarik napas panjang. "APA YANG KAU MAKSUD! TOLONG JANGAN GANGGU AKU! AKU AKAN TERUS BERUSAHA MEMBANTUMU!"

Kau tidak pernah berusaha menemukan petunjuk!

Kau hanya menerka-nerka!

Kau jahat!

Aku tak tenang!

Aku tersiksa!

Tolong lepaskan aku!

Tiba-tiba rumah menjadi terang. Lampu-lampu sudah menyala. Hantu itu menghilang bersamaan dengan perginya kegelapan.

Tima merasa lega. Hantu itu juga tidak sempat mengubrak-abrik kamarnya. Dia benar-benar meminta tolong. Dia tak terlihat marah. Malahan terlihat berterima kasih. Hantu yang memiliki nafsu dan aura negatif biasanya akan membuat beberapa kekacauan. Namun tidak dengan yang satu ini. Tampak bukan hantu jahat dan bukanlah hantu yang memiliki dendam kesumbat terhadap Tima. Ia benar-benar tulus memintanya untuk dibantu.

Mata Tima membesar, melihat kertas putih aneh di hadapannya. Pelan-pelan tangannya menjulur, mengambil kertas itu. Mungkin ini cara hantu itu memberikan petunjuk!

Kertas bergaris itu ditulis dengan dengan tinta merah. Tima menduga itu adalah darah. Benar saja, sesaat setelah Tima mengambilnya, aroma amis sudah tercium, apek di mana-mana.

Di dalam kertas itu hanya tertulis kata-kata pendek. Hanya terpampang sebuah alamat di mana Tima harus pergi ke tempat itu untuk mencari tahu kebenaran yang selama ini disembunyikan.

Tima hanya ingin ini cepat berakhir. Ia harus mengajak Noor bersamanya besok!

~*~

Vote ya!
Share ke teman kamu yang suka horor!

Sidoarjo, 4 Juni 2023
Authormu 💛

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang