eps 22

79 11 4
                                        

Jam menunjukkan pukul 10 pagi Kania segera melaksanakan sholat dhuha, selesai dengan ibadahnya Kania memohon doa atas keselamatan Dinda di perjalanan dan atas kesembuhan sang Ayah, selesai ia membereskan, sebuah pintu terbuka menampilkan sang Ibu.

"Ibu!!" Kania berlari dan memeluk sang Ibu yang sudah hampir beberapa bulan tidak ia temui, sadar dengan kebahagiaannya ia pun melepas pelukannya mengecup kepala sang Ibu."Kania kangen Bu." Dinda pun tak bisa menahan tetesan air matanya. "Ibu juga sayang." Lalu matanya melirik seorang pria yang tentu ia kenal.

Pria yang dulu menikahinya secara paksaan berakhir saling menerima, pria yang posesif terhadapnya juga pria yang selalu memberi kebahagiaan di tengah dirinya sedih, Dinda perlahan mendekat.

"Apa kabar suamiku." Suara itu...Bondan perlahan membuka matanya dan ia melihat sosok yang selama ini ia tunggu kedatangannya kebahagiaan datang padanya.

"Kabarku baik, aku mendengar dari keponakan tampan mu jika kamu memerlukan ku." Ucap Dinda.

Kania menatap Abdillah bahagia, inilah yang selalu ia doakan dan perantara Abdillah semua bisa berjalan dengan baik, Kania menyodorkan sesuatu pada Abdillah. "Ini adalah tasbih milikku dari sejak kecil, Kakek memberikannya padaku jagalah tasbih ini kak karena berkat kakak juga Ibu bisa bertemu Ayah." Abdillah senang bukan main dan menerimanya dengan bahagia.

Dinda terlihat sedikit sedih melihat keadaan sang suami yang dulunya begitu ditakuti sekarang terbaring tak bisa apapun, Kania yang melihat jari sang Ayah bergerak segera memberi pena.

'Aku melepas mu'

Dinda yang melihat tulisan itu tersenyum miris pada suaminya,apakah setelah sejauh ini dia datang hanya untuk berpisah. "Kamu jahat sekali, aku datang untukmu bukan berpisah denganmu sayang." Ucap Dinda membuat Bondan meneteskan air mata.

'Aku tidak pantas'

Dinda tersenyum dan menggeleng. "Apapun kondisi mu aku akan tetap mencintaimu suamiku, kamu memang bukan imam ku tapi kamu ibadahku berilah putri kita kebahagiaan dengan keluarga yang utuh." Bondan terisak dalam diam,Dinda memeluk Bondan dengan lembut.

"Aku mencintaimu karena Alloh." Ucap Dinda.

....

8 bulan kemudian...

Kania sudah menjalankan tugas kuliahnya seperti biasa setelah Dinda kembali mendiami rumah Ayahnya merawat Ayahnya dengan kisah mereka sendiri.

"Kania ayo ke bar!" Teriak Azkia.

Kania menggeleng kepala mana bisa Azkia menamai tempat pengajian mereka bar, bar singkatan dari Belajar Adalah Rahmat Kania sempat geleng kepala ada saja ide Azkia yang kekinian, alasannya agar tidak cepat bosan saat Kania bertanya.

Terlihat disana beberapa orang kampus yang memang sudah masuk Islam, Kania tersenyum ternyata ada saja yang memang berniat hijrah dan Kania selalu mendukung itu, disini mereka belajar bersama memperdalam agama Islam dengan Kania sebagai pemateri dan yang lain mendengarkan sesekali bertanya, untung ilmunya cukup untuk mereka yang belum memperdalami agama Islam.

Abdillah menyebalkan
Assalamualaikum Kania, Ibu mu berkata malam nanti beliau akan menghubungimu jadi sebaiknya jangan lupa isi baterai dulu karena biasanya kamu lupa

Kania jutek
Ah Syukron kak baiklah nanti Kania ingat

Abdillah menatap balasan pesannya begitu senang, ia menatap tasbih itu dan mendekap di dadanya. "Entah apa namanya tapi aku merindukanmu Kania." Ucap Abdillah.

"Ekhem putra Mama sedang dimabuk asmara ya??" Goda Raina.

"A...emm..." Raina terkekeh.

"Mau dengar cerita?" Abdillah mengangguk.

"Mama saat itu hanya berdua dengan Kania disini, saat kalian masih menjaga Bondan, Kami bertukar cerita lalu saat dimana Mama berkata jika usia Mama tidak lama lagi Mama ingin dia menjaga kedua putra Mama agar tidak bertengkar." Abdillah menengok ke arah Raina.

"Mama ngomong apa sih, kita disini akan selalu bahagia, Kania pasti tidak nyaman dengan arah pembicaraan Mama." Raina menggeleng.

"Mama gak bisa tenang sayang, kalo Mama gak bilang apa-apa sama kalian, jaga adik kamu ini dengan baik kalo Mama gak ada di waktu itu, Kania sudah setuju untuk merawatnya." Ucap Raina sedikit sendu walau bibirnya selalu menampilkan senyum manisnya.

Abdillah memeluk wanita yang tengah hamil tua itu. "Abdillah mencintai Mama karena Alloh." Raina pun menangis ia senang kini putranya banyak berubah.

"Mama juga sayang sama Abdillah dan Arkhan karena Alloh sayang keluarga ini." Abdillah mengangguk, tak lama suara dari jauh terdengar.

"Sayang dasi ku dimana, cepatlah Abdillah yang pemalas itu malah mengganggu keromantisan ku." Teriak Yance.

"Liatlah Ma, Papa itu sangat kelewatan cemburunya." Raina terkekeh keluarganya selalu saja di bumbui pertengkaran karena ulah para pria.

"Yaudah Mama kesana dulu, jangan lupa Salamin buat calon mantu." Abdillah menggeleng kepala tidak percaya dengan tingkah bumil itu.

Yance menatap Raina yang keluar dari kamar putranya. "Sedang apa kamu bersama Abdillah?" Raina pun memasangkan dasi di pakaian sang suami.

"Sedang merencanakan pernikahan." Ucap Raina.

Yance membulatkan mata. "Kamu mau bersuami dua??" Dengan suara berat, Raina sangat terhibur jika suaminya sudah marah karena cemburu buta itu.

"Satu saja susah di atur apa lagi dua, maksudku aku ingin Abdillah memiliki istri yang sepertiku, dan..." Yance menatap penuh penasaran.

"Dan??" Tanya Yance.

"Dan gadis itu adalah Kania." Yance tersenyum, mengecup kepala sang istri. "Gak akan ada yang seperti Raina ku, kamu terlalu sempurna untukku maaf selama ini selalu membebani mu dengan ulahku." Ucap Yance.

"Kamu memang usil sih." Yance menatap istrinya kesal dan mencubit gemas. "Harusnya kamu jawab." Tidak apa suami ku karena kamu tampan aku tidak keberatan." Ucap Yance gemas.

"Ihh mana ada, jujur lebih bagus dari pada bohong dan menyakitkan orang lain." Yance tersenyum ia pun memeluk erat sang istri.

Muachh

Muachh

"Jadi pingin di sini sama calon anak, hai sayang Papa minta jangan sulitkan Mama ya nak, kamu kan anak kuat seperti Papa dan Mama." Raina menatap bahagia dengan itu, suaminya tidak sekalipun membuatnya kerepotan, bahkan ia yang selalu membuat suaminya kesal.

....

"Abdillah besok Kania pulang kan untuk liburan?" Tanya Dinda.

"Iya Bu, Azkia dan Arkhan sudah mengabari mereka akan berlibur disini bersama keluarga." Ucap Abdillah.

Dinda menatap suaminya bergetar segera membawakan kertas disana sang suami menuliskan sesuatu membuat Abdillah dan dirinya penasaran.

'Berjaga'

"Berjaga?? memang ada apa." Tanya Dinda.

"Paman jika benar tolong kedip kan mata, apa maksud Paman musuh kita yang melukai paman?" Segera Bondan membalas dengan kedipan mata.

"Astagfirullah....Bu sebaiknya kalian istirahat saja sudah sore." Dinda mengangguk, walau penasaran tapi ia yakin maksud suaminya bukanlah sesuatu yang sepele karena sepertinya Abdillah panik setelah mendapat respon sang suami.

"Yaalloh jagalah keluarga hamba dari segala marabahaya, tak terkecuali orang-orang yang dekat dengan kami." Ucap Dinda.

TBC.


BIND YOU 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang