06. Semakin Terluka !

999 55 5
                                    

Hallo gaesss jangan lupaaa ya
Dengerin lagu sad.
Siapin tissue.
Part ini lebih sad dari sebelumnya.

•••

“Duduk, diam, dan meratapi senja. Menghitung sudah berapa banyak luka di hati ini. Sandyakala mengatakan semua akan berakhir bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Namun, Arunika menjawab bahwa luka akan kembali seiring dengan terbitnya matahari dari timur semesta.”

- Alena Zealinne Artharendra

☆•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••☆


HAPPY READING😍

Alena membuka pintu rumahnya perlahan. Gadis itu takut membangunkan semua orang karena hari sudah larut. Setelah menerima gaji hariannya, Alena langsung memutuskan untuk pulang dan melanjutkan belajarnya. Walaupun gaji tak seberapa, namun, Alena tetap merasa senang karena uang itu adalah hasil jeri payahnya sendiri. Setidaknya, usahanya untuk menjadi mandiri perlahan mulai berhasil.

Gadis manis itu membulatkan matanya sempurna saat melihat seluruh anggota keluarganya berdiri angkuh sambil menatapnya benci. Alena bahkan sedikit mengernyit saat melihat Alona sudah menangis dipelukan Miranda.

Plakk.!

Alvin langsung menampar Alena sekuat tenaga hingga sudut bibir putrinya itu mengeluarkan darah. Tak sampai disitu, Alvin juga mencengkram dagu Alena kuat hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

“Kenapa kamu permaluin Alona, hah?!” Lelaki paruh baya itu semakin menguatkan cengkramannya.

“Alena gak bermaksud, Pa. Alena sama sekali gak—”

Plakk.!

Satu lagi tamparan mendarat mulus dipipi kanan Alena. Kini, kedua pipinya terasa benar - benar nyeri dan memerah akibat tamparan yang diberikan ayahnya.

“Gak usah bohong kamu !” sarkasnya.

Miranda mendudukan Alona di sofa dengan lembut. Wanita paruh baya itu tersenyum kecil pada Alona dan langsung berjalan menghampiri Alena.

Wanita itu mencengkram pergelangan tangan Alena kuat. “Berani ya kamu permaluin anak saya! Hari ini kamu udah keterlaluan! Apa gak capek kamu tiap hari sakitin Alona, hah?! Ck! Saya malu punya anak seperti kamu!”

Alena menutup matanya. Membiarkan air matanya kembali luruh. Gadis itu sudah terlalu lelah untuk melawan, hatinya sudah terlanjur terluka, dan lukanya kembali basah akibat ucapan kedua orang tuanya barusan.

Luka fisik masih bisa diobati. Tetapi, Luka hati akan sulit terobati. Walaupun sudah diobati, bekasnya masih tetap ada. Lambung sering kelaparan, hati sering terluka, fisik selalu kelelahan, mata sudah hampir rusak karena terlalu sering menangis, rambut mulai menipis akibat terlalu stres, dan bibir sudah lelah selalu mengucapkan kata Maaf.

“Saya gak butuh tangisan kamu! Saya gak mau tau! Mulai sekarang, kamu harus berhenti bekerja dan duduk sepanjang hari dirumah. Dan ya, saya juga gak akan kasih kamu uang karena udah permaluin Alona!” tegas Alvin.

“Tapi—”

“Kalau kamu melawan, saya akan langsung usir kamu dari rumah ini! Kamu memang anak kandung saya, tapi sifat kamu tidak mencerminkan sifat keluarga Artharendra!” sarkas Alvin.

Alena kembali menunduk. Gadis itu memegang perutnya yang kembali terasa perih. Lambungnya sama sekali belum terisi sedikitpun.

“Kenapa? Laper? Hari ini kamu gak bakal dapet jatah makan! Kamu berani permaluin anak saya dan kamu harus berani terima hukuman dari saya!” Alvin kembali berucap.

Alena Zealinne Artharendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang