10. Masakan Untuk Anak Panti

800 49 1
                                    


Hallo kembali lagi dengan saya..
Gimana puasanyaa ?? Lancar apa udah ada yang bolong ??
pada kangen gak sih.. maaf ya baru up hehe pasti kalian lupa ya.. alurnya ? Baca dari awal lagi ya biar nyambung hehe...

Selamat membacaaaaa😍

-
-
-

“Menangis karena bahagia itu sudah biasa. Namun, tetap tersenyum ditengah duka itu baru luar biasa!”

- Alena Zealinne Artharendra

•••♡☆♡•••

Happy Reading😍

Alzean memandang sekeliling panti asuhan yang di maksud Alena. Lelaki itu sedikit meringis saat melihat keadaannya yang sangat memprihantikan. Tembok yang mulai keropos dan bocor dimana-mana. Hampir terlihat tak layak untuk ditinggali.

“Pelan-pelan!” peringat Devano saat melihat Alena mulai menuruni motor Alzean.

Alena hanya tersenyum canggung. Gadis itu kembali menuruni motor milik Alzean dan membuka helmnya perlahan. Tak sampai di situ, Alena juga mengambil tas belanjaannya dan menatap ketiga lelaki itu bergantian.

“Makasih,” tuturnya diselingi senyuman.

Alzean melirik sekelilingnya. Bibirnya membentuk senyuman saat melihat beberapa anak panti bermain sambil tertawa bahagia tanpa tahu betapa menyedihkannya hidup mereka. Hari ini Alzean benar-benar merasa bersyukur atas kehidupannya. Keluhannya seakan tak ada apa-apanya dibandingkan keluhan yang keluar dari mulut anak-anak panti yang kini ada didepan matanya.

Alena berbalik dan mulai berjalan menuju rumah panti. Gadis itu terlihat sedikit kesusahan saat membawa begitu banyak barang belanjaan dengan tubuhnya yang sudah  lelah karena bekerja terlalu keras seharian.

“Kita bakal bantuin Lo disini,” papar Alzean.

Alena menghentikan langkahnya dan kembali berbalik. “Beneran?” tanyanya yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Lelaki itu.

“Gue gak mau!” Revan menolak sambil membuang wajahnya.

“Beneran gak mau nomor Cecan? Yaudah!” ancam Alzean.

Revan membelalakkan matanya. “Siapa bilang gue gak mau? Gue mau kok! Salah denger kali Lo!” tangkasnya sambil tertawa hambar.

“Yaudah. Kalian bawa masing-masing satu tas belanjaannya,” titah Alzean. Devano dan Revan hanya mengangguk sebagai jawaban.

Devano mendongak saat hendak mengambil tas belanjaan Alena. Mata indahnya menatap lekat wajah manis gadis itu. 

‘Gue bener-bener masih harepin lo, Lena,’ batinnya.

Tak mau semakin larut dalam pikirannya. Devano segera menyambar tas belanjaan di tangan Alena dan membawanya masuk kerumah Panti. Terlihat jelas dari wajahnya bahwa lelaki itu sedang menahan kesal.

Alzean juga mengambil tas belanjaan di tangan Alena yang kini masih menatap kepergian Devano. Lelaki itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Alzean tak sebodoh itu sampai tak menyadari bahwa Alena kini tengah mengkhawatirkan Devano.

“Gak usah terlalu di pikirin. Devano bukan tipe cowok yang kekanakan sampai gak tau mana yang baik dan mana yang buruk. Gue yakin, gak lama lagi Devano bakal perlakuin Lo kek dulu,” jelas Alzean.

“Tapi gue gak yakin. Gue udah terlalu nyakitin hatinya. Gue tau gimana rasanya di tolak ....” Alena mendongak menatap Alzean yang lebih tinggi darinya. “Karena gue pernah rasain. Bahkan pas gue masih lemah dan belum bisa berpikir dewasa,” sambungnya.

Alena Zealinne Artharendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang