33. With Baby Zia

569 33 0
                                    

Selamat Membaca ❤️
(づ。◕‿‿◕。)づ

“Tidak selamanya kekuranganmu akan menjatuhkanmu. Jangan mengeluh atas setiap kekuranganmu Dan jangan pula merasa lemah karena kekuranganmu. Ingat! Tidak ada manusia yang sempurna didunia ini. Semua mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mungkin kamu tidak bisa menerima kekuranganmu. Tetapi cobalah menengok kebelakang. Maka kamu akan melihat banyak manusia tak sempurna yang masih bersyukur atas apa yang ia miliki.”

- Alena Zealinne Artharendra

•••

Alena mendengus melihat Baby Zia yang terlalu asik memakan permen kapasnya tanpa mau menerima suapannya. Dengan susah payah dirinya membuatkan makanan untuk Baby Zia. Namun di tolak mentah-mentah oleh Bayi itu.

Alena mencoba tersenyum. “Zia makan, ya?” pintanya pada bayi yang kini berada dipangkuan Alzean.

Namun, lagi dan lagi Alena harus dibuat lesu oleh jawaban Baby Zia. Tetap saja bayi itu menggeleng. Seakan bujukan Alena sedari tadi tak berpengaruh untuknya.

Alzean memutar kedua bola matanya malas. “Udah gue bilang! Gak usah beli permen kapas tetep aja maksa beli! Jadi gak mau makan kan anaknya!”

“Ya apa salahnya juga nurutin kemauan Zia. Lagian wajar aja Anak seumuran dia minta yang manis-manis!”

“Tapi gara-gara permen kapas ini dia jadi gak mau makan! Kalau seandainya tadi Lo gak maksa beliin dia. Pasti sekarang Zia masih mau makan!”

“Bukannya mau makan. Zia malah bakal nangis terus! Mau Lo Zia jadi pilek cuma gara-gara nangisin permen kapas?”

“Seenggaknya Lo gak harus beli empat permen kapas sekaligus. Itu kebanyakan buat bayi seumuran dia!”

Alena menghembuskan nafasnya kasar. “Oke ... Lo menang!”

“Harusnya daritadi Lo deng—”

Alena langsung menyuapkan bubur bayi ke mulut Alzean sebelum lelaki itu meneruskan ucapannya. “Gak usah marah-marah mulu.”

Alzean diam sebentar sebelum akhirnya memuntahkan bubur bayi yang berada di mulutnya. Wajahnya langsung memerah karena rasa bubur bayi tersebut yang tidak cocok di lidahnya.

Baby Zia tertawa sambil bertepuk tangan saat melihat wajah lelaki yang kini tengah memangkunya. Matanya menyipit dengan gigi-gigi mungil yang terlihat jelas karena tawanya yang menggemaskan.

Alena tersenyum lalu menyuapkan bubur tadi kemulut Baby Zia. Kali ini gadis kecil itu menerimanya tanpa penolakan sedikitpun. Baby Zia sudah bosan Dengan permen kapasnya dan memilih untuk menerima suapan Alena.

“Pinter. Makan yang banyak supaya Cepet gede, ya. Supaya pipinya makin embul juga!” Alena mencubit pipi Baby Zia gemas hingga membuat gadis kecil itu tertawa.

Alzean menatap Alena lama sebelum akhirnya suara handphone mengalihkan fokusnya. Lelaki itu lantas mengambil handphonenya dari atas meja lalu memencet Icon hijau yang berada di sebelah kanan layar handphonenya.

Alzean meletakan handphonenya disamping telinga guna mendengar suara Revan. Lelaki itu sedikit mengerutkan keningnya saat merasa Revan belum juga mengucapkan sepatah katapun. Biasanya sahabatnya itu sudah mengoceh duluan sebelum panggilannya mencapai dua detik.

“Revan!” panggil Alzean. Lelaki itu hampir panik karena sampai saat ini Revan belum juga mengatakan apapun.

“T--tolongin gue! Kelvan Dateng dan tiba-tiba langsung hajar gue sama Biru, Al! Disini posisinya gue lagi sendirian karena Biru udah sekarat dibuat sama mereka!” Suara Revan terdengar bergetar hingga membuat Alzean semakin khawatir.

Alena Zealinne Artharendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang