22. Sang Malaikat, Alena !

815 42 0
                                    

"Tetaplah menjadi baik walaupun kamu Tidak diperlakukan dengan baik."

- Alena Zealinne Artharendra

•••°°°♡☆♡☆°°°•••
Happy reading😍


Alena langsung berlari ke kamar tempat Devano dan Alzean kini tidur sambil menenteng satu kresek bubur yang tadi di belinya. Hatinya seakan tersayat saat melihat keadaan Devano dan Alzean yang begitu pucat.

Alzean sedikit menggeliat saat mendengar langkah kaki Alena. Perlahan matanya mulai terbuka. Bibirnya terukir membentuk senyuman manis sambil menatap Alena. Melihat itu, Alena lantas ikut tersenyum sambil meletakkan kresek tadi diatas meja.

Sebenarnya ada dua kamar di Markas Avaluenz. Namun, karena memang dasarnya Revan pemalas. Jadilah lelaki itu menempatkan kedua sahabatnya dalam satu kamar yang sama.

Orangtua Alzean sedang keluar kota hingga membuatnya harus dirawat di markas. Sedangkan Devano. Lelaki itu pikir Ayahnya tak akan peduli hingga menyuruh Revan untuk membawanya ke Markas.

Alena menempelkan punggung tangannya pada kening Alzean. "Udah dari kapan panasnya?"

Alzean menggeleng pelan pertanda tak tau. Matanya masih terus menatap setiap lekuk wajah Alena.

Alena mengangguk. Kini fokusnya beralih pada Devano yang masih tertidur. Wajah teduh itu berhasil membuat Alena terenyuh. Alena pikir Devano seperti ini karena kehujanan kemarin Malam. Dan ini semua karena dirinya!

Gadis itu meletakan tangannya di kening Devano. Alena sedikit meringis saat menyadari panas di dahi Devano lebih parah daripada Alzean.

"Maafin gue ...," lirihnya.

"Kenapa minta maaf? Lo gak salah apa-apa!" Mata Devano langsung terbuka dengan bibir tersenyum lucu.

"Gara-gara gue Lo jadi sakit—"

Devano meletakan jari telunjuknya dibibir Alena. "Gue sakit bukan gara-gara Lo. Tapi ini udah takdir. Mulai sekarang jangan nyalahin diri Lo sendiri, ya?"

"Tapi—"

"Gak usah ngelawan! Mulai sekarang belajar hargai diri Lo sendiri. Bela kalau bener dan perbaiki kalo salah!" Bukan Devano, namun Alzean yang memotong ucapan Alena.

Alena menghembuskan nafasnya kasar. Kakinya mulai melangkah menuju dapur untuk mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres dua lelaki kesayangannya.

Hembusan nafas terdengar. Hari ini Alena benar-benar disibukan oleh semua orang. Alena juga lelah dan butuh istirahat. Namun, Alzean dan Devano jauh lebih penting dari itu semua. Alena tak boleh egois!

Alena sudah lumayan tau tentang ruangan-ruangan pada Markas milik keluarga Alzean ini. Walaupun baru satu kali berkunjung. Namun, Alena bisa dengan mudah mengenali setiap ruangan pada Markas Avaluenz.

"Capek banget, ya?" tanya Revan pada Alena yang kini tengah menuangkan air panas pada mangkuk berukuran lumayan besar. Raut wajah lelaki itu tampak khawatir.

Alena tersenyum lalu menggeleng pelan. "Enggak. Kenapa mikir gitu?"

"Lo keliatan pucet banget."

"Makasih ...."

Revan mengerutkan keningnya. "Buat?"

"Karena Lo udah peduli sama gue. Jarang-jarang ada yang nyadar kalo gue lagi capek atau pucet gini."

Lagi dan lagi hati Revan terasa di cabik-cabik oleh kalimat yang dilontarkan Alena. Matanya menatap Alena sendu, tangannya mengepal kuat guna menyalurkan rasa sakit pada hatinya.

Alena Zealinne Artharendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang