Sudah satu hari Yasmin belum sadarkan diri. Itu membuat El murung dan tidak banyak bicara. Setelah kejadian kemarin sebenarnya dia tidak terlalu marah hanya saja trauma itu datang kembali bahkan ia tak menemani Yasmin saat operasi berlangsung.
Ceklek
Perlahan El mulai memasuki ruangan bernuansa putih tersebut. Kemudian ia duduk disebelah brankar Yasmin.
"Ibu, kapan bangun," lirih El sambil memegang sebelah tangan Yasmin.
"Bu, El kangen sama ibu. El butuh pelukanmu saat ini," sambil menahan air matanya agar tidak menetes.
"Ibu dengar El gak sih? El kangen, ibu gak bosen tidur terus? Aku takut bu, ibu tidurnya lama banget kek dulu. El kangen cerewetnya ibu yang selalu menanyakan pasangan, kangen ibu tegur aku karena telat makan, kangen ibu disaat aku rapuh ibu selalu peluk El, aku kangen semua itu. Tapi sekarang bagaimana? Hari ini aku kembali rapuh banyak orang yang membicarakan El tidak - tidak, ibu cepetan sadar ya, El gak mau ibu kek gini, El sayang ibu, hiks .... hiks!" ujar El sedikit meremas kuat tangan Yasmin. Air matanya pun jatuh tanpa komando. Ia pun kemudian menangis sesenggukan sambil menunduk.
Bagaimana pun sikap Yasmin dulu pada dirinya, tapi Yasmin tetaplah ibunya.
Tes
Jari telunjuk Yasmin sedikit bergerak, perlahan membuka matanya. Dan yang pertama kali ia lihat adalah El, gadis itu menangis sesenggukan di samping brankar membuat hati Yasmin teriris.
"Ibu," kaget El saat menonggak.
Yasmin tersenyum, "Iya, nak. Kamu kenapa menangis?"
"Aku gak nangis kok!" ucap El sambil menghapus sisa air matanya.
Yasmin terkekeh geli melihat kelakuan anaknya.
"Ada yang sakit gak, bu? Biar El panggilkan dokter," tawar El.
"Tidak usah, ibu baik-baik saja," ucap Yasmin sambil menggeleng lemah.
"Suara ibu kok lemah banget, ibu pasti belum makan'kan? Biar El tanya dulu ke dokter ya,"
"Gak usah, El. Mungkin ini efek operasi," tolak Yasmin.
"Jangan gitu lah, masa iya habis operasi kagak makan, nanti gak ada tenaga. Tunggu sebentar ya, nanti El balik lagi kok." ujarnya sambil keluar tanpa menghiraukan ucapan sang ibu.
Pov Yasmin
Perlahan saya membuka'kan mata dengan penglihatan sedikit buram, namun perlahan semakin jelas. Ternyata saya masih berada diruangan serba putih dan bau obat-obatan. Saat pertama kali membuka mata, ada seseorang yang menunduk sambil menangis ternyata dia El, anakku.
Alat medis masih menempel di tubuh saya, apakah saya sudah melakukan operasi? Tapi apakah El mempunyai biayanya. Bagaimana keadaannya saat ini? Dia pasti khawatir jika saya seperti ini, saya kecewa pada diri sendiri tidak bisa menjadi ibu yang sempurna seperti yang lain dan tidak membahagiakan anaknya bahkan saya menyusahkan dia.
Divonis kanker, pastinya akan jadi pukulan berat bagi siapapun, termasuk saya. Tapi berjuang untuk melanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya adalah pilihan terbaik, karena masih ada seseorang yang berharga di hidup ini. Dia anak saya Solehatul Hasanah, saya ingin melihat dia bahagia sebelum saya pergi, dia terlalu banyak menerima luka dari orang.
Sempat terlempar jauh pada jurang keputusasaan, bayangan hari-hari berat yang harus dilalui tampak dipelupuk mata. Operasi adalah salah satu cara mencegah penyebaran kanker ke organ tubuh yang lain, jadi gak ada yang perlu ditakutkan, gak ada yang perlu di khawatirkan. Tapi, bayangan keluarga selalu ada dibenak saya, ditambah saya selalu bermimpi bertemu dengan Almarhum suami saya, dia seolah-olah tidak ingin saya menyerah, dia selalu memberikan semangat pada saya.
Saya hanya memiliki satu anak sekaligus harapan saya yang kini harus menjadi tulang punggung keluarga sekaligus El. Setelah kecelakaan yang menimpa keluarga kami, semuanya berubah total. Saya sempat membenci El bahkan menyiksanya namun saya sadar bahwa kecelakaan itu murni bukan ulah dia.
"Semoga kamu menemukan seseorang yang mampu menerima kamu, El."
***
Ada rasa bahagia dihatinya, saat operasi berjalan dengan lancar. Ditambah biaya rumah sakit sudah terbayar, membuat hatinya lega. Kini ia menemui dokter untuk menanyakan keadaan ibunya.
"Bagaimana keadaan ibu saya, dok?" tanya El setelah duduk.
Dokter itu terkekeh. "Saya belum memeriksa keadaan ibu kamu, jadi saya belum mematikannya. Namun, hasil dari operasi ibu Yasmin sudah membaik, dan perawatan kali ini berbeda dengan waktu kemarin."
"Jadi harus diperiksa dulu ya?" Dokter itu mengangguk. "Perawat berbeda? Maksudnya ini lebih mewah dan lebih mahal?"
"Bukan, dokter yang menangani operasi ibu Yasmin bukan saya, namun dokter dari Singapura yang sudah terkenal bahkan sudah menangani penyakit seperti ini. Bahkan fasilitasnya lebih baik daripada waktu operasi pertama." Jelasnya.
"Jadi, harus nambah pembayaran?"
Load sekali, El ini.
Dokter itu tersenyum. "Tidak usah dipikirkan, saya akan mengechek keadaan ibu kamu," ucapnya sambil berdiri keluar ruangan yang di ikuti El.
Kemudian Dokter itu memeriksa keadaan Yasmin.
"Ada yang sakit atau keluhannya?" tanya Dokter.
"Tidak ada, Dok. Hanya saja saya sedikit sakit dibagian dada," jawab Yasmin.
"Ibu tidak perlu khawatir, ibu tinggal istirahat jika sudah dua jam nanti minum obatnya ya," ucapnya di angguki oleh Yasmin.
"Jadi gimana keadaan ibu?" tanya El tidak sabar.
"Alhamdulillah, keadaannya mulai membaik. Ibu kamu sementara tidak makan terlebih dahulu hanya saja harus meminum obat, nanti akan di antara oleh perawat." ujar Dokter tersebut lalu berpamitan meninggalkan ruangan.
"Ibu keknya harus puasa dulu sementara ini," ucap El sambil terkekeh.
"Ibu kan sudah bilang, tidak usah kamu sih ngeyel," balas Yasmin.
"Aku tuh khawatir ibu," cemberut El.
"Uluh-uluh ada yang khawatir sama ibu," ucap Yasmin sambil tertawa membuat El semakin kesal.
"Kamu sudah makan?" Lanjutnya bertanya, El menggeleng tadi dirinya tidak sempat untuk sarapan.
"Sana makan dulu gih! Nanti kamu sakit kayak ibu,"
"Terus ibu gimana? Gak ada yang nungguin,"
"Ibu kan udah biasa sendiri kalau kamu lagi kerja, jadi udah biasa. Nanti kalau kamu sakit siapa yang bakal jagain ibu?"
"Hmmm, ya sudah aku ke kantin dulu ya." Akhirnya El menyetujui ucapan Yasmin.
Lagian tidak ada salahnya makan sebentar, dan ada suster nanti yang akan menjaga Yasmin. El pun keluar dan bergegas ke kantin untuk mengisi perutnya.
***
Maaf ya up nya telat, lagi sok sibuk hiks😢
Bagaimana sama cerita ini? Kasih saran dong💗Jangan lupa kasih jejak dan komen 'Next' biar semangat wheheh☺

KAMU SEDANG MEMBACA
My Duda [HIATUS]
Romance[BELUM DI REVISI] Akun ke 2, bantu support😭🌻 Kisah seorang sekretaris yang harus menikah dengan bosnya yang bergelar menjadi duda beranak tiga. "Menikahlah dengan saya!" ujar Aldi penuh perintah. "Tidak mau, enak saja." balas El. "Saya akan melam...