Bab 18

2.3K 122 1
                                        

Setelah urusannya selesai, Aldi langsung membeli makanan dan kembali ke taman menemui El dan anak-anaknya.

"Ini makanan, silahkan dimakan tuan putri," ucap Aldi yang baru sampai.

Jesyka dan Syifa langsung mengambil makanan yang ada ditangan Aldi, dan langsung membukanya.

"Jangan lupa berdoa dulu," tegur El.

Sedangkan Caca kini sudah terlelap tidur digendongan nya.

"Ini," ucap El akan menyerahkan Caca karena dirinya cukup pegal.

Aldi yang mengerti pun bersiap, namun saat melepaskan gendongan Caca, balita itu malah menggeliat  tak nyaman seolah-olah enggan terlepas dari gendongan El.

Aldi menggaruk kepalanya yang tak gatal, tak heran sih Caca selalu nyaman digendongan El karena dia selalu memberikan rasa nyaman dan kehangatan membuat Caca dan kedua kakaknya menerima El begitu saja.

"Gimana ini? Saya sudah pegal, nih kaki saya sudah kesemutan," ucap El kesal sedaritadi Aldi malah menatapnya tidak melakukan pergerakan.

"Sepertinya dia sudah nyaman, biar saya pijat kaki kamu," putus Aldi entah harus melakukan apalagi.

"Jangan! Gak sopan dong namanya," cegah El.

"Yaudah kalau gitu nasib kamu," ucap Aldi membuat El berdecak.

El tetap saja menggendong Caca meski pegal tapi seolah-olah rasa pegal itu tidak ada, sekarang berat badan anak itu semakin berat daripada awal bertemu.

Aldi terus menatap El tanpa berkedip. Wanita yang ada dihadapannya ini sangat cerewet, bawel, tegas dan murah senyum. Meski terpaksa
Membuat Aldi semakin penasaran dengan diri wanita itu, sangat disayangkan kemarin dirinya sudah membuat dia kecewa.

Detak jantungnya tak pernah bisa di bilang baik-baik saja ketika berada disamping El bahkan dirinya pun ikut nyaman bersamanya. Apa ini sudah termasuk jatuh cinta? Apakah dirinya salah jika jatuh cinta dengan seorang sekretaris yang memiliki seribu ke misteriusan?

"Pak Al kenapa ngeliatin saya terus?" tanya El risau dengan mode kalemnya.

Bukannya menjawab, yang ditanya malah senyum-senyum tidak jelas. Bos menyebalkan bukan?

"Kamu cantik,"

"Hah?" Kaget El entah pura-pura atau sengaja.

Aldi mengangguk. Ia mengakui kalau El sangat cantik jika dilihat dari dekat.

"Suka make up atau perawatan?" tanya Aldi dengan kepo yang meronta-ronta.

"Nggak," jawab El jujur.

Sejujurnya dirinya ingin berdandan seperti yang lain, tapi ia merasa tidak nyaman dengan make up diwajahnya.

"Tapi kamu cantik meski gak dandan,"

"Semua wanita kan cantik, emang ada yang ganteng?"

"Ada sih yang enggak, zaman sekarangkan harus goodlooking. Beberapa dari wanita ada yang inscure,"

"Iya sih, zaman sekarang harus goodlooking baru dihargai. Tapi saya belum kepikiran buat memusingkan hal itu, lagian sayang uangnya kalau dipakai cuman buat mempercantik diri. Apalagi ibu lagi sakit dan membutuhkan biaya yang banyak, ada yang nolongin aja udah bersyukur banget. Sebenarnya saya pun inscure apalgi melihat derajat," jelas El menunduk.

Aldi tersenyum mendengar jawabannya ternyata dia sangat sederhana lebih mementingkan kepentingan yang lain daripada kepentingan pribadi, padahal wanita zaman sekarang lebih mempercantik diri.

"Jangan pernah inscure, pada dasarnya wanita itu cantik dengan kelebihan masing-masing. Jangan pernah iri melihat kelebihan orang lain, jadilah diri kamu sendiri, lagian cantik bukan soal fisik saja tapi ketulusan dalam melakukan sesuatu. Jika kamu merasa belum puas dengan parasmu  maka perbaikilah akhlakmu," ucap Aldi tak sadar mengelus kepala El dengan lembut.

My Duda [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang