Apa Bagusnya? - II

7K 27 0
                                    

Riri masuk ke kamar Zia yang sedang bertengkar di telepon dengan Nisa. Riri merasa canggung, dan memberi isyarat bahwa ia akan keluar dulu sambil menunggu Zia menelepon. Zia menggelengkan kepalanya, dan menyuruhnya untuk menunggu di dalam.

"Apaan sih Nis? Orang aku sama yang lain kok, bukan cuma berdua," kata Zia ditelepon.

Riri menundukkan muka dengan rasa canggung mendengar Zia yang berbohong.

"Halo? Halo? Nis?"

Nisa menutup telepon dan mematikannya. Zia berusaha menelepon balik, tapi tidak bisa.

"Bu Nisa ya Kak?"

"Iya. Kamu aneh deh, panggil saya Kak, tapi panggil pacar saya Bu. Padahal kan tuaan saya Ri," kata Zia sambil tertawa kecil.

Riri memang sengaja begitu. Ia tidak memanggil Kakak hanya karena 'kebiasaan', memang ia ingin lebih dekat dengan Zia. Riri hanya memanggil Zia dengan sebutan 'Pak' di depan umum.

"Emangnya ... gak boleh ya Pak?" Tiba-tiba Riri memanggil dengan sebutan Pak.

"Bukan gitu, emang saya gak boleh nanya?" tanya balik Zia.

Riri hanya diam dan memalingkan matanya ke arah lain.

"Udah deh, gak usah dijawab. Yang penting kita berhasil Ri. Kita akan segera jadi perusahaan multinasional yang bonafid!" kata Zia dengan semangat.

Riri tersenyum. Ia ikut bahagia melihat pria yang dikaguminya bersemangat.

"Kakak udah minum obat?"

"Oh iya, harus dihabiskan ya?"

"Iya. Sini biar aku siapin obatnya," -Riri menyiapkan obat antibiotik yang harus dihabiskan Zia dari saku Jas Zia, kemudian mengambil air putih- "kakak tuh jangan suka ngegampangin tau kak, kalo udah sakit kan repot,"

"Kan ada kamu yang ngurusin saya," goda Zia, kemudian meminum obat yang diberikan oleh Riri.

"Udah. Sekarang kamu bisa istirahat, pasti capek, kan?"

Riri belum mau pergi, ia kemudian duduk di sofa kecil di samping mereka.

"Kok si bule tadi panggil kamu Zee sih kak?"

"Mana saya tau? Yang penting kan lancar, dipanggil Jenggo juga saya nyaut," canda Zia.

Riri tertawa. "Kamu lucu deh Kak, padahal kalo di kantor banyak diemnya. Anak-anak gak ada yang tau tuh kalo kamu begini,"

"Ya jaga wibawa kaliii,"

"Hehe. Berarti aku boleh dong panggil Kak Zee? Keren kedengarannya,"

"Panggil sayank juga boleh-"

"Emang? Gak takut sama Bu Nisa?"

"Udah ah, becanda terus nanti malah jadi keterusan,"

"Emang kenapa kalo keterusan?"

Zia menengok, ia heran dengan sikap Riri yang tidak seperti biasanya. "Kok kamu makin berani, sih?"

Riri tertawa kecil lalu berkata, "Abis Kakak duluan yang nantangin."

Zia kemudian rebahan di kasur karena kelelahan. "Nantang ... Itu mah becanda namanya, bukan nantang. Kalo nantang itu: coba sini Ri," ucap Zia sambil menepuk-nepuk kasur tanda mengajaknya berbaring.

Diluar dugaan, Riri ikut berbaring di samping Zia. "Nih, aku disini."

Zia terkejut dan menatap wajah cantik Riri. "Kamu cantik banget sih Ri?"

Riri menggigit bibir bawahnya, kemudian tersenyum. "Makasiiih ..."

"Terus, sekarang- apalagi?" tanya Riri menantang.

Situasi BirahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang