Anya - III

1.9K 14 0
                                    

Aku terbangun dari tidurku. Kulihat jam menunjukkan pukul 7 malam. Pasti kantor sudah sepi!

Aku menoleh ke ruangan Yayank asistenku, kulihat sudah gelap dan kosong. Anya berarti sudah pulang. Padahal Aku ingin sekali berduaan lagi dengannya seperti beberapa hari yang lalu.

Aku pun bangkit dari sofa dengan niat untuk menyeduh kopi sebelum pulang. Tiba-tiba aku mendengar suara mesin printer, sepertinya masih ada orang. Mungkin hanya staf yang sedang lembur dikejar deadline.

Kuseruput kopiku setelah terseduh; kunyalakan rokok lalu duduk santai di meja kerjaku.

Pintuku yang terbuka diketuk, ternyata itu adalah ... Anya! Dia masih belum pulang.

"Permisi, Pak," katanya.

Aku menoleh ke jam dinding, mengisyaratkan bahwa ini sudah bukan jam kantor.

Ia pun sepertinya segera sadar lalu berucap, "Maaf, permisi Mas,"

"Ya, Nya. Ada apa? Kamu masih belum pulang?"

"Mm ... Belum, Mas," kata Anya sambil menuju kursi di depan mejaku, kemudian duduk. "Saya mau minta tanda tangan Mas Eka untuk laporan magang saya,"

"Ooh ..." Aku lalu menandatangani laporan magangnya.

"Terimakasih, Mas. Terus ...,"

"Terus? Terus apa? Apalagi?"

"Saya sekalian mau ijin pamit, Mas. Ini hari terakhir saya magang disini."

What!?

"Lho? Kan belum enam bulan, Nya. Kok udah pamit?" Aku masih terkejut atas ucapannya.

"..."

"Apa gara-gara kemarin?"

Anya menundukkan wajahnya, ia terlihat malu dan canggung.

Aku bangkit berdiri untuk menutup pintu ruanganku sambil melihat-lihat memastikan bahwa memang sudah tidak ada orang di kantor. Aku menghampiri Anya kemudian berjongkok dihadapannya, membuat wajahku saat ini sejajar dengan vaginanya -jika saja kubuka kedua lututnya.

"Aku ... Minta maaf, Nya. Enggak seharusnya aku begitu kemarin,"

"Eh- enggak kok, Mas. Enggak apa-apa, bukan sa-"

"Kamu ... cantik banget sih, Nya?"

"Eh???"

Terciptalah keheningan sesaat karena ucapan gombalku itu. Tak ku sia-siakan kesempatan ini untuk kembali mencium bibirnya. Dan kembali ... Ia tidak menolaknya! Tak seperti kemarin yang tak lama kemudian dihentikannya, kali ini ia merespon tak lama setelah kucium bibirnya. Ketika kuintip sekilas, aku melihat matanya tertutup -tanda ia mungkin cukup menikmatinya.

Penisku pun tak butuh waktu lama untuk menegang. Namun aku cukup tau jika wanita ini bukanlah wanita yang gampangan, aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk menidurinya hanya karena terlalu bernafsu dan tergesa-gesa. Kedua tanganku menyentuh pipinya, dan mengelus-elus nya dengan jempol.

Indra laki-laki ku menebak-nebak sepadat apa payudaranya saat disentuh. Namun tentu aku tetap menahannya. Barulah ketika ia membalas ciumanku -bahkan hingga memainkan lidahnya, aku perlahan menurunkan kedua telapak tanganku ke payudaranya. Dan ... Shit! Itu padat khas wanita muda.

Aku yang tak mau berlama-lama mengelus busa bra, kemudian segera membuka kancing blus-nya. Dan dengan cekatan meraih kait bra di punggungnya untuk kulepaskan. Dan munculah payudara bulat nan ranum dengan puting merah muda yang agak tenggelam karena terhimpit bra. Aku tidak langsung meremasnya, namun memainkan jemariku dengan mengusapnya mengikuti lekuk payudaranya. Beberapa saat kemudian aku merasakan bulu-bulu halus dikulit dada bulat itu meremang

Situasi BirahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang