Flight - IV

2.2K 13 2
                                    

Sejujurnya ..., ini di luar perkiraanku. Seperti yang selalu kubilang, aku rela melakukan apa saja demi mendapatkan yang kuinginkan; yang kumau. Ditiduri oleh teman SMA-ku yang telah menjadi pilot senior? Oh, tentu tidak masalah. Asalkan aku bisa mendapatkan jadwal penerbangan yang lebih baik.

Tapi ..., tak kukira akan begini. Kini malah perasaanku yang menjadi tidak terkontrol. Aku justru terjebak dalam permainanku sendiri.

Putra benar-benar berbeda. Entahlah, mungkin karena memang dulu dia sempat suka padaku. Cara ia memperlakukanku sangat ... gentle sekali. Caranya bicara; menatapku; memelukku; menciumku; mencumbuku .... Semuanya jauh berbeda dengan yang biasanya kurasakan.

Selain rambut dan lutut kebawah, semua bagian tubuhku dikecup; dijilati dengan mesra olehnya. Kening; hidung; kuping; dagu; pipi; bibir .... Leher; bahu; punggung; lengan; jari; perut .... Bahkan ketiakku dan lubang pantatku tak luput dari sapuan lidahnya.

Seluruh tubuhku bagai ladang permen fantasi baginya. Putra mengkenyot payudaraku bagai bayi yang sedang menyusu. Tangannya tak berhenti menggerayangiku. Penisnya ..., oh penisnya itu sungguh ... sungguh perkasa luar biasa!

Caranya bercinta menunjukkan Putra secara utuh. Alih-alih aku yang sedang dipakainya, justru lebih kepada ialah yang sedang melayaniku, memuaskanku dengan gairahnya yang menggelora.

Memang di awal permainan tadi dia sempat ejakulasi dini. Tapi ... justru itu yang membuatnya menjadi menggemaskan bagiku. Dengan ia yang tidak dapat menahannya, membuatku seolah merasa menjadi superior. Seakan vaginaku ini adalah yang terbaik yang pernah dirasakannya. Yang akhirnya membuatku mengangguk mengiyakan ketika Putra minta lagi.

Saking terbawa suasananya, aku beberapa kali memanggilnya dengan sebutan: 'Sayang'. Desah manja yang biasanya kubuat untuk sekedar memanaskan suasana, justru keluar dengan spontan karena rasa nikmat yang memang sedang kurasakan. Hingga beberapa kali aku lupa jika kami ini hanya sekedar mantan teman SMA; aku sedang merayunya untuk bisa ikut flight ke LA bersamanya. Aku sempat merasa bahwa kami ini adalah dua sejoli yang sedang memadu asmara di atas ranjang dengan gairah luar biasa.

Sekarang Putra sedang berbaring di sebelahku. Kami menutup tubuh dengan selimut, dan di dalamnya hanya berbalut pakaian dalam setelah sempat bersih-bersih dulu tadi.

Aku menoleh padanya. "Terus ..., LA ... gimana?"

Putra tersenyum manis. "Iyaaa, tenang aja. Aman," jawabnya.

Oke, aman. Tapi ... aku penasaran, apakah Putra itu saat ini sendiri atau sudah ada yang punya. Kalau dia masih jomblo, bisa jadi valuable asset ..., ya, kan?

Kemudian aku menyampingkan tubuhku menghadap Putra, dan memberanikan diri untuk bertanya, "Put ..., boleh nanya sesuatu, gak?"

"Apa?"

"Lo ... udah punya pacar belum, sih?"

Putra yang semula berbaring dengan mata tertutup sontak kaget. Matanya terbuka lebar; melirik padaku. Ia diam sejenak.

"Belum," katanya.

"Hoo ...,"

"Emang kenapa?"

Hah! Ternyata Putra tidak sepolos yang kukira. Dia juga masih punya dignity untuk playing hard to get.

"Mmm ..., ya gak apa-apa, sih. Cuma nanya aja," ucapku. Aku juga tidak membuka diri begitu saja. Aku ini perempuan, harus jual mahal sedikit lah. Ya, kan?

"Ooh, kirain ...."

Aku tau dia memancing. Aku diam saja, tidak meresponnya.

Putra lalu menggeser tubuhnya mendekat padaku. "Ta, gantian. Mau nanya, dong. Boleh?"

Situasi BirahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang