Automata - III

2K 19 0
                                    

Sepertinya papan ini adalah papan untuk memasung. Mungkin digunakan untuk menginterogasi pemberontak, penjahat, atau yang sejenisnya. Yang pasti kini Mai sudah kupindahkan di sini.

Tubuhnya telentang, tangannya kukekang dengan borgol besi berwarna hitam yang tersambung dengan lilitan rantai. Perutnya kuikat kain tambahan yang agak longgar, hanya sebatas untuk mengurangi ruang geraknya. Kakinya mengangkang dan kubuat menekuk, lalu kuikat dengan tali pada pergelangan kakinya. Pakaiannya kubiarkan terpakai dengan dadanya yang masih tersingkap.

Mai tidak melawan ketika kupindahkan, kurasa tubuhnya terlalu lemas pasca orgasme. Kulit Mai kini terlihat berkilau dengan cahaya bulan purnama yang menembus dari atap yang berlubang, dan butiran keringat yang mulai bermunculan.

Celana dalamnya yang berwarna hitam meregang di setengah pahanya setelah kupeloroti. Untungnya bagian kewanitaannya terlihat jelas karena tepat terkena tembusan sinar bulan purnama. Dewi yang jatuh dari langit ini berbulu kemaluan lurus dan cukup panjang. Telihat sangat kontras dibandingkan dengan tubuhnya yang sangat mulus dan licin.

Aku sedikit meregangkan pahanya agar dapat kulihat lebih jelas. Wajar saja bulu panjang ini di situ, ia menutupi lubang vagina tercantik yang pernah kulihat. Bagian dalamnya agak menonjol keluar seperti vagina Romina, hanya saja itu diapit oleh pipi vagina yang tembam. Tonjolan klitorisnya yang kecil juga dapat terlihat di bagian atasnya. Ini adalah vagina yang sangat menawan, membuatku jadi lapar dan penuh dahaga ketika melihatnya.

Tidak hanya itu, warna bagian dalam vaginanya sangat pink dan terlihat segar. Vagina yang terlalu sayang untuk dimasuki oleh benda lain selain penis. Belum lagi kucuran keringat yang lewat di pipi tembam vaginanya, membuatnya semakin menggairahkan. Pipi tembam itu bebas dari rambut kemaluannya yang hanya ada di bagian atas vaginanya saja.

Seluruh masalah, rasa malu, hina, dan hal lainnya sirna dari benakku. Yang tersisa hanyalah sekeranjang nafsu bejat yang bertekad untuk membuat lubang imut menggemaskan ini kembang kempis mengejang karena orgasme hebat.

"Well, halo cantik ..." kataku berbisik menyapa bibir di selangkangan Mai.

Aku menahan bokong kencang Mai dengan kedua tanganku, lalu kulumat habis vagina menggairahkan itu dengan semangat. Aku mencumbuinya dengan bagian luar hingga bagian dalam bibirku, kusapu juga dengan lidahku dan sesekali kuseruput untuk mengecap campuran keringat dan rembesan cairan yang keluar dari vagina Mai. Ah! Sungguh luar biasa!

Kudengar gumaman Mai, ia seperti orang yang mengigau sambil menggigil karena meriang. Tak kuduga pendekar seksi berdarah Asia ini sangat sensitif. Sesekali kumasukkan lidahku untuk menari-nari menggelitik lubang sempit itu. Aku dapat merasakan ia menggemam lidahku pada saat kusentuh putingnya yang telah menguncup. Bagaimana jadinya nanti saat penisku yang masuk ke sini? Kupikir ejakulasi akan terjadi lebih cepat.

"~Hentikan orang Roma ...! Tolong hen- ~argh!" Mai terus berusaha untuk mengehentikanku.

Sungguh wanita munafik! Padahal pinggulnya terus bergerak ke atas dan ke bawah untuk membantu klitorisnya mencari lidahku.

Aroma tubuhnya semakin menyengat; justru semakin membuatku bernafsu. Sepenuh hati kupijat putingnya yang terasa kenyal menggemaskan, hingga goyangan pinggul Mai semakin cepat; akhirnya ia mengejan. Bersamaan dengan itu, sedikit cairan muncrat dari vaginanya.

Ia memang seorang Dewi yang jatuh dari langit! Cairan yang keluar dari vaginanya terasa manis dan menyegarkan. Apalagi yang bisa membuatnya demikian kalau bukan dia seorang Dewi? Bahkan Romina dengan harta kekayaannya tidak mampu membuat vaginanya terasa manis. Jangan salah menilaiku, bukan berarti vagina Romina tidak lezat. Sungguh, ia memiliki vagina dengan rasa terlezat yang pernah kucicipi. Hanya saja, milik Mai terasa sangat berbeda; sesuatu hal baru bagiku.

Situasi BirahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang