Bab 2

7.5K 306 3
                                    

Saat makan malam semalam Bunda memberi tahu Rasyid kalau acara pernikahan Amelia akan di adakan ketika libur semester kuliah nanti. Itu artinya terhitung empat bulan lagi.

Rasyid tidak banyak bersuara, ia lebih memilih mendengarkan sampai makan malam selesai. Setelahnya langsung beranjak ke kamar dengan alasan ada pekerjaan kantor yang mendesak dan harus segera diselesaikan malam ini ... atau mungkin itu hanya alibi Rasyid saja.

Karena sudah dua jam Rasyid terdiam tanpa melakukan apapun, hanya menatap dalam pada layar monitor laptop yang menampilkan kegelapan.

Rasyid mengusap wajahnya, bergumam pelan sebelum kemudian beranjak menuju balkon kamarnya. Mungkin udara segar bisa memberi ketenangan untuk dirinya.

Mata Rasyid terpejam saat menghirup udara sejuk di malam hari. Kelopak mata Rasyid kembali terbuka, melihat ke atas. Malam ini sepertinya bulan tidak menampakkan wujudnya. Rasyid menoleh ke arah kiri, sorot mata Rasyid tertuju pada balkon kamar di sampingnya. Tepatnya pada balkon kamar Amelia—sang adik.

Cahaya lampu masih menyela, itu artinya Amelia belum tidur. Apa adiknya itu tengah mengerjakan tugas kuliah? Atau mungkin saat ini Amelia sedang bercerita pada buku diary-nya. Rasyid menunduk dalam, entah sudah berapa kali Rasyid mengembuskan napas.

"Abang." Rasyid menoleh cepat begitu mendengar suara dari samping memanggil dirinya. Di tempatnya, Amelia tersenyum di susul lambaian tangan. "Kerjaan Abang sudah selesai?" tanya Amelia, melangkah mendekat ke ujung balkon.

Rasyid mengulum bibirnya, gelengan kepala ia berikan sebagai balasan. "Masih banyak yang belum selesai." Bagiamana mungkin pekerjaannya selesai jika Rasyid saja hanya duduk diam tanpa sekalipun menyentuh keyboard laptop.

Rasyid melihat sebuah buku berwarna merah muda dalam pelukan Amelia, buku diary Amelia.

Rasyid selalu penasaran dengan tulisan-tulisan yang tertuang di lembar buku itu. Apa yang Amelia tulis dalam buku itu ... Rasyid sepenasaran itu.

"Humaira sudah larut malam begini masih belum tidur? Ada tugas kuliah?" tanya Rasyid, menggerakkan kakinya mendekat ke sisi balkon. Jarak balkon kamar Rasyid dan Amelia tidak begitu jauh, hanya berjarak setengah meter.

Amelia menunjukkan buku dalam pelukannya. "Amel belum bisa tidur. Besok Amel libur, jadi enggak apa-apa." Amelia berbalik, meletakkan buku diary-nya ke atas meja sebelum kembali lagi menghadap Rasyid. "Abang, besok pagi kita makan bubur ayam di depan komplek. Sudah lama sekali Amel nggak sarapan buburnya Mang Yahya." Ajakan Amelia terdengar sangat bersemangat.

Rasyid menatap Amelia sejenak, memerhatikan raut wajah Amelia lantas setelah beberapa saat Rasyid mengangguk mengiyakan. Dan keesokan harinya, Rasyid dan Amelia melakukan rutinitas lari pagi bersama sampai berakhir di warung bubur ayam Mang Yahya.

Amelia tersenyum melihat Rasyid kembali dengan mangkok bubur berada di kedua tangannya. Amelia mengambil satu mangkok dari tangan Rasyid. "Makasih Abang. Punya Amel enggak pakai kacang, kan?"

Rasyid duduk berhadapan dengan Amelia setelah mengambil botol kecap dari meja samping. "Sama-sama. Punya Humaira tidak pakai kacang." Rasyid menuangkan kecap ke bubur Amelia, lalu mengambilkan mengambilkan sendok.

Amelia melihat sekelilingnya yang ramai oleh pengunjung, di depan gerobak bubur saja terlihat antrean cukup memanjang. "Kalau kita telat pasti enggak kebagian tempat, bubur Mang Yahya selalu ramai." Amelia menyuap sendok pertama buburnya sambil memerhatikan Rasyid menyisihkan bawang daun dari mangkoknya.

"Alhamdulillah, kalau sudah rezekinya Mang Yahya enggak akan menjadi diambil orang lain."

Amelia mengangguk, "Iya, apa yang sudah ditakdirkan menjadi milik kita enggak akan menjadi milik orang lain." ucap Amelia menimpali, suapan bubur Rasyid tertahan. Rasyid menatap Amelia yang dengan tenang menikmati buburnya.

Imam Pengganti Amelia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang