Bab 22

4.9K 208 8
                                    

Ngetik+asam lambung naik emang bukan maen sih😭 tapi aku bertekad menamatkan kesayanganku ini dalam waktu dekat.

Sebelum puasa udah selesai lah ya😘

Ini tidak ada aku revisi, masih hangat ketikannya langsung update ya, jadi tolong pantu typonya.

Ini Silent Readers nggak mau komen? Mau tamat loh kalo nggak tipes akunya😭




🕊🕊

"Humaira ...." sebut Rasyid, tangannya menggantung saat hendak mengambil ponselnya, pupil mata Rasyid melebar melihat Amelia menangis, lantas Rasyid langsung berjalan cepat menghampiri Amelia yang berdiri didepan pintu.

"Ada apa? Kenapa menangis?" tanya Rasyid dengan suara cemas, lengan Rasyid terulur menutup pintu kamarnya lalu meminta Amelia duduk di sofa.

"Humaira?" panggil Rasyid saat Amelia tidak kunjung menjawab.

Amelia mengulum bibirnya, tangannya menghapus airmatanya. Lalu menatap lurus pada sorot mata Rasyid. "Abang."

"Iya, ada apa?" Rasyid menatap serius Amelia, menanti jawaban dari pertanyaannya.

Amelia menggigit bibir dalamnya, lalu mengangguk. "Apa benar Aa Azka kabur?" tanya Amelia, berusaha tetap tegar meski rasa sakit menjalar keseluruh tubuhnya.

Rasyid terdiam, tenggorokannya tercekat saat mendengar pertanyaan Amelia yang selama ini berusaha ditutupi sebaik mungkin. "Humaira ... bagaimana Humaira tahu, siapa yang mengatakan—"

"Amel udah dengar semuanya, sekarang Abang jangan menutupi apa pun dari Amel." pinta Amelia, airmatanya kembali mengalir.

Rasyid mengambil tisu di atas nakas, lalu mengusap aliran air diwajah Amelia, hatinya terasa sakit melihat Amelia menangis. "Maaf karena menutupinya dari Humaira, tapi benar Azka dan keluarga tidak bisa dihubungi. Abang sudah mencoba mencarinya tapi tidak berhasil." kata Rasyid. Menuduk dalam menatap tisu ditangannya. Kemudian Rasyid kembali menatap Amelia. "Abang sangat marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa." sambung Rasyid lirih.

Amelia terdiam, ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Azka dan keluarga. Namun, Amelia pun harus mengambil keputusannya sendiri. "Abang ..." panggil Amelia, ia menatap Rasyid dengan raut wajah getir. "Ka-kalau begitu nikahi Amel seperti keinginan kakek." ucap Amelia dengan nada kesedihan yang mendalam.

"Humaira?" Rasyid termangu, menatap dalam bola mata dengan sorot tidak yakin. Rasyid berusaha menelaah ke dalam Amelia, apa yang ada dipikirin Amelia saat ini. Apa benar itu keinginan Amelia?

"Abang mau? Kita menikah, lagipula tidak bukan saudara kandung dan sedarah. Ki-kita bisa menikah."

Rasyid menggelang, "Tidak. Meskipun kakek dan keluarga menginginkannya dan semua menyetujui Abang yang menikah Humaira. Tapi Abang bisa membatalkannya—"

"Amel benar-benar mau melakukan pernikahan ini ... Amel mohon." seru Amelia, tangannya bergerak ragu hendak membawa tangan Rasyid dalam genggamnya.

Rasyid terkejut saat Amelia menggenggam tangannya, lantas ia menarik cepat tangannya. "Humaira jangan seperti ini."

"Biarkan semua berjalan sesuai keinginan keluarga, Amel bersedia."

Rasyid larut dalam diamnya, ia memang ingin menikahi Amelia. Namun, melihatnya memohon membuat Rasyid semakin sakit. Ia tidak yakin Amelia benar-benar bersedia menikahinya. Rasyid hanya takut. Takut akan kehilangan dikemudian hari.

Kemudian Rasyid mengangguk, ditatapnya Amelia. "Ayo lakukan."

🕊🕊

Amelia menunaikan shalat malam dalam tangisnya, ada begitu banyak doa yang ia adukan kepada Yang Maha Mengetahui. Amelia mengusap wajahnya, lalu membaringkan tubuhnya di atas sajadah. Linangan airmata membasahi sajadah, kepalanya berdenyut nyeri dan rasa sakit di sudut hatinya semakin membuat Amelia menangis. Tangisnya semakin deras, suaranya terdengar menyakitkan.

Imam Pengganti Amelia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang