Amelia menarik napas dalam-dalam, matanya kembali terbuka setelah seperkian detik terpejam. Sorot mata Amelia kembali jatuh pada kalimat-kalimat yang ditulisnya dalam buku diary. Ada sebersit garis di bibirnya saat membaca ulang tulisannya dalam hati.
Kepala Amelia berputar ke samping diikuti dengan tubuhnya berbalik ke belakang ketika mendengar ketukan pintu, lalu setelahnya memperlihatkan sosok Bunda.
"Bunda?" Amelia menutup buku diary-nya, menyimpannya diantara buku-buku yang lain.
Bunda masuk, melangkah mendekat ke meja belajar Amelia. "Di bawah ada Nak Melly, mau jenguk kamu katanya." Kata Bunda, "Ada kiriman juga dari Nak Azka." lanjut Bunda memberi tahu.
Amelia berdiri dengan hati-hati, kakinya masih terasa sedikit sakit setelah di pijat kemarin. "Amel nggak sakit parah, kok. Padahal Amel sudah bilang Melly enggak perlu ke rumah." Bunda meraih tangan Amelia, membantu Amelia keluar dari meja belajarnya.
"A' Azka kirim apa, Bunda?"
Amelia memerhatikan Bunda mengambilkan khimar yang tersampir di sandaran kursi. "Parsel buah, tadi Bunda lihat ada suratnya. Ini pakai dulu khimarnya sebelum ke bawah, jaga-jaga nanti Ayah sama Abang pulang." kata Bunda.
Amelia mengangguk, lalu menerima khimar dari Bunda dan memakainya. "Ayah sama Abang keluar, Bunda?" tanya Amelia, sejak pagi hingga sore hari Amelia belum keluar dari kamar sama sekali.
Bunda merangkul pundak Amelia, membawa putrinya keluar dari kamar, "Hati-hati," Bunda menuntun Amelia menuruni tangga. Dengan tertatih Amelia berjalan ke ruang tamu dan Amelia tersenyum saat melihat keberadaan Melly.
"Ini yang lagi sakit sudah turun." Bunda tersenyum saat Melly meraih tangan Amelia, membantu putrinya duduk di sofa.
"Kok bisa sampai begini, Mel?" tanya melly sesudah Amelia duduk, Melly menatap prihatin kondisi sahabatnya.
"Sudah Bunda bilang 'kan tadi Nak Melly, Amel pagi kemarin habis salto di jalan sehabis pulang makan bubur Mang Yahya sama Abang." ujar Bunda, kembali geleng-geleng kepala mengingat sewaktu Rasyid dengan raut gusar datang memanggil dirinya untuk mengobati adiknya.
"Enggak gitu, Bunda" sahut Amelia tidak terima dengan Bunda yang melebih-lebihkan.
Melly tersenyum, kepalanya menggeleng pelan mendengarnya. "Tapi bisa benar juga Mel apa yang Bunda bilang, bisa aja kamu salto beneran di jalan. Kalau kamu lupa kamu pernah bilang masak air tapi hangus." kata Melly, di susul tawa kecil kemudian.
"Tuh, dengar, Nak Melly saja setuju sama Bunda." timpal Bunda, ikut tertawa bersama Melly.
"Enggak asik banget kamu Ly, katanya ke sini mau jenguk aku tapi sekarang malah ketawain aku. Bunda juga gitu banget sama anak sendiri." keluh Amelia, memasang wajah cemberut.
Melly menutup mulutnya, melirik pada Bunda lalu berkata. "Makanya, lain kali kamu harus lebih hati-hati, Mel."
"Iya, musibah mana ada yang tahu kapan datang." sahut Amelia.
"Itu sih bukan musibah, jatuhnya kamu yang cari perkara, Nak." kata Bunda kembali menimpali ucapan putrinya.
Amelia diam saja mendengar Bunda, lalu tatapnya tertuju pada benda di atas meja di depannya. "Wah, itu apa? Kamu yang bawa Melly?" tanya Amelia, berusaha mengalihkan topik.
Melly bangkit, mengambil paperbag di atas meja, lalu menyerahkannya kepada Amelia. "Oh, iya. Ini aku bawain kamu soto. Mama titip ini sewaktu aku bilang mau jenguk kamu." kata Melly.
Amelia tersenyum senang saat menerima pemberian Melly, "Masyaallah, Tante Mega baik banget, deh. Tahu aja aku udah lama nggak icip masakan Mama kamu Melly. Tolong sampaikan ucapan terima kasih aku buat Tante Mega, ya. Sampai repot-repot titip makanan buat aku. Jadi terharu, padahal aku sakitnya enggak parah kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Pengganti Amelia (TAMAT)
RomanceHubungan yang terjalin antara Rasyid dan Amelia seharusnya tidak ada yang berubah, keduanya akan tetap menjadi Kakak-Adik yang saling menyayangi. Ya, memang seharusnya begitu ... sebelum kekacauan satu hari menjelang pernikahan Amelia-yang membuat...