Bab 17

4K 178 12
                                    


Haiiii.

Happy Reading


🕊🕊

Senyuman merekah diwajahnya, ada perasaan bahagia hinggap dalam hatinya bersama langkah kaki membawanya kembali pulang ke rumah yang sudah ditinggalkan selama tiga tahun lama.

Wajah Rasyid bersinar cerah melihat sosok yang sudah sangat dirindukan berdiri di teras rumah—menyambutnya pulang.

"Abang ...." Bunda Ruha memanggilnya lembut, lalu membawanya dalam pelukan yang selalu memberikan kenyamanan.

Bunda mengusap-usap rambut Rasyid yang memanjang, "Bunda kangen sekali." ucapnya, tangan kirinya beralih menepuk-tepuk bahu putranya.

Rasyid tertawa kecil saat mengurai pelukan, "Rasyid pulang." ucapnya pelan.

Bunda mengangguk, ditatapnya wajah yang selama beberapa tahun belakangan tidak bisa dilihatnya, "Iya, akhirnya Abang pulang." Bunda mengelus dada Rasyid. Lihatlah putranya sudah bertambah lebih tinggi saja sekarang.

Kemudian Bunda melepas ransel dari punggung Rasyid, dan mengambil koper dibelakang sang putra. "Ayo, Abang masuk."

Rasyid mengangguk dan mengikuti Bunda masuk ke dalam rumah, ditatapnya ruang tamu yang masih masa sejak ia pergi meninggalkan rumah ini. Lalu tatapannya beralih pada pajangan foto-foto baru yang memenuhi dinding. Rasyid tersenyum saat melihat pada pajangan yang menampilkan Amelia memegang piala besar mengenakan seragam putih-biru bersama Ayah, Bunda dan Aisyah.

"Amel ada dikamar, Ais lagi pergi belajar kelompok di rumah temannya." kata Bunda, Rasyid melihat Bunda, ia memberikan anggukan pelan.

"Bunda ambil minum dulu, ya. Abang duduk dulu."

Rasyid menipiskan bibir saat duduk di sofa, ia menatap kepergian Bunda ke dapur dalam diam. Rasyid mengembuskan napas pelan saat punggungnya bersandar ke sofa. Rasyid menatap langit-langit, kekosongan yang dirasakan beberapa waktu lalu mulai terisi kembali ... rasanya hangat dan melegakan.

Rasyid memejamkan mata, menaruh lengan di atas mata. Punggungnya terasa pegal karena ia menyetir dari Jakarta-Bandung sendirian tanpa sopir.

"Abang!"

Rasyid mengangkat lengannya, matanya terbuka saat mendengar suara yang memanggilnya. Rasyid menoleh cepat, tatapnya menemukan Amelia datang menghampirinya dengan tergesa-gesa membuat Rasyid langsung berdiri, tatapnya tidak putus pada sang adik yang memberikan senyuman padanya.

"Abang, Amel kangen!" Tubuh Rasyid terdorong ke bekalang saat Amelia  memeluknya dengan tiba-tiba, "Abang enggak bilang-bilang pulangnya?!"

Rasyid menunduk, menatap sang sang adik dalam pelukannya. Rasyid menatap manik mata Amelia, lalu turun melihat pipi memerah sang adik.

"Humaira." sebut Rasyid pelan, namun bukannya menjawab Amelia justru menenggelamkan wajahnya ke dalam dadanya. Rasyid terdiam selama sepuluh detik, lalu ia merasakan ada hawa panas mengaliri tubuhnya.

Ada jeda hening yang lama sampai akhirnya Amelia bergerak mundur dari pelukan. "Ups, Amel lupa!" Amelia membekap mulutnya, matanya membesar membuat Rasyid tidak mampu menahan tawa. Lantas tangannya terangkat hendak mengusap kepala Amelia, tetapi Rasyid menarik kembali tangannya.

"Bunda bilang Amel enggak boleh sembarang peluk-peluk Abang lagi, tadi Amel lupa." Bibir Amelia bergerak turun, suaranya terdengar sedih. Namun, ia kembali tersenyum dan menatap Rasyid.

Rasyid membungkuk hingga kepalanya sejajar dengan kepala Amelia, "Humaira jangan sedih, tidak apa-apa kalau memang Humaira lupa." ucapnya pelan, Rasyid menatap dalam mata Amelia.

Imam Pengganti Amelia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang