Bab 27

4.5K 195 1
                                    

Koreksi typonya yaaa.

Happy Reading

Bismillah

🕊🕊

"Abang kodok!" Amelia kecil berlari ke arah Rasyid, ditangannya ada katak hitam bercorak cokelat yang berhasil ditangkap susah payah olehnya.

Rasyid yang tengah membenarkan rantai sepeda merah muda Amelia yang lepas menoleh, ia tersenyum geli melihat adiknya mengangkat-angkat adiknya. "Mau diapakan kodoknya?" tanya Rasyid melihat adiknya berjongkok disampingnya, tangan kecil Amelia menekan-nekan kepala kodok.

"Makan!" Amelia menyahut semangat, ia membawa kodoknya ke depan mulut.

Rasyid menarik cepat tangan Amelia menjauh dari mulutnya yang membuka, sepertinya sang adik benar-benar serius ingin memakan hasil tangkapannya. "Tidak boleh." seru Rasyid cepat.

Amelia menatapnya, mata bulatnya mengerjap. "Kenapa tidak boleh?" tanya Amelia yang berumur empat tahun.

Rasyid memberikan gelangan. "Kodok tidak bisa dimakan karena hidup di dua tempat. Air dan darat, kalau Humaira makan bisa sakit perut." ujar Rasyid, berusaha menjelaskan agar sang adik bisa memahaminya.

Amelia memiringkan kepalanya ke kiri, lalu mulutnya membuka membentuk huruf O. "Tidak mau sakit pelut," lalu ia menatap kodok, "Golk, golk, golk." Amelia menirukan suara kodok. Kemudian tangan kanan kecilnya membuka tas selempang yang selalu dipakainya—menyimpan kodok itu ke dalam tas.

Rasyid menjauhkan tangan dari tangan setelah berhasil membenarkannya, ia menatap tangannya yang menghitam karena oli, "Bunda bisa mengomel." sebutnya pelan, lalu tertawa kecil melihat Amelia melompat-lompat di samping sepeda.

Rasyid membantu adiknya naik ke sepeda kecilnya, "Abang dolong, ya." Rasyid mengangguk, ia memegang bagain belakang sepeda.

Amelia mengayuh pelan pedal sepeda roda empatnya, sesekali kepala dan tubuhnya berputar kebelakang. "Abang, hujanna sudah belhenti, main lagi?" tanya Amelia, mengangkat tangan kiri ke udara.

Rasyid menggeleng, "Tidak boleh, sebentar lagi adzan maghrib, dimarahi Bunda kalau masih main." Rasyid membalas dengan lembut.

Amelia kecil memajukan bibir, "Tidak selu, ah." keluhnya, lalu melipat kedua tangannya di bawah dada, ia duduk tenang bersama kakinya bergerak naik turun.

Rasyid hanya memberikan senyuman yang tidak terlihat adiknya, lalu ia melepas satu tangan—membawanya ke kepada sang adik. Rasyid memberi lima kali usapan pada rambut panjang Amelia. Kemudian membelokkan arah sepeda ke kiri saat tiba di tingkungan.

Rasyid mempercepat langkah kakinya saat melihat Bunda berdiri di depan rumah dengan adik bungsunya yang berusia dua berada dalam gendongan Bunda. Rasyid memberikan senyuman lebar, "Bundaa." panggilnya, menghentikan laju sepeda.

Bunda menggeleng-geleng menatap kedua anaknya dalam keadaan basah kuyup, "Main hujan-hujanan, ya? Amel kesenangan pasti." ucap Bunda melihat gelengan yang diberikan putrinya.

"Tidak, tidak, Bunda. Tidak main hujan, lantai sepedana lusak." Amelia menggoyangkan jari telunjuknya, lalu berbalik menghadap Rasyid, "Benalkan, Abang?" Amelia meminta dukungan dari Rasyid.

Rasyid menunduk pada adiknya, lalu tatatapnya naik menatap Bunda. "Maaf, Bunda. Rasyid akan mandi air hangat," ucap Rasyid, membuat Amelia menjerit histeris karena Rasyid tidak memihaknya.

"Drama, deh." sebut Bunda pada Amelia yang menjerit-jerit. "Iya, harus mandi air hangat. Ayo masuk." Bunda berbalik dan masuk lebih dulu. Rasyid yang berusia tujuh tahun mendorong Amelia masuk ke dalam, ia mengangkat adiknya ke dalam gendongan setelah menyimpan sepeda di garasi.

Imam Pengganti Amelia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang