07-Satu Kelompok? Gila!

948 118 2
                                        

"Satu, tiga, dua ular berjalan, ada kodok juga berjalan, dan gue juga jalan. Nah akhirnya kita jalan bareng-bareng."

-At.

•••

Pak Wasis menuliskan nama-nama kelompok di papan tulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Wasis menuliskan nama-nama kelompok di papan tulis. Gurunya itu menulis dengan sangat pelan, membuat sebagian murid tertidur pulas.

"Punya guru keong ya gini, ngaopp." ucap Atma pelan, diakhiri dengan menguap lebar. Badannya terasa lelah, gabut melanda dirinya.

Dengan sangat jail, Atma melemparkan gumpalan kertas ke arah Naira. Memang pada dasarnya, laki-laki itu sangat suka mencari masalah di sekolah, apalagi kalau bertemu dengan Naira.

Beuh, sudah dipastikan dunia akan sangat baik-baik saja.

Gadis itu tetap diam, dia tidak peduli. Apa pedulinya, yang penting dia fokus memainkan ponselnya. Main game cacing lebih penting untuknya. Dari pada harus merespon laki-laki gembel seperti Atma.

"Pstt pstt Lak." Atma tidak pernah mau menyerah, dia tetap mengganggu gadis itu. Masih sama, Naira tidak peduli!

"Heh cewek burik, adeknya Kinan!" cobanya lagi.

"Cewek kentang!"

"Heh Valak Bojonggede, noleh gak lo."

"Budeg ya lo, lo kembarannya hantu budeg?"

"Preman Baranta."

"Anak pungut, anak gembel, anak rantau, anak pingitan, anak halu, anak cebol temennya cebong, telinga lo kotak ya."

"Anjing telinganya gak berfungsi."

Atma memutar bola matanya malas, "Lak kita jaraknya cuma dua langkah anjir, parah banget lo gak denger suara gue."

Memang duduknya Atma dan Naira bersebelahan, hanya berjarak dua langkah saja. Sebenarnya dulu mereka berdua duduk bersama, tetapi karena gadis itu sudah jengah dan frustasi dengan sifat Atma. Ia memilih pindah dan duduk bersama Diana.

Jadi yang awalnya Diana Ferja, menjadi Diana Naura dan begitu juga sebaliknya, Ferja Diana menjadi Ferja Atma.

"Ayolah Lak, noleh Napa sih, lo tengeng ya? Mau gue pang-"

"Pak, Atma dari tadi berisik. Saya nggak konsen, keluarin aja pak dari kelas!" adunya santai, lalu melihat muka freak Atma.

"Apa lo?"

"Anak Cepu!" umpatnya pelan.

Pak Wasis menaikkan kecamatanya lalu mengedarkan matanya mencari keberadaan Atma. Matanya memincing, apakah benar yang diliat itu Atma?

NAIRATMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang