Senin,di hari yang paling tidak dinantikan para pelajar,tentu saja Netha termasuk sebagai salah satu orang yang menunggu hari pekan minggu,semua mata pelajaran yang dirinya serap ke otak mulai melebur dan di gantikan dengan semua lantunan musik.
Suara bising dari bawah juga sudah tak mengganggu dirinya lagi,baik itu suara benturan maupun nyaringnya suara pecahan beling pecah.Atau bagaimana ibunya terus-menerus mengomeli ayah tentang pekerjaannya.
Matanya memandang bagaimana matahari mulai terbit,dari balik jendela segiempat yang membuatnya tersenyum tipis,perlahan udara mulai mendingin mengikuti kemana embun pergi menetes pada dedaunan.
Dirinya terdiam, benar-benar terdiam dan tanpa mau menoleh dari bagaimana langit masih menggelap,namun rasanya sunyi...,sunyi yang menyenangkan.
Sejenak dirinya berharap,pada siapapun yang dapat mengabulkannya,tolong untuk hentikan waktu dan biarkan dirinya mematung,menikmati sensasi kesendirian yang begitu melekat pada hatinya,hati yang kuat nan rapuh.
Drrrtttt.....drrtttttt....
Jam weker yang Netha pasang untuk membangunkannya tepat pukul setengah enam berdering, sayangnya dirinya sudah bangun terlebih dahulu,oleh alarm yang dia yakini tak seorangpun sanggup untuk tidur berlama-lama.
Ah...atau akan lebih tepat untuk tidur selamanya.
Segera Netha masuk ke kamar mandi,melirik dirinya didepan cermin yang sudah lama retak namun dirinya tak punya niatan untuk menggantinya.
Rambut panjang yang beberapa helainya terpotong acak,dan ah..bagaimana caranya agar Netha bisa menyembunyikannya?bekas cengkraman ibunya yang luar biasa kuat,dia yakin orang-orang akan lebih percaya bahwa Netha lah yang memilih untuk melukainya.
Mungkin hanya jaket satu-satunya yang dapat menutupnya.
Dalam beberapa menit,Netha sudah siap berangkat ke sekolah,tentu tanpa harus melirik bagaimana ruang tengah saat ini begitu berantakan,dinding yang kemarin baru saja Netha perbaiki kini sudah kembali ke keadaan yang semula,robekannya sudah kembali lagi.
Sepeda keranjang hitam yang di taruh di garasi Netha ambil,memastikan bannya masih baik-baik saja,dia takut kejadian ban kempes akan terjadi lagi dan membuatnya tak bisa pulang tepat waktu.
Setelah mengecek uang sakunya apakah pas jika harus memperbaiki ban,Netha siap berangkat,melirik bagaimana para tetangganya sudah bangun dan bersiap-siap melakukan pekerjaan sehari-hari.
Dengan headset di kedua telinga,kecepatan mengayuh sepeda Netha taikkan, melewati semua pepohonan dipinggir jalan dan merasakan bagaimana angin melawan arusnya.
Sesaat,Netha ingin tetap seperti ini.
•••
Koridor sekolah yang ramai,padahal Netha yakin dia sudah berangkat ke sekolah sepagi mungkin,namun sayangnya perhitungan dirinya salah,jika saja Netha berangkat lebih pagi lapangan sekolah yang jarang dipakai akan dia gunakan sebagai lapangan Voli untuk sementara.
Sementara Gymnasium yang memang khusus dibuat untuk hal seperti ini Netha tak menyukainya,entah kenapa namun gadis itu selalu saja merasa risih dengan keberadaan Gymnasium.
"Netha!!!"
Itu Vania,mereka berada di kelas yang berbeda namun teman yang Netha temui melalui sosial media ini memiliki banyak keadaan yang berkebalikan dengannya, tempat sempurna yang ingin sekali Netha tempati sebagai seorang anak yang tak perlu merasa takut dengan teriakan kedua orangtuanya.
Namun entah mengapa,hingga saat ini dirinya dan Vania selalu bersama,padahal jika tidak Netha ingin berharap bahwa bumi akan memutar waktu dan mempersilahkannya masuk kedalam keluarga itu.

YOU ARE READING
𝙏𝙃𝘼𝙍𝙀𝙔 ||𝙫𝙞𝙧𝙩𝙪𝙖𝙡 𝙢𝙚𝙚𝙩𝙞𝙣𝙜||
Teen Fiction"𝐓𝐇𝐀𝐑𝐄𝐘 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐮𝐚 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐝𝐢 𝐯𝐢𝐫𝐭𝐮𝐚𝐥𝐥 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐩𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐚𝐡𝐚𝐦𝐚𝐧 ". **** "𝙏𝙃𝘼𝙍𝙀𝙔:𝙗𝙚𝙧𝙩𝙚𝙢𝙪 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙩𝙖𝙠𝙙𝙞𝙧,𝙗𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝 𝙖...