7

814 88 133
                                    

Kejadian semalam sedikit mempengaruhi mental Fahri, dan Roy harus menjaga Fahri dengan ketat. Setiap bangun Fahri sering berteriak histeris bahkan menyakiti diri sendiri membuat Roy was was.

"Hehehe," tawa Fahri.

"Makan ya," bujuk Roy.

"Tidak! Fahri harus belajar biar pintar," tolak Fahri.

"Istirahat saja ya," bujuk Roy.

"Fahri tidak belajar, nanti mama marah sama Fahri," ucap Fahri.

"Abang disini hey." ucap Roy.

Fahri malah tertawa sendiri membuat Roy menghela nafas kasar akan hal tersebut dan memijat keningnya. Padahal kemarin baik-baik saja, tapi sekarang kejiwaan Fahri terganggu akibat kejadian semalam.

"Semalam Fahri telepon siapa?" tanya Roy.

"Hm mama," ucap Fahri.

"Baiklah bobo ya," ucap Roy.

"Tidak mau!" pekik Fahri.

"Matamu sudah lelah, Ri. Lebih baik beristirahat saja," bujuk Roy.

"Fahri bobo nanti mama siram air ke wajah Fahri, bilangnya aku pemalas!" pekik Fahri.

"Abang tidak akan menyiram wajah Fahri dengan air," ucap Roy.

"Hidung Fahri keluar darah, Bang. Mama bilang Fahri lemah padahal seorang laki-laki. Mama bilang aku harus seperti kak Aldo. Fahri ini bodoh, Bang. Makanya harus belajar setiap saat. Hehehe Fahri bodoh," Tawa Fahri.

"Kita ke dokter ya, dek," ucap Roy.

"Tidak boleh itu menghabiskan biaya tahu. Orang bodoh tidak boleh sakit. Mama bilang yang boleh sakit cuma orang pintar saja!" Pekik Fahri.

"Fahri mau makan apa?" tanya Roy.

"Kata mama aku tidak boleh memilih makanan, kan itu pemborosan namanya. Aku bodoh jadi makan rumput tidak apa-apa. Kak Aldo sempurna sementara aku cacat. Fahri gagal sementara kak Aldo berhasil," ucap Fahri.

Roy memeluk Fahri dengan erat, Fahri malah tertawa keras entah karena apa membuat dada Roy sakit mendengar itu.

"Fahri baik, tapi takdir malah harus mendapatkan keluarga berhati iblis sih," batin Roy.

"Fahri belajar ya," ucap Fahri.

"Makan dulu baru belajar," ucap Roy mengelus surai rambut Fahri.

"Tapi nanti Fahri semakin bodoh," ucap Fahri.

"Makan dulu nanti kalau sudah makan boleh belajar ya," ucap Roy.

"Hm baiklah," ucap Fahri.

Kondisi Fahri memang sehat tapi pikiran Fahri hanya berfokus soal belajar terus-menerus, bahkan tertawa sendirian entah karena apa.

Siang hari kondisi Fahri tidak menunjukkan perkembangan sama sekali, Roy memberitahu salah satu teman yang seorang dokter kejiwaaan untuk memeriksa kejiwaan Fahri.

"Fahri sudah ya belajarnya, sudah saatnya makan siang lho," ucap Roy.

"Tidak mau! ingin belajar saja!" pekik Fahri.

"Abang kedepan dulu ya," ucap Roy.

"Iya!" pekik Fahri.

Roy keluar kamar Fahri membiarkan Fahri belajar sendirian, sementara Roy menuju ke ruang tamu untuk menemui teman.

"Di coba lu periksa keadaan adek gua, di dalam kamar. Gua khawatir kejiwaan dia benar-benar terganggu," ucap Roy.

"Baiklah sebentar," ucap Adi.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang