Darkside

68 19 0
                                    

"Shaf, kita snorkeling yuk." Ajak Clara pada sahabatnya itu. 

Shaffiya pun mengangguk setuju. Sudah lama dia tidak snorkeling. Terakhir tahun kemarin ketika mereka di bali. Tapi sekarang dia akan memuaskan untuk menikmati keindahan alam bawah laut itu.

Shaffiya teringat pesan bu Reya sebelum mereka berangkat tadi. beliau mengatakan bahwa Izzam trauma terhadap air laut. Makanya sedari tadi Shaffiya mengawasi Izzam. Namun lelaki itu nampak datar ekspresinya jadi dia tak bisa menilai apa yang sedang lelaki itu rasakan.

Dia pun menghampiri atasannya itu. dia sebenarnya merasa kasihan karena selama perjalanan tak pernah ia lihat senyuman dari atasannya itu. dia juga tampak sendirian tak ada yang menemani. Orang-orang pasti juga sungkan jika harus berinteraksi dengan Izzam yang seakan memiliki tembok tinggi yang sulit untuk dijangkau.

"Pak, mau snorkeling?" tawar Shaffiya pada atasannya itu. lelaki itu tampak menggeleng pelan.

"Jangan-jangan bapak takut ya sama air laut? Dih bapak mah cemen deh. Galak doang di kantor tapi takut air." Ujar Shaffiya meledek atasannya itu. Izzam pun tidak terima dikatai begitu. Lelaki itu paling tidak suka dianggap remeh oleh orang lain apalagi oleh Shaffiya.

"Siapa bilang. Saya berani kok." Ujar lelaki itu membuat Shaffiya mengeluarkan smirknya. Rencananya ternyata berhasil untuk memancing Izzam.

"Oke kalau gitu buktikan dong!" ujar Shaffiya lagi memprovokasinya. Lelaki itu pun menerima tantangan dari Shaffiya walaupun daritadi dia menahan untuk tidak gemetaran.

"Pak,Are you okay?kalau gak bisa gak usah dipaksa. Saya Cuma bercanda tadi."Tanya Shaffiya panik ketika melihat wajah Izzam yang pucat serta tangannya yang dingin. Lelaki itu mencengkram tangan Shaffiya begitu kuat. Perempuan itupun merasa bersalah dibuatnya.

"Gak, aku bisa kok." Ujar Izzam lagi dengan nada ragunya. Bibirnya sudah gemetar karena takut.

"Pak, everything will be alright. Bapak tenang ya. Jangan pikirkan hal yang buruk. Cukup jalani instruksinya dengan baik. bapak bisa pegang tangan saya kalau takut." Ujar Shaffiya sembari menatap kearah Izzam. Lelaki itu seakan terhipnotis dan mengangguk pelan mendengar instruksi dari Shaffiya.

Ketika hendak turun ke air tiba-tiba saja Izzam menahan tangan Shaffiya. Lelaki itu menggeleng pelan.

"I can't. I can't." Ujarnya seakan meracau. 

Dia menutup matanya dan bulir air mata pun jatuh di pipinya. Shaffiya tak tahu jika Izzam memiliki trauma yang begitu dalam. Dia pikir tidak akan separah ini. spontan perempuan itupun memeluk Izzam erat menenangkan.

"Gak papa pak, kita pergi aja dari sini ya." Ujar Shaffiya yang dijawab anggukan oleh Izzam. Dia pun membantu melepas pakaian snorkeling yang dikenakan oleh Izzam lalu membantunya untuk berdiri.

Shaffiya berpamitan dulu kepada Clara sebelum pergi. Untuk sahabatnya itu mengerti kedaannya. Dia pun pergi dan membawa Izzam ke tempat yang lebih tenang. Dia membelikan air mineral untuk menenangkan Izzam.

"Maaf pak, saya salah menyebabkan bapak seperti ini." Ujar Shaffiya penuh penyesalan. 

Namun lelaki itu diam saja. tatapannya pun menerwang ke depan. Shaffiya takut kalau atasannya itu sedang marah padanya. jadi dia pun memutuskan untuk pergi dari sana. baru saja ia hendak melangkahkan kakinya menjauh, lelaki itu tiba-tiba bersuara.

"Aku pikir rasa trauma itu akan hilang, namun aku salah. Semakin aku ingin melawannya semakin besar ketakutan itu ada. Bayangan-bayangan kelam yang menyebabkanku menjadi seperti ini pun muncul seakan menggerogoti seluruh memoriku. Aku takut, aku terperangkap didalamnya dan tak bisa melarikan diri." Lelaki itu bercerita dengan nada sendu. 

Ada sebuah beban berat yang seakan dia tahan. Shaffiya pun mengurungkan niatnya untuk pergi dan memutuskan untuk duduk di samping atasannya itu dan mendengarkan cerita yang mengalun disertai semilir angin laut pagi menjelang siang itu.

"Dulu aku memiliki seorang adik perempuan. Namanya Tisha. Umurnya baru enam tahun. waktu itu kami berlibur di sebuah pantai. Kami bersenang-senang disana. Ayah dan ibun meninggalkan kami sebentar untuk mengambilkan makanan untuk kami. Aku pun bermain dengan Tisha di tepi pantai. Tapi saking asyiknya bermain kami tidak menyadari bahwa ombak besar datang. Tisha terseret arus dan akumencoba untuk menolongnya. Aku berusaha meraih tangannya tapi tidak bisa. Aku berteriak minta tolong tapi tak ada satupun yang datang. Aku..aku kehilangan dia." Suara Izzam sudah berubah menjadi serak ketika menceritakan hal itu. 

Terdengar suara isak tangis setelah dia menceritakan semuanya. Shaffiya pun mendekat dan mengusap lembut punggung Izzam berusaha menenangkan. Tapi lelaki itu tiba-tiba saja memeluk Shaffiya erat.

"I lost her. I lost her." gumamnya berkali-kali. Shaffiya tak tega mendengar kisah pilu itu. dia ikut meneteskan air matanya. dia merasakan betapa pedihnya perasaan Izam sekarang ini. dia pasti sangat terpukul dengan kejadian itu.

"Semua bukan salah bapak. apa yang menimpa bapak itu sudah takdir Allah. Saya yakin adik bapak sudah tenang di surga-Nya. Jangan diingat jika itu menyakitkan. Cukup mengingat kenangan yang indah akan menyembuhkan hati yang terluka." Ujar Shaffiya sembari menenangkan Izzam.

Setelah cukup tenang Izzam pun mengurai pelukan mereka. dia mengusap air mata yang masih bersisa di pipinya. Dia baru sadar kalau ia menangis di depan Shaffiya. Tapi tak bisa dipungkiri kata-kata dari perempuan itu cukup menenangkannya.

"Terimakasih sudah mendengarkanku." Ujar lelaki itu canggung. Shaffiya pun mengangguk pelan.

"Pak menangis itu wajar dan setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Saya harap bapak tidak merasa malu karena menangis di hadapan saya tadi. saya tidak akan mengungkit apapun itu dan tidak akan menceritakan kepada siapapun. Saya janji." Ujar Shaffiya sambil mengacungkan jari kelingkingnya. Hal itupun membuat Izzam tersenyum. Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut Shaffiya. Hal itupun membuat keduanya terdiam canggung.

"Eum, bagimana kalau kita memberi makan ikan saja disana." ajak Shaffiya yang dijawab anggukan setuju oleh Izzam.

Entah kenapa lelaki itu menjadi nyaman berada di dekat Shaffiya. Dia sudah tak canggung lagi dengannya. selama ini dialah perempuan pertama yang bernai menentangnya, memaki dirinya dan tidak memiliki rasa hormat sedikitpun padanya. tapi dia melakukan itu dengann alasan yang jelas. Dia jug membantu menenangkan Izzam disaat seperti ini. hatinya tersentuh dengan ketulusan perempuan itu.

Setelah kegiatan mereka selesai, merekapun makan siang di Gili Sundak. Mereka bisa menikamti segala hidangan yang menggugah selera.

"Cie yang perhatian sama pak Bos. udah kena nih hatinya sekarang," Ujar Clara menggoda sahabatnya itu.

"Apaan sih. Orang Cuma bantuin nenangin doang. Pak Izzam tuh trauma sama air." Ujar Shaffiya mencoba menyangkal godaan dari teman-temannya itu.

"Iya becanda doang sih Shaf. Jangan merah gitu dong mukanya." Ujar Clara lagi membuat Shaffiya mendengus kesal.

"makan deh Cla jangan banyak ngomong." Ujar Shaffiya membuat Clara pun akhirnya diam. Mereka menikmati makan siang mereka sembari bercerita tentang pengalaman mereka hari ini.

***

Thanks for reading gaiss...

Semoga kalian suka dengan ceritanya yaa..

SHAFFIYA ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang