Guilty

80 20 0
                                    

Dia pun memutuskan untuk meminjam motor Ardi, salah satu rekan kerjanya juga. Untung saja dia dulu jago mengendarai motor jadi di keadaan seperti ini pun dia bisa mengandalkan keahliannya dulu.

Dia melewati gang-gang kecil untuk sampai di hotel itu. yah, dia sudah berkali-kali rapat disana. jaraknya pun tak terlalu jauh namun karena jalanan sering macet jadi sering terhambat juga perjalanannya.

"Kenapa kamu bawa motor? Mobil kamu kemana?" Tanya Izzam yang sudah menunggu Shaffiya di Depan hotel itu.

"Bapak Cuma ngasih waktu saja tiga puluh menit. Yaudah deh saya pinjam motor biar menghemat waktu. Lagian saya kesini disuruh ngapain sih pak?" Tanya Shaffiya penasaran. Dia masih berada di motornya dan tak membuka helmnya sama sekali.

"Temani saya rapat di Resto Sekar Harum. Lima belas menit kita harus sampai disana. Klien tidak suka jika kita datang terlambat barang sedetikpun." Jelas Izzam pada karyawannya itu. Shaffiya pun hanya mengangguk paham.

"Yaudah ayok pak kita naik motor aja biar cepat sampai." Ajak Shaffiya dengan santainya. Izzam nampak melihat kearah motor dan juga Shaffiya dengan ragu.

"are u seriously?" Tanyanya seakan tak percaya harus mengendarai motor di panas terik siang hari ini. Perempuan itu hanya mendengus pelan. Dia lupa kalau atasannya itu kaum elit yang tak bisa terkena debu jalanan.

"Yaudah kalau gak mau bapak naik mobil aja." Ujar Shaffiya memberikan solusi.

"Mobil saya mogok dan sekarang sedang di servise di bengkel. Kamu yakin bisa memboncengkan saya dengan selamat?" Tanya lelaki itu nampak meragukan kemampuan Shaffiya.

"Pak mending kita berangkat deh daripada Klien bapak nanti kabur duluan." Ujar Shaffiya kesal. Lelaki itu lebih ribet daripada ibu-ibu arisan. Dia jadi geram sendiri dibuatnya.

"Helm saya mana?" Tanya Lelaki itu lagi. Shaffiya menghela napasnya panjang lalu dia turun dari motornya dan menghampiri security yang sedang bertugas. Perempuan itu meminjam helm dan meninggalkan kartu namanya disana. setelah mendapatkan helm itu dia menyerahkannya pada sang bos.

Shaffiya membawa motornya sedikit ngebut karena waktu mereka hanya sepuluh menit lagi. Perempuan itu bisa mendengar bosnya mengoceh tapi dia menghiraukannya. Toh dia juga tak mendengar dengan jelas apa yang lelaki itu keluhkan.

"Kamu mau bunuh saya ya. Bawa motor ugal-ugalan gitu. Untung aja selamat kita. Pokoknya pulang nanti saya mau naik taksi. Mana badan jadi bau matahari gini." Keluhnya ketika mereka sudah sampai di restoran yang mereka tuju. 

Shaffiya berusaha menulikan pendengarannya dan tak menghiraukan ocehan dari bosnya itu. dia hanya fokus melepas helm dan jaket yang ia pinjam dari Ardi.

"Kamu dengerin saya gak sih? Kamu menyepelekan saya ya." Ujarnya lagi merasa kesal karena tak digubris oleh Shaffiya sedari tadi.

"Bapak nih ngomel-ngomel mulu kayak cewe pms deh. Saya aja yang lagi haid gak sesensi itu. daripada ngomel mulu mending masuk deh pak. We just have 5 minutes left." Ujar Shaffiya membuat lelaki itu mendadak panik. Dia pun langsung berjalan cepat untuk masuk ke dalam restoran itu dan menemui kliennya.

Mereka saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri. Mereka memang sengaja membahas pekerjaan di restoran sekalian makan siang. Shaffiya sudah merasa senang ketika melihat berbagai makanan sudah terhidang disana. tak sia-sia dia meninggalkan makan siangnya di kantor, dia sekarang sudah mendapatkan ganti yang lebih nikmat.

"Terimaksih atas waktunya pak Rizwan. Semoga kerjasama kita berjalan dengan lancar kedepannya." Ujar Izzam sembari menjabat tangan pak Rizwan. Lelaki yang umurnya sudah menginjak lima puluh tahun itupun mengangguk sembari tersenyum senang. Namun tatapannya bukan kearah Izzam melainkan kearah Shaffiya.

Izzam sudah menyadari sedari tadi jika Kliennya itu mencuri-curi pandang kearah Shaffiya. Dia sudah hendak mengingatkan Shaffiya namun perempuan itu tidak peka-peka. Dia bersikap santai padahal sedang dalam keadaan bahaya.

"Shaffiya, semoga kita berjumpa lagi lain waktu. Senang bertemu denganmu." Ujar Pak Rizwan bergantian menyalami Shaffiya. Tapi salaman ini terasa berbeda karena pak Rizwan dengan nakalnya mengusap tangan Shaffiya dengan lembut. Spontan perempuan itupun melepaskan jabatan tangannya.

"Ya, senang bertemu dengan anda juga." Ujar Shaffiya dengan nada ragu.

"Kalau boleh saya minta nomor telepon kamu. Jadi sewaktu-waktu saya bisa menghubungi jika ada masalah pekerjaan." Ujarnya lagi mencoba mengambil peluang. Shaffiya sudah tidak nyaman dengan keadaan itu. dia pun tak tahu harus menjawab apa. namun tiba-tiba Izzam menyodorkan sebuah kartu nama kepada Kliennya itu.

"Jika ada masalah pekerjaan silahkan hubungi saya atau kantor saya di nomor ini. Terimakasih atas makan siangnya. Kami permisi dulu." Ujar Izzam cepat lalu mengajak Shaffiya untuk menjauh dari sana.

"Kamu sengaja memakai baju seperti itu ya? Apa ini trikmu agar bisa cepat mendapat klien?" Tanya Izzam setelah mereka sampai di luar restoran. Perempuan itupun langsung menghentikan langkahnya dan menatap Izzam tajam.

"Anda berpikir serendah itu? Ya, silahkan berpikir apapun tentang saya karena saya tidak akan menjelaskan apapun juga kepada anda." Ujar Shaffiya dengan kesalnya. dia kemudian memakai jaket dan helm dengan cepat.

"Lain kali jangan berpakaian seperti itu lagi.Banyak mata lelaki yang kurangajar seperti tadi. jika kamu tidak mau diperlakukan seperti tadi berpakaianlah dengan sopan lain kali." Ujarnya lagi membut Shaffiya sudah sangat muak.

"Yah selalu perempuan yang disalahkan ya pak. Kenapa bapak tidak menyalahkan kaum bapak saja? Sesopan apapun pakain kami kalau mata mereka yang tidak dijaga kita harus bagaimana lagi? saya juga terpaksa memakai pakaian ini dan tidak ada niatan sedikitpun untuk menggoda lelaki diluar sana. bapak lihat sedari tadi saya diam dan tak berbuat apa-apa tapi dia yang matanya jelalatan. Kenapa harus saya yang disalahkan? Kenapa tidak dia yang bapak marahi karena sudah bertindak kurangajar sama saya?" Tanya Shaffiya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dia sudah lelah fisik dan mentalnya hanya karena lelaki itu.

"Tak usah dijawab pun saya tahu jawabannya. Saya hanya karyawan biasa yang bisa anda buang kapan saja sedangkan dia adalah orang yang berduit yang banyak membawa keuntungan untuk bisnis anda." Ujar Perempuan itu lagi dengan senyum miringnya. Lelaki itu bungkam seribu bahasa. Dia tak bisa menjawab perkataan Shaffiya.

"Maaf pak, jika bapak memang tidak berkenan saya bekerja di perusahaan bapak, saya akan terima jika dipecat. Atau jika anda takut ketahuan pak Himawan saya bisa keluar dengan sendirinya tanpa diketahui oleh beliau. Saya permisi dulu." Ujar Shaffiya sebelum ia melajukan motornya dan meninggalkan Izzam sendiri disana. dia sudah tak peduli lagi. dia memang bisa saja kuat sampai akhir, tapi hari ini dia begitu kelewatan.

Shaffiya tak mampu lagi menahan air matanya yang luruh begitu saja. di sepanjang perjalanan air matanya begitu deras mengucur. Dia mengaku kalah. Dia tak ingin lagi bertemu dengna lelaki seperti itu.

Sedangkan Izzam masih berdiri di tempatnya. Dia termenung dan rasa bersalah menyeruak memenuhi benaknya. Bukankah seharusnya dia bahagia melihat perempuan itu kalah? Tetapi kenapa yang ada malah rasa bersalah? 

                                                                                                     ***

SHAFFIYA ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang